The Savior 1

2K 78 0
                                    

WARNING!

Cerita kali ini mengandung unsur 18+. Jadi, bagi kalian yang mungkin kurang berkenan untuk membaca, boleh untuk tidak dibaca dulu cerita kali ini. Atau barang kali ada yang masih berusia di bawah 18 tahun, mohon kebijaksanaannya dalam memilih cerita untuk dibaca.
Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

---

“Berhenti sekarang atau kamu bakal menyesal.” Laki-laki itu menggeram rendah dengan suaranya yang terdengar serak.

Tak mengindahkan ucapan tadi, seorang gadis kini sedang sibuk membelai perut dengan empat kotak milik laki-laki tadi. Kedua tangannya sibuk memberikan usapan sensual pada permukaan kulit sawo matang si laki-laki yang tak tertutup baju.

“Sekali lagi aku bilang berhenti, atau aku nggak akan bisa berhenti setelah itu.” Suara si laki-laki kembali terdengar, tetapi tetap tidak membuat si gadis meninggalkan aktivitasnya.

“Jangan menyesal, aku udah peringatkan kamu.” Detik berikutnya, laki-laki tadi mendekap erat pinggang gadis yang langsung berhenti menyentuh kulit perutnya.

Dengan tatapan tajam yang terlihat sayu, laki-laki itu menarik tubuh si gadis ke atas pangkuannya. Napasnya memberat dengan pandangan yang mengarah lurus pada kedua mata gadis di depannya.

“Kamu nggak boleh bilang berhenti setelah ini.” Selesai mengucapkan itu laki-laki tadi mulai mempertemukan bibirnya dengan bibir tipis gadis di pangkuannya.

Kedua tangannya kian erat mendekap pinggang si gadis dengan gerakan bibirnya yang kian memburu. Si gadis hanya bisa pasrah dan berusaha membalas meski ia masih baru dalam hal seperti ini. Merasa tak cukup hanya dengan pertemuan bibir, tangan laki-laki itu mulai beranjak dari pinggang si gadis. Bergerak naik ke atas dan mengusap punggung yang terbalut gaun pendek.

“Aaron, apa yang kamu lakukan?!” Di tengah aktivitas keduanya, suara bariton seseorang tiba-tiba terdengar.

Si gadis segera menarik diri dari pergulatan bibir dengan Aaron. Kepalanya sontak menunduk dengan jantung yang berdetak berkali lipat lebih cepat.

“Luna, ayahmu menunggu di rumah. Jangan biarkan Aaron melecehkan kamu lagi lain kali.”

Mendengar kembali suara pria yang wajahnya sangat mirip dengan Aaron itu, Luna akhirnya bangkit dari pangkuan Aaron. Namun, tangan laki-laki itu bergerak cepat menahan pergerakan Luna agar tidak beranjak dari pangkuannya.

“Segera pulang, Luna!” Setelah seruan itu Luna kemudian memaksa tangan Aaron untuk melepas belitan di pinggangnya dan segera berdiri.

Dengan kepala yang masih tertunduk dalam dan kedua tangan yang menyatu di depan tubuh, Luna berjalan mendekati ayah Aaron dan berhenti di depan pria itu.

“Maafin Luna, Om.” Tanpa mengangkat pandangannya untuk menatap ayah Aaron, Luna lantas berjalan melewati pria tersebut.

Dan ketika Luna hampir mencapai pintu rumah, suara Aaron terdengar tajam memasuki telinganya. “Berhenti di situ atau kamu nggak akan pernah ketemu aku lagi, Luna.”

Seketika itu juga langkah Luna terhenti. Di tempatnya Aaron langsung menyunggingkan senyum miring. Laki-laki itu lantas berdiri dari posisinya yang semula duduk di sofa ruang tamu. Namun, ketika ia baru saja akan melangkah mendekati Luna, gadis itu sudah lebih dulu berlari cepat keluar dari pintu rumahnya yang terbuka.

“LUNA! KAMU BENAR-BENAR AKAN MENYESAL, LUNA!” Teriakan Aaron mengiringi langkah kaki Luna yang telah sampai di luar rumah Aaron.

Laki-laki yang masih dalam keadaan bertelanjang dada itu menggeram dengan keras. Tatapan tajamnya lalu tertuju pada sang ayah yang masih berdiri diam di tempatnya sejak tadi.

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang