Penjelasan

132 11 0
                                    

Jangan mudah percaya dengan pujian. Terkadang orang lain memuji hanya untuk memanfaatkan.
~Konan~

"Makan dulu dong Kak, udah 5 hari loh kakak makan dikit. Katanya mau pulang, Kakak mau disini terus?"

Arga sudah jengah terus-menerus memaksa Dinda untuk makan. Rupanya lebih melelahkan dan menjengkelkan merawat Dinda yang tengah sakit ketibang merawat Morgan atau Kevin. Dia sampai kelimpungan sendiri, bingung bagaimana cara membuat Dinda mau melahap makanannya dengan baik.

"Kakak laper, tapi makanan disini gak enak, gak ada rasanya Ga." ucap Dinda dengan tampang memelas meminta Arga untuk mengerti dirinya.

Arga meletakan mangkuk bubur di tangannya ke atas nakas. Dinda dapat melihat wajah lelah anak itu. Ketara sekali bahwa pemuda SMA itu sangat lelah saat ini. Bagaimana tidak, setiap selepas pulang sekolah dia tidak akan pernah pulang ke rumah terlebih dahulu walau untuk sekedar mandi dan berganti baju, melainkan dia akan langsung datang ke rumah sakit dan menjaga Dinda hingga salah satu dari saudaranya menggantikannya menjaga Dinda.

Iya, selama ini yang menjaga Dinda adalah keluarga Baskara. Bahkan, Kevin juga ikut serta menjaga Dinda walau sudah dilarang keras oleh Morgan. Tapi, bukan Kevin namanya bila belum mendapatkan apa yang dia mau dengan bakat akting yang ia miliki. Jadilah saat hari ketiga Dinda di rumah sakit Kevin yang menjaga Dinda bersama dengan Morgan yang kebetulan hari itu memiliki jadwal cuti. 

"Jadi sekarang Kakak maunya apa? Arga gak bisa beliin apa yang Kakak pengen sekarang. Arga juga gak tega tiap hari liat Kakak makan bubur kalo nggk sama sayur bening yang Arga yakin gak ada rasa enaknya. Tapi mau gimana lagi, Kak Dinda harus tetep makan yang lembut-lembut dulu buat sekarang, Arga gak mau ngambil resiko yang bisa bikin sakit Kakak tambah parah." jelas Arga tertunduk lesu. Ia juga sebenarnya sangat tidak tega saat melihat Dinda harus makan hanya dengan bubur dan sayur bening. Tapi apa boleh buat, Arga ingin Dinda segera sehat dan kembali beraktivitas seperti biasanya.

Dinda terenyuh mendengar penuturan Arga. Ia menggenggam tangan pemuda SMA itu dengan tangannya yang terbebas dari infus. Dengan senyum tulus Dinda berkata bahwa ia akan menuruti apapun yang Arga katakan dan perintahkan jika itu memang untuk kesehatannya.

"Makasih, Kakak bener-bener beruntung banget bisa ketemu kamu dan keluarga kamu. Sekali lagi, terima makasih."

Arga berdecak malu, "Apa sih Kak, orang itu udah takdir. Udah ah, Arga gak butuh maaf ataupun makasih dari Kak Dinda, Arga cuma butuh Kakak makan, minum obat dan istirahat biar Kakak cepet sembuh."

Senyuman remaja 17 tahun itu tidak pernah pudar. Ia kemudian mulai mengambil mangkuk bubur yang sebelumnya ia letakan di atas nakas.

Arga menyendok satu sendok bubur dan menyodorkannya ke depan mulut Dinda, "Sekarang buka mulutnya Kak." titah Arga lembut, sembari mulutnya otomatis ikut terbuka agar Dinda mengikutinya.


Dinda terkekeh geli, merasa dirinya menjadi anak kecil yang tengah dirayu agar mau makan oleh orang tuanya. Selama ini jika Arga datang, ia akan makan dengan disuapi oleh remaja itu. Sebenarnya Dinda bisa saja makan sendiri menggunakan tangannya, namun ditolak mentah-mentah oleh Arga. Terlalu overprotektif memang, namun Dinda suka. Ia sangat suka bila orang lain memberikan perhatiannya seperti yang Arga berikan padanya. Ia, merasa berharga dan istimewa.

"Selamat siang."

Devan datang bersama seorang suster di belakangnya dengan obat-obatan dan infus di tangannya.

Duda Tampan Suami Idaman Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang