Neng geulis

132 10 0
                                    

Dia bukannya tak nyata.
Dia nyata. Hanya saja, aku tidak bisa menggenggamnya, bersamanya, apalagi memilikinya.
~DTSI~

Sudah dua bulan lamanya sejak hari dimana Dinda tinggal di rumah Morgan seharian, kini ia sudah pulih dan bisa beraktivitas kembali seperti biasanya.

Dinda menatap keluar jendela cafe dengan cangkir teh di tangannya. Hari sudah akan menjelang malam, dan seperti biasa, cafenya mulai ramai akan muda mudi yang sekadar bermain, ngedate, ada juga sekelempok orang yang mampir hanya untuk mengerjakan tugas sekolah dan kuliah mereka.

Di meja pojok Dinda menatap sepasang kekasih yang jelas terlihat tengah kasmaran itu dengan senyum mengembang. Ia jadi mengingat kisahnya dulu bersama dengan Devan. Perasaan bahagia, senyum tulus dan semua perlakuan mereka, persis sekali seperti kedua insan yang kini tengah menjadi pusat perhatiannya.

"Jangan memikirkan hal aneh wanita, kamu tidak cocok menjadi wanita perebut."

Dinda terlonjak kaget mendapati sosok laki-laki dengan pakaian santainya tiba-tiba duduk di depannya.

"Sembarang aja Bapak kalo ngomong. Memangnya saya segatel itu sampai merebut kebahagiaan wanita lain!" sinis Dinda tak terima dengan ucapan Morgan.

"Ya siapa tahu aja gitu kamu memiliki pikiran sampai kesana karena kelamaan ngejomblo."

"Hellow, ngaca Pak ngaca! Ngatain orang jomblo sendirinya juga jomblo." ucap Dinda tidak santai.

"Walau jomblo setidaknya saya pernah menikah dan punya anak."

"Hilih pamer!"

"Memang, masalah? Makannya jangan terus melihat kebelakang dan terbelenggu dengan masa lalu."

Dinda melotot dengan bibir mencebik. Kenapa jadi bahas masa lalunya?

"Gue colok mulutnya pake garpu dosa gak ya." gumam Dinda lebih kepada dirinya sendiri.

"Hallo Bunda!"

Dinda mengalihkan atensinya pada anak kecil yang duduk di samping pria tadi. Perubahan dalam ekspresinya sangat cepat, lihat saja, kini senyumnya kembali mengembang kala melihat orang yang sangat disayanginya itu ada di depannya, ia mengusap gemas surai hitam anak itu.

"Hallo juga kesayangan Bunda."

"Bunda sama Ayah kenapa kalau beltemu belantem telus sih? Kevin kan pusing lihatnya."

Mendapatkan pernyataan dadakan dari kesayangannya, Dinda memajukan tubuhnya agar bisa lebih dekat pada Kevin. Ia kemudian membisikan sesuatu pada anak itu yang membuat bocah 5 tahun itu melebarkan matanya menatap sang Ayah dengan pandangan tak percaya.

"Benelan Bunda?" tanya Kevin memastikan. Dinda mengangguk dengan wajah meyakinkan.

"Pantesan Ayah suka ngomong sendili di kamal."

Morgan mengernyit heran. Apa yang wanita di depannya ini bisikan pada anaknya? Dan apa hubungannya tatapan aneh anaknya itu dengan ia yang berbicara sendiri di kamar?

Tapi tunggu, berbicara sendiri? Kapan dirinya melakukan itu?

"Jangan mengatakan hal yang aneh-aneh kepada anak saya."

"Gak kok, saya cuma berkata yang sesungguhnya. Ya kan sayang?" tanya Dinda meminta pembelaan pada Kevin.

"Iya Ayah."

"Iya apa?" Morgan masih mengernyit heran, merasa bingung dengan sikap kedua manusia yang duduk bersamanya ini.

"Ayah kesepiankan? Ayah butuh teman ngoblol makannya Ayah suka ngajak belantem Bunda bial bisa ngoblol lama sama Bunda. Iyakan Ayah?"

Duda Tampan Suami Idaman Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang