55•||•keterdiaman.

1.4K 131 2
                                    

--•••NGGA SUKA NGGA USAH BACA•••--

•••HAPPY READING•••

•••


Dengan masih keadaan hening dan suasana tegang. Mereka terdiam dalam pikiran yang terus menerus mencari jawaban.

"Sampah!" Umpat Auri membuatnya menjadi pusat perhatian.

"Lo kenapa?" Tanya Axel bingung. Triyan berlalu pergi membiarkan keempat remaja itu ber diskusi.

Auri memijat keningnya, bola matanya memancarkan kekecewaan yang mendalam. Dalam hati, ia mengumpat dirinya sendiri, semua yang ia alami sejak dulu bahkan tertulis di dalam buku usang yang tidak ada harganya sama sekali. Kehidupan yang dia jalani selama ini seolah   alur film yang memiliki naskah.

Tak jauh berbeda, Aya hanya terdiam dengan pikiran berkecamuk. Tidak pernah Aya bayangkan semua kehidupan yang dia jalani tertulis di dalam sebuah buku. Siapa yang harus Aya salahkan untuk masalah ini.  Jauh di dalam hatinya ia menertawakan kebodohannya sendiri.

"Sial! Hidup gw selalu sial. Jauh dari kata bahagia!,lo sampah Ayari! Sampah!" Auri menjambak rambutnya dalam kecewanya. Semuanya berlalu dengan cepat, pernyataan itu terlalu cepat diucapkan. Dia tidak pernah siap akan hal itu.

"Tenangkan diri lo Auri. Ini bukan tentang lo semua!" Tegur Arya yang sedari tadi melihat pergerakan Auri.

Aya beranjak dan pergi dari ruangan tersebut. Tidak memikirkan kemana ia pergi, Aya terus melangkah hingga keluar dari pagar yang menjulang keatas. Melihat danau yang tak jauh dari ia berdiri, Aya melangkah kearahnya.

Duduk di hamparan rumput yang luas. Aya terkekeh mengingat kalimat kalimat yang ia baca dari buku yang membuat hatinya hancur berkeping-keping.

"Kenyataan apa ini," Kekeh Aya melempar batu di dekatnya kearah danau. Membuat cipratan air muncul dari dasar danau.

Menghela nafas berulang kali. Kalimat tersebut justru terngiang-ngiang di kepalanya. Tercetak jelas di dalam otaknya.

Bukannya semakin tenang, Aya justru semakin menekan rasa sesak di hatinya.

"Ga gw sangka, kehidupan yang gw banggakan justru terangkai di atas kertas dengan tinta yang meninggalkan jejak."

"Setelah kenyataan itu, siapa yang lo salahkan sekarang?" Aya menoleh ke samping dan terkekeh

"Siapa lagi? Yang pasti bukan lo dan takdir diantara kita." Auri ikut terkekeh dan mendudukkan diri di samping Aya.

" Otak gw udah mati setelah kenyataan itu" Ungkap Auri menatap luasnya danau di depan mereka

Lagi lagi yang bisa Aya lakukan hanya terkekeh dan menelan pahit kenyataan tersebut. Terdengar biasa saja namun, siapa orang yang tidak kecewa saat mengetahui masa masa sulitnya justru tertulis di atas kertas, setelah hal hal yang mereka alami dan dapatkan. Solusi dan akhir penderitaan justru sudah tertulis di sebuah buku.

Hidupnya ditulis secara rinci di dalam buku. Kebenaran nya pun benar, tulisan tersebut sama dengan kehidupan yang mereka jalani.

Aya bangkit dari duduknya dan berjalan kembali ke mansion milik keluarga Argonay, diikuti Auri di belakangnya. Mereka masuk bersamaan

"Om ada yang mau kita tanyain" Triyan mengangguk dan mempersilahkan duduk

"Dari mana om menemukan buku itu?" Tanya Aya

"Saat om menetap di Indonesia, om bertemu dengan Jelvin nala, Ayah Audrya. Semakin berjalannya waktu, kami semakin bersahabat suatu hari om bermain di mansion dia dan saat pulang dari mansion Jelvin, om justru bertemu dengan kakek kakek yang menurut om sangat misterius. Kakek itu mengajak om duduk di taman. Disitu dia memberikan sebuah buku yang usang kepada om. Dia berkata "simpan buku ini hingga kedua turunanku mengambilnya darimu" ," Jelas Triyan membuat Aya dan Auri mengangguk paham

"Makasih om, kalau gitu Auri dan Aya izin ke kamar" Triyan mengangguk.

"Istirahat,anggap seperti rumah sendiri" Aya dan Auri tertawa kecil dan melenggang pergi.

Tenggelamnya matahari sudah tergantikan dengan munculnya bulan. Mereka berkumpul di meja makan dengan makanan yang tersaji di atas meja. Tidak ada yang memulai pembicaraan, semua hening tanpa satu pun suara, pikiran kosong dengan rasa shock dan tatapan kecewa masih terlihat jelas.

Selesai dengan makannya, mereka berkumpul di ruang keluarga. Aya, Auri, Axel, dan Arya ikut dalam perkumpulan itu, untuk rasa berterimakasih.

"Sampai kapan kalian terdiam dengan pikiran masing masing?" Ujar Triyan. Membuat keempatnya tersenyum canggung.

"Setelah baca buku usang itu, kami jadi kehilangan arah. Ga tau mau kasih respon apa dan pendapat apa" Jawab Arya sesopan mungkin.

"Umur kalian masih terlalu muda untuk masalah sebesar itu bukan? Kenapa bisa?" Ucap istri Triyan.

"Mungkin takdir kami?" Jawab Auri dengan ragu. Membuat Dira— istri Triyan mengangguk paham.

"Om sama tante istirahat dulu. Kalian kalau masih mau ngobrol ngobrol silahkan" Ucap Triyan merangkul tubuh Dira,

Perginya Triyan dan Dira menjadi pusat perhatian hingga memasuki kamar. Mereka kembali hening dengan pikiran masing masing.

"Gw ada ps nih, kalau mau main. Dan... Gw boleh ngobrol berdua sama Aya?" Mereka saling tatap dan tatapannya terhenti kepada Aya.

Bola matanya masih dengan merah kehitaman, itu membuat mereka manatapnya dengan penuh waspada.

"Mau dimana?" Tanya Aya datar, wajahnya datar dan dingin seolah menjaga jarak dengan Deval.

"Taman samping?" Aya beranjak dan mempersilahkan Deval berjalan lebih dulu dan diikuti olehnya.

"Emang gapapa?" Tanya Axel

"Emang kenapa? Mereka ga punya hubungan apa apa kan?" Ujar Auri

Arya beranjak mengambil ps dan mulai mengaplikasikan sebelum mengajak Auri dan Axel.

Di taman samping, Aya dan Deval nampak duduk berdua di bangku panjang. Terlihat ada jarak yang menjadi suasana sedikit canggung.

"Emmm...." Aya melirik ke samping lantas kembali menatap depan. Menunggu apa yang akan diucapkan Deval.

"Emmm...." Lagi lagi Aya hanya melirik sekilas dan kembali melirik depan.

"E—

" Ga ngomong juga, gw cabut" Ancam Aya yang sudah tidak ingin berbasa basi

"Gw masih ada rasa sama lo." Ucap Deval dengan lirih, akan tetapi akibat suasana hening, suara Deval terdengar jelas di telinga Aya.

"Sebagai Ayari atau siapa?" Tanya Aya menatap langit malam.

"Untuk Alau nya Evall" Ujar Deval menatap kesamping.

"Huh! Lo berharap jawaban gw juga sama dengan pernyataan lo?" Tanya Aya menaikkan Alis nya dengan menoleh kesamping

"Boleh?" Ujar Deval, Aya menggeleng

"Fokus gw saat ini bukan percintaan. Dengan adanya masalah yang hinggap ke hidup gw, hati gw mati rasa saat itu juga. Ga ada lagi rasa cinta untuk siapa pun. Tolong pahami" Ujar Aya hendak beranjak, akan tetapi tangannya ditahan oleh Deval

"Kalau gitu izinin gw perjuangin cinta gw ke lo, sekali lagi"

Aya menyentak cekalan itu hingga terlepas, lalu mempersilahkan dengan gerakan tangan.

"Selagi lo mampu dengan semua penolakan gw, selagi lo bisa nahan dengan pergaulan gw, selagi lo bisa. Gw ga akan larang! Karena masalah cinta gw ga bisa maksa, tapi untuk menyatukan dua cinta menjadi satu, gw harap lo ga maksa." Jelas Aya berbalik pergi dari taman tersebut.

"Gw pastikan jawaban lo sekarang ga akan lo ucapkan lagi di kemudian hari" Gumam Deval ikut pergi dari taman.

***
Hal yang mengecewakan adalah disaat kita memperjuangkan hidup, justru menerima kenyataan bahwa hidupnya sudah tertulis.

𝐖𝐫𝐢𝐭𝐭𝐞𝐧 𝐈𝐧 𝐁𝐨𝐨𝐤 (PROSES REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang