7. 💐New product💐

276 49 21
                                    






Happy reading guys



💐💐💐





Shena pikir Calvin akan mendiamkan dirinya selama berhari-hari. Jika itu benar, ia bisa saja semakin stress belum lagi mengurus kedua anaknya yang super aktif tersebut.

Melangkah ragu hingga sampai di hadapan ranjang besar bertirai satin, ia mengernyit. Menoleh pada suaminya yang hanya bersedekap santai. Meskipun masih  memasang wajah datar, tetapi Shena bisa menangkap ada sebaris senyum tipis di bibir Calvin.

"Buat nyelesain masalah." Lelaki itu berucap lebih dulu sebelum Shena bertanya. Selagi suhu dingin Kota Apel semakin menusuk tulang tanpa ampun, Shena rapatkan jaket berbahan suede-nya itu demi menghalau gigil yang kian melingkupi dirinya.

"Aku mau minum dulu." Shena berjalan cepat. Niatnya ia ingin membawa langkah menuju arah pantri berada. Namun, entah karena pikirannya membeku sebab hawa dingin atau karena senyum sebaris milik Calvin tadi membuat Shena beralih masuk ke dalam kamar mandi.

"Kamu mau minum air kran?"

Perempuan yang memeluk tubuhnya dengan kedua tangan itu keluar lagi dari kamar mandi. Sementara Calvin rupanya masih asyik  menyaksikan istrinya salah tingkah. Ia pandangi saja Shena sembari bersandar pada pintu kamar.

"Ka–kamu mau aku buatin kopi?" Gemuruh tak keruan di dada sudah mulai beraksi ketika Shena merasa sosok yang sejak kemarin menghindarinya mendekat. Mendekat di belakang tubuh kecilnya. Bahkan mencari kopi yang sudah jelas ada di depan mata, Shena kebingungan. Ia buka semua storage yang ada di situ hanya untuk mengalihkan gelenyar aneh dalam hati.

"Aku mau nyelesain masalah yang kamu buat." Suara Calvin terdengar mulai berat. Tangannya yang menganggur kini ia gerakkan untuk memberi sentuhan lembut pada pundak istrinya.

"Kamu nggak mau kopi?" Masih saja Shena menawarkan kopi meskipun di tangannya terdapat pouch teh bunga rosella.

"Aku mau ini." Kedua tangan Calvin kini dengan berani menyelinap di balik jaket premium yang dikenakan istrinya. Jika boleh jujur, Shena berhasil mendapatkan kehangatan setelah berjam-jam dikungkung oleh rasa dingin.

Ya, dua telapak tangan Calvin yang kini bersentuhan langsung dengan permukaan kulitnya di balik baju tersebut menyiptakan hangat luar biasa.

"Anak-anak. Aku mau lihat mereka dulu—"

"Kamu terlalu banyak waktu buat anak-anak. Sampai lupa sama ayah dari anak-anak mereka?" Dengan suara Calvin yang semakin memberat dan kepala lelaki itu yang dijatuhkan pada perpotongan lehernya, Shena sudah bisa menangkap apa yang tengah diharapkan suaminya.

Ia pun juga tidak lupa jika sering mendapati masalah diantara keduanya. Tempat di belakang mereka berdiri itulah yang biasa menjadi solusinya.

Jaket suede berwarna coklat tersebut terlepas. Calvin seketika mengumpat lirih hanya karena melihat tali tipis pengait baju Shena. Memamerkan bahu indah yang semakin terlihat memukau berkat cahaya lampu di atas.

"Menolak sama dengan durhaka." Shena yang baru ingin meloloskan diri dari cengkraman Calvin menjadi urung. Ia juga kepikiran apakah anak-anaknya tadi sudah tidur sungguhan? Atau ingin sekedar memastikan kamar mereka sudah terkunci atau belum.

Pelangi untuk DYBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang