10. 💐Penjemput misterius💐

160 30 7
                                    

Sudah menjadi hal yang biasa melihat tiap jalanan di Surabaya selalu dipadati oleh berbagai macam kendaraan. Terlihat di sisi sebelah kanan, motor serta mobil juga angkutan umum saling berebut untuk berjalan lebih dulu melewati rel kereta api. Karena jika transportasi yang panjang mengular itu hendak melintas, mereka para pekerja pasti akan terjebak macet lebih lama.

Di dalam sebuah mobil yang terdengar lagu dari pinfonk, seorang anak kecil yang duduk di car seat tampak antusias melihat kereta api di belakang mereka, karena tadi sang pengemudi berhasil melewati rel sebelum kereta datang.

“Daddy! Kereta itu panjangnya berapa?” Calvin meletakkan sebentar earphone yang tadi dipasang pada telinganya sebelum menjawab pertanyaan sang putra.

“Nanti coba Daddy tanyakan sama masinisnya ya, Sayang.” Ia jawab seperti itu sebab mana mungkin Calvin tau ukurannya. Palingan sang anak juga hanya sebatas penasaran saja. 

“Kalau halganya belapa, Daddy? Satu milyal atau dua milyal?” Calvin yang tengah membelokkan setir ke arah kanan dibuat tertawa oleh pernyataan lain dari Cysa. Iya, pagi ini anak bungsunya yang super aktif itu seharusnya tetap berada di rumah dengan Ibu, Nenek, juga Kakeknya. Sejak dinyatakan istri satu-satunya dari Calvin Yudistira mengandung untuk yang ketiga kali. Keluarga besar lebih sering menginap di rumah. Pasalnya, selama kehamilan Shena dalam waktu seminggu ini. Perempuan itu sering pingsan. Tidak seperti dulu saat mengandung dua anaknya. 

Jadi saat Calvin bekerja, setidaknya ada keluarga yang berjaga-jaga. 

“Harganya mahal, Nak. Kenapa? Cyci mau beli kereta buat adek bayi nanti?” Anak perempuan yang dikuncir satu oleh pita besar berwarna biru tua itu sontak mengangguk antusias. Karena kerewelannya hari ini yang tidak dapat diatasi lagi selain oleh Daddy-nya, terpaksa Calvin mengajak Shena versi mini itu untuk ke tempat kerja. 

Daripada di rumah semakin membuat Shena kepikiran dan akhirnya menjadi stress pada kehamilan mudanya. 

“Iya, Cyci mau beli yang walna ijo!” jawab anak itu setelah memasukkan dot berisi susu formula ke dalam mulutnya. 

“Emang Cyci punya uang buat beli kereta?”

“Kan pakai uangnya Daddy. Banyak,kan,uangnya segudang!” Celoteh Cysa pagi ini sudah cukup membuat perut Calvin terasa kenyang meskipun tadi pagi hanya sempat memasukkan satu buah roti panggang ke dalam mulutnya. Ia tak menanggapi secara serius, meskipun yang dibeberkan anaknya itu langsung dia Amini dengan khusuk dalam hati. 

“Iya boleh deh. Kalau Kakak juga mau beli kereta?” Calvin melihat keadaan belakang melalui spion mobil. Setelah itu barulah ia menancap gas untuk menyeberang. Menuju ke sebuah bangunan yang mana itu adalah sekolahan putranya. 

“Clay mau beli pesawat sama roket.”

“Wah keren banget Clay. Pake uang Daddy juga?”

Clay sudah bersiap-siap untuk turun. Ia tersenyum senang setiap kali mendapati teman-temannya dari dalam mobil. Anak itu kemudian menjawab, “Enggak, Daddy. Nanti Clay bekerja dulu jadi peternak kucing. Terus dapat uang deh.”

Kali ini Calvin yang tersenyum bangga. Ia seperti melihat dirinya sendiri di masa kecil. Tanpa perlu melakukan tes DNA pun, sudah jelas sekali bahwa bocah ganteng itu adalah keturunannya. Yang pada saat masa kecilnya dulu sudah ditempa oleh masalah-masalah hebat apalagi sejak dalam kandungan.

“Cyci juga mau jadi petelnak, Daddy!” seloroh Cysa saat sudah berada dalam gendongan Calvin yang siap mengantarkan Clay masuk ke tempat belajarnya. Ia tahu, anak perempuannya pasti juga tidak ingin kalah dari sang kakak untuk terlihat keren di depan dirinya. 

Pelangi untuk DYBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang