Maaf

130 7 0
                                    

"Aku lebih percaya pujian bocah 3 tahun atas kecantikanku, dari pada kalimat 'aku tak bisa hidup tanpamu' yang keluar dari mulut racunmu wahai Tuan yang berwajah opet dan berakhlak tipis."
~DTSI~

"Loh, Dinda, kan?"

Jay mengira bahwa ia masih berada dialam mimpi. Mendapati seonggok manusia dengan kaleng minuman di tangannya tengah duduk manis di sofa tunggu, membuatnya berpikir dua kali bahwa benda padat itu memang benar manusia, bukan makhluk halus.

Kembali berpikir bahwa dirinya memang masih diselimuti kantuk, Jay menunduk untuk melihat arloji hitam yang melingkar di tangan kanannya. Pukul 06.15, laki-laki itu kemudian menatap jam dinding yang tergantung tak jauh dari tempatnya berpijak, "Bener kok."

Menuntaskan rasa penasarannya, Jay menghampiri Dinda. "Bener orang kan?"

"Lebih ke Bidadari sih." jawab Dinda sekenanya.

Jay merotasikan bola matanya. "Pede gile opet satu ini." dirasa benar bahwa itu memang Dinda, Jay kemudian duduk di samping Dinda tanpa harus memikirkan rasa takutnya lagi.

Sejujurnya ia tadi merasa sedikit takut karena di pagi buta begini sudah menangkap sosok manusia tengah duduk manis di ruang tunggu. Walau ada segelintir karyawan yang sudah datang, tetap saja ia sedikit takut, karena memang dasarnya dia memang penakut.

Hari ini Jay sengaja datang lebih awal dari biasanya karena harus menyiapkan ruang rapat untuk jam 08.00 nanti. Tak ada dalam bayangannya bahwa hari ini seorang Dinda akan datang bertamu ke Perusahaan Morgan Company di pagi buta begini.

"Ngapain wahai Nyi Sanak di pagi hari begini sudah nangkring cantik di Perusahaan ini?"

"Gue ada kepentingan sama Pak Morgan."

"Keperluan yang begitu penting apakah itu?"

"Kata Prabu Siliwangi orang ganteng gak boleh kepo, takutnya kena ajian penghisap umur yang efeknya besok mendadak jadi tua." jawab Dinda asal. Ia tahu, pasti Jay sudah tahu mengenai permasalahan kemarin. Jadi ia berusaha untuk menghargai usaha Jay untuk tidak menyinggung masalah kemarin.

Candaan Dinda sukses mengocok perut Jay hingga sudut matanya mengeluarkan air saking puasnya ia tertawa. Memang dasarnya receh, candaan yang garing saja bisa terdengar dolar baginya.

Jay menyentil kening Dinda sedikit keras hingga menimbulkan suara. "Gak usah bawa-bawa tokoh sejarah. Kata Kakashi Hatake cewek cantik gak boleh fitnah sembarangan. Takutnya kena Amaterasu punya Itachi."

"Mati kebakar dong saya."

"Kalo gak mau mati, minta aja di genjutsu, siapa tahu dikasih permen milkita."

Meski terdengar cringe Dinda berusaha menghargai candaan Jay dengan tawa hambar. Harus ia akui, sesantai apapun Jay padanya, ia tetap merasakan rasa bersalah dan masih terpikirkan dengan kejadian kemarin di Mall. Jika dianalogikan, seperti raga di Bumi dan pikiran sedang terbang jauh di atas langit.

"Mau bantu gue?"

"Apa?"

"Siapin ruangan rapat. Entar gue traktir minuman Ale-ale rasa melon."

Dinda tertawa lepas, "Random banget sumpah."

Jay ikut tertawa mendengar komentar otomatis Dinda. "Nah, gitu dong. Itu baru namanya tawa lepas, bukan tawa hambar kaya tadi."

Duda Tampan Suami Idaman Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang