Fated 2

759 44 1
                                    

Elena membuka mata dan seketika rasa sakit mendera kepalanya. Dengan pelan ia berusaha duduk sambil memegang kepalanya yang rasanya seperti tertusuk. Ia lantas melihat ruangan tempatnya berada saat ini. Takut jika ia kembali berada di ruangan usang dengan tiga pria yang menangkapnya.

Namun, ruangan ini terlihat berbeda. Meski tidak terlalu luas, tapi kasur yang ia tempati saat ini terlihat lebih baik. Adanya lemari dan sebuah meja kecil di samping pintu membuat Elena berpikir jika ini adalah sebuah kamar kos. Sesaat kemudian kedua mata perempuan itu terbuka lebar. Kamar kos milik siapa yang ia tempati saat ini?

Saat masih berpikir mengenai siapa pemilik kamar kos tersebut, pintu kamar terbuka disusul kemunculan seorang laki-laki yang tidak ia kenali. Elena segera memasang sikap waspada ketika laki-laki itu berjalan mendekati kasur tempatnya duduk sekarang. Jika pun laki-laki itu adalah si pemilik kamar, ia tetap harus waspada karena mereka tidak saling kenal.

“Makan.” Laki-laki itu berkata sambil mengulurkan sebuah plastik kresek ke depan wajah Elena yang langsung membuat perempuan itu menatap wajahnya.

“Muka lo pucet banget, badan juga lemes. Lo ambil terus makan. Gue bakal keluar dari sini.” Sekali lagi laki-laki itu berkata sambil menggoyangkan benda di tangannya agar segera diambil Elena.

Dengan ragu akhirnya Elena menerima dan langsung membuka bungkusan di dalam plastik yang berisi makanan. Kedua matanya berbinar melihat apa yang tersaji di hadapannya. Ia memang terakhir kali makan tadi pagi, dan perutnya belum kembali terisi hingga hampir tengah malam ini.

“Makasih, Bang.” Dengan senyum tulus di wajahnya, Elena berkata sebelum mulai menyendokkan nasi dengan lauk ayam goreng tadi untuk ia makan.

Laki-laki yang Elena yakini sebagai pemilik kamar itu kemudian mendudukkan dirinya di atas lantai di dekat kasur. Tatapannya fokus pada Elena yang tengah makan dengan sangat lahap. Ia bahkan takut jika perempuan itu akan tersedak jika makan dengan cepat seperti itu.

“Lo anak SMA kenapa jam segitu tadi belum pulang? Gak dicariin orang tua?” Pertanyaan itu membuat Elena melambatkan gerakan mengunyahnya.

Dahinya berkerut dalam sebelum akhirnya makanan dalam mulut berhasil ia telan. Ia lantas melihat pakaiannya saat ini untuk mencari apakah ada yang salah. Rok abu-abu dengan panjang hingga ke lutut, serta sweater putih yang membuat baju atasannya tak terlihat. Apa karena rok abu-abu yang ia kenakan sekarang membuat laki-laki itu berpikir jika ia masih anak sekolah?

“Aku udah kuliah!”

Laki-laki itu terlihat tidak percaya akan ucapan Elena. Kini pandangannya justru terlihat memindai Elena, seolah memastikan dengan mata kepalanya sendiri apakah benar perempuan yang tengah makan itu sudah kuliah.

“Lo masih pake rok abu-abu sekarang. Badan lo juga kecil. Gak cocok jadi anak kuliahan.”

Napas Elena seketika memburu mendengar kalimat tersebut. Ia tahu badannya memang mungil, tapi ia merasa tidak terima ketika laki-laki itu mengatakan dirinya tidak cocok menjadi anak kuliahan. Apa maksudnya?

Merasa kesal, Elena akhirnya kembali membungkus nasi yang tadi ia makan dengan gerakan cepat sebelum bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu. Namun, langkahnya tertahan tepat sebelum ia sampai di pintu ketika suara laki-laki tadi terdengar masuk ke telinganya.

“Lo berhenti di situ!” Suara dengan nada tajam dan terkesan dingin itu membuat Elena refleks menghentikan langkahnya.

“Ini udah tengah malem. Jangan lo coba-coba keluar dari sini kalo gak mau kejadian kaya tadi lo alami lagi. Duduk!”

Terdengar memerintah memang, tapi entah kenapa Elena hanya bisa menurut hingga kini perempuan itu telah kembali duduk di pojok kasur dengan kepala menunduk. Suara laki-laki tadi entah kenapa berhasil membuatnya hanya bisa diam tak berkutik. Selanjutnya Elena bisa menyadari jika laki-laki tadi bangkit berdiri.

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang