9. 💐Shena dan tiga balitanya💐

379 55 30
                                    










Happy reading guys



💐💐💐

Di tengah panik yang meninggi serta rasa mual yang belum mereda sejak indera pengecapnya bertemu dengan es krim tadi, Shena berusaha mengemudikan kendaraan roda empat itu dengan sangat hati-hati. Jika ia sendirian mungkin bisa untuk menambah kecepatan laju mobilnya supaya lekas sampai di rumah sakit dimana Calvin sekarang ada di sana.

Sesekali ia melirik  Clay yang duduk anteng dengan seolah-olah bisa membaca buku dasar taekwondo yang sedang dipegang. Shena belum memberi tahu kemana mereka akan pergi. Namun, Clay tadi sempat bertanya curiga ketika mendapati raut wajah ibunya yang mendadak gelisah.

"Kamu kenapa,sih, Vin? Nggak bisa apa oper kerjaannya ke orang-orang kamu bentar," monolognya resah. Memasuki perempatan jalan raya, ekor matanya melirik pada spion mobil dan berhati-hati saat membelokkan setir ke arah kanan.

Shena masih merasai ada gejolak hebat dalam perutnya selagi dalam perjalanan. Namun, rasa itu sepertinya ditimbun langsung oleh kekhawatiran Shena yang kian meningkat membayangkan hal aneh-aneh terjadi pada suaminya. Benar, kan. Pikirannya semakin kemana-mana di saat panik itu terus tanpa ampun menyerang.

Sampai pada parkiran sebuah rumah sakit. Ia turun dengan tergesa-gesa. Meskipun mual semakin tak bisa diredam, ia tetap menahannya dengan memijat pelan perut ratanya.

"Nggak biasanya kamu sakit sampai begini," ucapnya lirih. Baru sampai pada sebuah ruang informasi, Shena memejamkan mata. Mendesis pelan karena sadar Clay masih tertinggal di mobil.

"Astaga, anakku." Membawa langkahnya cepat, Shena akhirnya berhasil sampai pada di mana mobilnya ia parkir. Ia temui Clay yang hanya menampilkan raut bingung. Shena bernapas lega, tersenyum pelan lalu mengajak Clay keluar sembari mengucap maaf.

"Ibu lupa nggak bawa Clay turun. Maaf, ya?"

"Ibu lagi banyak pikiran,ya?" Hati Shena sontak mencelos mendengar pernyataan polos putranya. Dari mana Clay bisa mendapatkan kalimat seperti itu? Bagaimana juga Clay mampu memahami dirinya meski ia berusaha sebisa mungkin tampil biasa seolah tak pernah terjadi apa-apa.

"Enggak,kok. Ayo turun." Anak itu melihat ke atas. Ia tahu tempat yang dituju sekarang adalah rumah sakit. Namun, untuk sekedar bertanya untuk apa kesini ia urungkan karena Clay merasa ibunya sedang banyak pikiran.

Awalnya Shena menggandeng anak laki-laki itu dengan erat untuk mengikuti langkahnya supaya tak tertinggal. Namun, lagi-lagi sikap manis sang putra membuat hati Shena menghangat. Ia penasaran terbentuk dari apa hati si kecil itu.

Clay justru balik mengeratkan genggamannya pada tangan sang ibu, lalu menuntun Shena dengan semangat. Tanpa anak itu tahu, air mata Shena sudah hampir meleleh sebab kembali mengenang bagaimana ia dulu sangat egois dan tega meninggalkan Clay saat masih bayi.

Tak perlu bertanya pada petugas di bagian informasi dimana suaminya dirawat, Shena sudah dijemput di lobi oleh Pak Yadi. Sopir Calvin yang tadi mengabarkan bahwa Calvin masuk rumah sakit.

Raut resah jelas tak bisa bersembunyi pada wajah Shena yang sedikit lesu dan tak bugar walaupun ia sempat memberi sentuhan make up hari ini.

Melihat Calvin yang diberi infus dan tengah terpejam di sebuah brankar, Shena menahan diri agar tidak mendapat panik dan khawatir yang lebih menggila lagi. Untungnya ia bisa mengandalkan Pak Yadi untuk membawa Clay sebentar membeli camilan diluar.

Pelangi untuk DYBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang