Part 44. Nyonya Inggit

72.1K 6.8K 511
                                    

Nyonya Inggit ikut bergabung bersama mereka, ia duduk di sofa single yang dekat dengan Gio.

"Mama, bagaimana kabarnya?" Tanya Gio saat melihat ibu dari Adhisti itu ikut bergabung bersama mereka.

Wanita paruh baya itu tersenyum,"mama, baik. Maaf ya, mama baru bisa jenguk si kembar," ucapnya.

"Gio mengerti kok, Ma." Jawab Gio seraya mengangguk memaklumi seperti apa kesibukan ibu dari mendiang istrinya itu.

Sedari tadi Inez merasa gugup, gadis itu mengalihkan pandangannya menatap Gemi saja. Mengajak gadis kecil itu mengobrol dengannya.

Gadis itu bertanya kepada Gemi mengenai mimpi buruk gadis kecil itu.

"Gemi, katanya semalam bermimpi buruk sampai membuat gadis cantik ini menangis. Kenapa, hm?" Ucapnya bertanya pada gadis kecil itu.

Gemi mengubah raut wajahnya menjadi sendu. Gadis kecil itu.dnjafi teringat dengan mimpi buruknya.

Gemi menatap wajah ibu sambungnya, lalu ia memeluk Inez dari samping.

"Jangan pergi," ucapnya dengan pelan.

Inez tertegun mendengar itu, apa gadis kecil itu memiliki firasat bahwa dirinya berniat meninggalkan mereka, pikirnya.

Gadis itu diam tak menjawab. Ia mengelus kepala Gemi dengan lembut.

Nyonya Inggit mengalihkan pandangannya, wanita paruh baya itu menatap cucu perempuannya yang sedang bermanja-manja dengan seorang wanita yang ia yakini adalah ibu sambung si kembar.

"Oh iya, Nez," ucap Gio menatap sang istri.

Inez yang dipanggil pun melirik Gio.
Pria itu tersenyum,"Nez. Kenalkan, ini Mama Inggit, ibu dari Adhisti," ucapnya memperkenalkan nyonya Inggit.

Inez mengalihkan pandangannya menatap wanita paruh baya yang kini juga tengah menatapnya.

Gadis itu tersenyum menatap nyonya Inggit. Inez melepaskan pelukan Gemi, ia bangkit dari duduknya untuk menghampiri ibu dari Adhisti itu.

Inez mengulurkan tangannya dihadapan Nyonya Inggit. Dengan senang hati wanita paruh baya itu menyambut uluran tangan itu.

"Saya, Inez. Nyonya," ucapnya memperkenalkan diri.

"Tidak usah panggil nyonya, panggil saja Mama seperti Gio," balas nyonya Inggit.

Wanita paruh baya itu mengerti bahwa Inez merasa canggung.

"Iya, Mama." Ucap Inez tersenyum hangat.

Entah mengapa ada rasa nyaman saat menatap wajah ibu dari mendiang Adhisti. Ia merasa dekat namun, ini adalah pertama kalinya ia bertemu. Apa karena Nyonya Inggit adalah ibu dari Adhisti yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri? Pikirnya.

"Ya, mungkin seperti itu," ucapnya dalam hati.

Inez kembali ke tempatnya. Ia duduk ditengah-tengah si kembar. Gama dan Gemi tampak tidak ingin berjauhan dari ibu sambungnya.

"Kamu cantik dan baik, seperti yang si kembar ceritakan," ucap nyonya Inggit memuji ibu sambung dari kedua cucunya.

Gadis itu tampak tersipu malu,"terima kasih," sahutnya.

"Ya sudah, lebih baik sekarang kita langsung makan saja," ucap nyonya Regina seraya bangkit dari duduknya.

"Iya, ma." Jawab Inez dan Gio bersamaan.

Kini, mereka melangkah menuju ruang makan. Mereka duduk dikursi masing-masing. Kali ini Inez dan Gio duduk bersebelahan.

Gadis itu mengambilkan nasi dan lauk pauknya untuk suami dan kedua anak sambungnya. Setelah selesai, ia mengambil untuk dirinya sendiri.

Giovanni's second wife [END/TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang