15.End

223 13 0
                                    

Happy Reading guys
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Angkasa tengah duduk di atas pasir pantai, ia menatap matahari yang tengah terbenam itu. Sore ini sangat cerah, sehingga dirinya bisa berada di pantai saat ini.

"Indah memang matahari itu, namun kamu lebih indah daripada apapun yang di ciptakan Tuhan. Kamu segala-galanya dari apapun yang aku miliki, Sa. " gumam Angkasa, ia mengulas senyum setelah mengatakan itu

Seperti ini rasanya berada di tempat yang selalu di kunjungi tanpa seseorang yang di sayangi menemani, ia terkekeh mengingat dulu ia dan  berlari dengan konyol menghindari ombak pantai. Terlalu konyol namun bagi Angkasa hal ini lah yang begitu berharga, semesta memiliki cara sendiri untuk selalu membuat seseorang bahagia.

Angkasa menggenggam pasir itu, pasir itu dapat keluar dari celah lubang jari-jarinya. Betapa rapuh nya pasir ini, tapi Angkasa tidak bisa meremehkan pasir yang pada kenyataannya memiliki begitu banyak keunikan tersendiri.

"Aku harap, suatu hari nanti aku dapat bertemu dengan mu lagi Aksa. Aku sangat merindukan mu, sangat merindukan mu. "

"Apapun yang menyangkut diri mu aku tak pernah lupa, karena apapun itu jika namamu tersemat maka milyaran rasa sayang ku kepada mu akan tumbuh. "

Deburan ombak pantai membawa ketenangan untuk Angkasa, ia tidak pernah berpikir ia bisa sampai pada titik ini. Titik dimana ia bisa merasakan bahagia walaupun cinta nya telah pergi, ia sangat bahagia. Namun di balik rasa bahagia, ada rasa kerinduan yang begitu dalam yang sulit di definisi kan.

Angkasa berdiri untuk meregang kan ototnya yang kaku,merasakan tamparan angin yang begitu dingin. Ia jadi ingat, bahwa Aksara juga bisa bersikap begitu dingin padanya. Kenapa segala nya yang bersangkutan dengan alam selalu terkait dan teringat akan sosok Aksara itu.

"Gak terasa waktu berjalan begitu lambat, sehingga aku merasakan dengan begitu jelas rasa kehilangan mu. " gumam Angkasa, ia berjalan ke arah bangku yang berada tak jauh dari pantai 

Sore itu terasa berbeda, dulu ia berada di pantai di kota Yogyakarta itu bersama dengan sahabat nya. Sekarang ia sendiri, benar-benar sendiri.

"AKSARA ARDHIKA! AKU SANGAT MERINDUKAN MU LEBIH DARI APAPUN YANG ADA DIDUNIA INI. TOLONG JANGAN PERNAH LUPAKAN PEMUDA INI! SEORANG PEMUDA YANG BEGITU MENCINTAI MU LEBIH DARI APAPUN! AKU SANGAT MERIN__dukan mu Aksara hikss hikss Tuhan tolong katakan padaku bila engkau tidak sedang menghukum ku hikss! Hikss! Ini sangat menyakitkan!!

Tiba-tiba sesuatu menyentuh pundak Angkasa, Angkasa pun langsung mendongak. Di hadapan nya ada kakaknya, orang pertama yang mengerti keadaan nya selain kedua orang tuanya.

"Jangan menangis, semua nya akan baik-baik saja, " ucap Arga menenangkan sang adik

"Bang, Asa kangen Aksa. " ucap Angkasa

"Abang tau, semua nya memang sulit untuk dijalani. Namun satu hal yang harus kamu tau, kalau kamu sudah melewati masa sulit itu sehingga kamu bisa berada di titik ini. Semua nya tidak mudah kan? Tapi Asa bisa melewati nya."

"Tapi Asa capek, kangen banget sama Aksa," ucap Angkasa lalu menunduk

Arga menarik dagu Angkasa dengan pelan, membawa adiknya untuk menatap diri nya. Dengan perlahan ibu jari itu menghapus air mata Angkasa yang membasahi kedua pipi adiknya itu, sejujurnya ia tidak tega melihat keadaan Angkasa yang kembali tidak berdaya seperti ini.

"Kita pulang ke rumah yuk, daripada disini." ajak Arga

Angkasa menggeleng, ia ingin tetap di sini untuk sementara waktu.

"Abang pulang aja ya, Asa mau di sini sebentar aja." jawab Angkasa

"Kamu yakin? "tanya Arga, ia itu masih mengkhawatirkan adiknya itu

Angkasa mengangguk, Arga pun pergi untuk memberikan waktu lebih banyak untuk Angkasa memahami segala nya lagi. Meninggalkan Angkasa yang tengah duduk diam sambil menatap langit yang sudah menggelap itu, dada nya sesak mengingat setiap inci kenangan bersama dengan Aksara.

Kehilangan nya begitu mendadak, kehilangan nya begitu menyakitkan, kehilangan nya membawa luka dalam dan ia belum bisa belajar mengikhlaskannya nya setelah sekian lama kepergian nya. Ia tidak bisa melupakan Aksara, ia sudah bersama Aksara sejak mereka belum tahu apa-apa.

Angkasa  menikmati hembusan angin yang menerpa kulit nya, menusuk dan terasa sangat menyakitkan. Anginnya begitu dingin, ia bahkan bisa merasakan tubuh nya menggigil karena angin ini. Ia memejamkan mata nya, buliran bening itu membuat anak sungai di kedua pipi Angkasa. Sakit sekali rasanya, mengikhlaskan itu sangat sulit apalagi untuk melupakan.

"Aku selalu disini untuk menjadi sahabat mu, Aksa. Tetap lah bahagia disana, aku disini selalu mendoakan mu. "

Angkasa  pun pergi dari pantai itu, ia berjalan menyusuri jalanan sepi itu. Ia jadi teringat kapan terakhir kali nya ia berjalan-jalan bersama Aksara, menikmati sepi nya jalan dan ramainya pertokoan.

"Besok-besok aku akan pergi ke toko buku favorit mu, aku ingin tahu apakah tempat itu masih sama suasana nya apa tidak? " gumam Angkasa sambil terus berjalan dengan langkah lemah nya

Kesetiaan nya pasti akan di bayar mahal suatu hari nanti, Angkasa  akan mendapatkan apa yang ia perjuangkan. Segala nya memang terasa menyakitkan bagi Angkasa, tapi ia bisa melewati masa dimana ia jatuh dan kembali berdiri tegak.
.
.
.
.
.
.
.
.

  "𝐑𝐚𝐬𝐚 𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐤𝐮 𝐤𝐞𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐦𝐮 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐛𝐞𝐬𝐚𝐫 𝐝𝐚𝐫𝐢𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐫𝐚𝐬𝐚 𝐬𝐚𝐤𝐢𝐭 𝐤𝐮 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐡𝐢𝐥𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐦𝐮, 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐢 𝐦𝐮 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐡𝐚𝐥 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭 𝐚𝐤𝐮 𝐛𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐤𝐚𝐧."

  "𝐊𝐞𝐡𝐢𝐥𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐚𝐝𝐚𝐫, 𝐛𝐚𝐡𝐰𝐚 𝐤𝐞𝐩𝐞𝐫𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐧𝐲𝐚 𝐢𝐭𝐮 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐩𝐞𝐥𝐚𝐣𝐚𝐫𝐚𝐧. 𝐀𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐡𝐢𝐥𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐚𝐤𝐢𝐭𝐤𝐚𝐧 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐦𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐰𝐚 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐤𝐞 𝐭𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐚𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚, 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐤𝐞𝐧𝐚𝐩𝐚 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐨𝐛𝐚. "

•••••••••••••••°°°°°END°°°°°•••••••••••••••

Terimakasih udah baca cerita ini, mungkin ngebosenin tp ku harap kalian suka. Sampai ketemu lagi di book selanjutnya, semoga book berikut nya kalian suka dan nambah suka.

Tunggu book berikutnya bagi para pecinta kapal  nikwon

See u next Book

Can't Do Without You ||ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang