5. 💐Pelangi untuk Ibu💐

243 47 43
                                    





Happy reading guys


💐💐💐

Hati perempuan itu saat ini masih diselimuti oleh gundah dan segala tanya yang masih ia pendam. Mendengar banyaknya berita perselingkuhan di luar sana tak lantas membuat Shena gegabah menyimpulkan asumsi gilanya.

Namun, semakin ia biarkan. Justru ada saja hal yang malah memperkuat dugaannya tersebut.

Keesokan harinya Calvin masih membahas tentang Inez. Sementara dirinya berusaha tak menanggapi dan mengalihkan pada topik lain.

"Jadi mau dimulai kapan pembukaan petshop barunya? Udah ada calon karyawan yang kamu pilih?" Calvin sebenarnya tidak suka sifat Shena yang masih seperti ini. Sudah berulang kali ia meminta. Jika ada yang diresahkan atau sedang mengganjal di pikiran ia ingin istri satu-satunya itu membicarakan secara gamblang.

Ketika ada masalah satu sama lain, Calvin mau jika masalah tersebut dituntaskan bersama. Dikupas dan mencari jalan keluar yang terbaik sesuai permusyawaratan kedua pihak.

Usai menyendok bubur ayam, Calvin juga mencoba tak menanggapi pertanyaan Shena. Padahal sejak pulang dari rumah Bu Tania, Calvin sudah meminta baik-baik untuk membahas hingga tuntas masalah tentang Inez. Namun, Shena menolak dengan berdalih ia hanya iseng saja bertanya tentang perempuan itu.

"Nggak tau." Muka datar Calvin berhasil membuat pagi Shena sedikit murung. Alasan dirinya tak mau membahas wanita itu, hanya karena tak ingin menimbulkan pertikaian dalam rumah tangganya. Bagaimana jika ternyata memang dirinya lah yang terlalu berpikir macam-macam pada suaminya.

Sejauh yang Shena tahu setelah bertahun-tahun menjadi nyonya dalam keluarga tersebut. Sama sekali tak pernah ia dapati jika Calvin nakal. Dalam artian bermain di belakang dirinya bersama wanita lain.

Maka, Shena sekarang tidak mau jika hanya dengan dugaan tak berdasar tersebut menyinggung sang suami.

"Aku bawain bekal? Bude Mirna kemarin baru beli buah-buahan. Mau aku buatin salad?" Shena masih berusaha meredam hatinya sendiri. Ia mencoba untuk tidak termakan oleh asumsi gila yang kadang-kadang menghantui dirinya. Apalagi setelah mendengar pernyataan bahwa Inez adalah salah satu pelanggan Calvin.

Lama tak mendengar jawaban sang suami yang masih sibuk menyantap bubur ayam tanpa diaduk itu, Shena dikejutkan oleh anak laki-laki yang seketika memeluk dirinya dari belakang.

"Anak Ibu sudah ganteng. Bisa tadi pakai baju sendiri?" Shena berjongkok. Merapikan dasi kupu-kupu yang tersemat di seragam Clay.

"Bisa. Tapi Clay susah pakai ini." Tawa lirih Shena terdengar begitu Clay menunjukkan resleting celananya yang belum ditarik ke atas secara sempurna. Reflek ayah dari anak tersebut menoleh pada perempuan yang tengah tertawa.

Gaya rambut Shena yang dikuncir asal-asalan itu justru sangat menyenangkan untuk dipandang bagi lelaki yang kini mengunyah bubur sambil memperhatikan istrinya.

Begitu Shena hendak menoleh padanya, Calvin cepat-cepat memasang muka datar. Berharap Shena sadar, jika petuah dirinya untuk menyelesaikan masalah yang menerpa itu didengar. Lantas dilakukan. Ia berhak untuk mengatur rumah tangga ini. Ia berhak penuh untuk mengambil keputusan atas masalah yang terjadi dalam keluarganya.

"Udah selesai. Adek masih tidur? Kok nggak dibangunin?" Shena membawa sang putra untuk duduk. Pagi ini anak itu tidak mau sarapan dengan nasi. Hanya ingin minum susu dan telur rebus saja.

"Adek Cyci masih tidur. Tadi mau Clay bangunin malah ngorok dan nendang-nendang kakinya." Kembali tawa lirih itu memasuki pendengaran Calvin yang sudah menuntaskan sarapan paginya. Biasanya, ia akan berbasa-basi pada istrinya. Mengumbar gombalan tak jelas. Atau sekedar membantu untuk membereskan meja makan.

Pelangi untuk DYBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang