Love Comes To Late 1

13K 434 1
                                    

Tatapan Lili terlihat berbinar saat melihat apa yang ada di tangannya. Es krim dalam cone berukuran cukup besar dengan taburan potongan buah di atasnya. Gadis itu terus tersenyum setelah meninggalkan penjual es krim tadi. Kakinya melangkah pelan sambil sesekali menikmati es krim di tangannya.

"Kamu mau beli apa lagi?" Lili menoleh, menatap laki-laki yang berjalan di sampingnya.

"Pulang aja. Aku masih ada janji sama temen soal tugas kemarin yang belum selesai. Kamu masih mau ke mana lagi? Sebelum pulang." Lili terlihat berpikir untuk sejenak sebelum menggeleng.

"Enggak ada. Kalau kamu emang udah ada janji, ya udah kita pulang aja." Bisa Lili lihat laki-laki di sampingnya mengangguk.

"Tapi bantuin aku makan ini dulu. Masa iya aku makan es krim begini sepanjang jalan." Lili meringis memperlihatkan giginya yang membuat laki-laki tadi mendengkus. Meski begitu, ia tetap membantu Lili menghabiskan es krim milik gadis itu yang baru berkurang sedikit.

"Jangan keseringan makan yang manis-manis, apalagi porsi besar begini. Gigi kamu sakit nanti."

"Aku makan manis-manis begini juga kan enggak setiap hari. Ini tadi beli karena kelihatannya enak gitu, tapi emang enak sih rasanya." Gadis itu mengulurkan tangannya ke depan laki-laki di sampingnya, membuat laki-laki itu kembali menyendok es krim dari tangan Lili dengan sendok kecil yang diberikan penjual tadi.

"Kamu ada janji di mana? Rumahnya Eko lagi?" Pertanyaan Lili dibalas anggukkan kepala.

"Berarti kamu anterin aku dulu ya, baru nanti ke rumahnya Eko." Senyum laki-laki yang merupakan kekasihnya itu membuat jantung Lili berdebar.

"Ya masa aku tinggalin kamu di pinggir jalan. Aku anterin kok, sampai depan rumah." Lili sempat mematung saat tangan kekasihnya mendarat di kepalanya lalu mengusap rambutnya pelan.

Tidakkah laki-laki itu tahu jika Lili sangat lemah jika diperlakukan seperti itu? Jantungnya bisa saja melompat keluar jika kekasihnya itu melakukan skinship yang lebih dari hanya sekedar usapan di kepala.

Meski telah menjalin hubungan selama hampir dua tahun, nyatanya mereka selama ini hanya sebatas bergandengan tangan saja. Mengusap kepala pun sangat jarang dilakukan karena Lili yang kadang merasa tidak nyaman jika kepalanya diusap.

Hampir dua puluh menit waktu yang diperlukan hingga Lili kini telah sampai di rumah. Belum memasuki pintu rumah, getar dari ponsel yang berada di dalam tasnya membuat gadis itu menahan langkah di depan pintu rumahnya. Sebuah pesan dari Luna yang berisi ajakan untuk bergabung dengan teman-temannya yang kini sedang nongkrong di sebuah kafe.

Lili sempat bertanya siapa saja yang ada di sana sebelum Luna membalas dengan menyebutkan enam nama yang semuanya Lili kenal orangnya. Setelah itu balasan yang menyatakan jika dirinya akan menyusul Lili kirimkan pada Luna. Kafe yang dimaksud Luna berada tidak terlalu jauh dari sekolah mereka, dan tempat itulah yang sering mereka kunjungi saat pulang sekolah untuk sekedar membeli makan dan mengobrol.

Setelah sampai di kafe, Lili lantas bertanya di mana posisi teman-temannya pada Luna. Temannya itu menjawab jika mereka berada di lantai dua. Segera saja Lili memasuki bangunan kafe yang saat ini terlihat ramai pengunjung.

"Gue kira lo gak bakal nyusulin ke sini, Li." Ucapan Indri menyambut Lili yang baru saja duduk di samping Riska.

"Gue juga sempet ragu tadi awalnya pas ngajakin dia. Tapi dia malah bales mau langsung ke sini." Luna ikut berkata yang hanya dibalas Lili dengan senyuman.

Lili hanya diam mendengarkan obrolan teman-temannya karena ia tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Namun, tak lama kemudian topik tersebut selesai diperbincangkan teman-temannya.

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang