07. Jisung

1.5K 147 1
                                    


***

Sinar matahari sore tampak lembut menerpa wajah seorang pemuda yang sedang berjalan di pinggir trotoar. Renjun, memutuskan untuk pulang berjalan kaki walaupun tahu jarak dari sekolah dan rumahnya lumayan memakan waktu.

Renjun ingin menikmati suasana sore, tanpa harus memikirkan masalahnya, apa yang akan ia lakukan esok hari dan berbagai hal lainnya. Ia hanya ingin hidup di masa kini, memandang indah kota kelahirannya dengan sejuta rasa syukur.

"Waahhhh...." Puji Renjun melihat keelokan pemandangan dari tempatnya berdiri.

Semilir angin menyentuh helaian rambutnya, Renjun memejamkan matanya sembari menghirup dalam udara dataran tinggi yang menyejukkan, ia tidak menyadari eksitensi seseorang di belakangnya hingga.

"Bang Injun?" Panggil pemuda itu.

Renjun menoleh mendapati Jisung di belakangnya tersenyum, "Ji? Ngapain disini? Gak ke cafe Bang Echan?" Tanya runtut.

"Loh, Bang Injun gak tau? Ini kan emang lingkungan rumah Ji. Hari ini ada acara keluarga, jadi paling nanti telat datang ke cafe, udah izin ke Boss kok. Bang Injun sendiri ngapain?" Jisung mendekat ke sebelah Renjun.

"Ah, gitu. Kebetulan lagi pengen jalan-jalan aja sih, jadi ngambil rute yang muter." Jelas Renjun, pemuda itu kembali memandang ke depan.

Jisung mengikuti arah pandang Renjun, pemuda itu tampak sedang memandangi sekelompok orang tengah menyantap makanan, ada ayah, ibu dan tiga orang anak remaja seusia mereka.

"Punya keluarga yang lengkap itu susah ya Ji?" Ucap Renjun tiba-tiba.

Mendengar itu Jisung menunduk, "Punya keluarga yang lengkap itu sebenernya gak susah Bang, tapi perasaan memilikinya yang susah."

Pemuda itu menghela napas sebelum melanjutkan ucapannya, "Selama ini Ji selalu pengen ngerasain gimana rasanya punya sosok ibu buat Ji. Sampai akhirnya papa mutusin nikah lagi, Ji akui kalau ibu barunya Ji baik, baik banget. Tapi itu gak merubah fakta kalau masih ada jarak diantara kita."

Renjun tahu betul bagaimana rasanya merindukan sesuatu yang tidak pernah ia punya, memandang iri pada orang-orang yang cukup beruntung memilikinya. ia mengusap bahu Jisung menenangkan.

"Terkadang kita harus berusaha lebih keras untuk membangun suatu hubungan. Ibaratnya sebuah gedung punya pondasi yang kuat. Dalam hubungan pun harus didasari kepercayaan dan keterbukaan sebagai dasar yang kokoh."

Jisung memainkan jari-jarinya, merasa apa yang dikatakan Renjun ada benarnya. Hampir setahun kedatangan ibu angkatnya, Jisung sadar jika ia terlalu tertutup dan tidak pernah ada usaha untuk mencoba lebih dekat dengan ibunya.







***

Matahari sudah semenjak tadi meninggalkan tempatnya, namun Jisung masih diam berdiri di sana sendirian, memikirkan semua perkataan Renjun tadi. Beberapa menit ia termenung hingga ia memutuskan untuk pergi pulang.

Ceklek!

"Ji Pulang!" Teriak Jisung memasuki rumah.

"Eh anak papa udah pulang, udah makan belum Nak?" Sapa ayah Jisung, ia menghentikan kegiatannya dan menghampiri anaknya.

"Belum Pah. Tapi Ji lagi pengen sate nih, kayanya makan satenya mang Eri malem-malem gini en-." Belum selesai Jisung berucap, terdengar suara khas wanita dari dapur.

"Makanan siap!"

Seorang wanita cantik keluar dari dapur masih mengenakan celemek, Jisung tersenyum kaku. Suasana yang hangat di antara ayah dan anak itu hilang, digantikan canggung.

Ketiga orang itu diam sembari mencoba menikmati makanan mereka masing-masing, Papanya yang duduk di hadapannya bersebelahan dengan sang istri. Jisung hanya diam tidak mengeluarkan suara apapun selain suara yang timbul saat dirinya mengunyah.

Sebelum kedatangan Tante Winda, biasanya Jisung akan berceloteh banyak bersama ayahnya dan beberapa kali melemparkan candaan di meja makan. Namun kini, hanya suara dentingan piring dan sendok yang terdengar.

"Gimana Ji? Sesuai sama selera kamu gak makanannya?" Tanya Winda.

"Enak kok Tan." Jawab Jisung seadanya.

Winda hanya tersenyum hambar mendengar Jisung yang masih memanggilnya dengan sebutan tante, matanya tak lepas dari perilaku anak angkatnya yang hanya makan sedikit, sangat berlawanan dengan ucapannya tadi.

"Omong-omong, kamu udah mulai main cewek belum nih?" Goda sang ayah mencairkan suasana.

"Mainnya belum pah, kalau dimainin sama cewek sering." Ucap Jisung diiringi tawa.

Kedua ayah dan anak itu tertawa lepas, tidak menyadari salah satu diantara mereka hanya tersenyum miris merasakan perbedaan sikap Jisung pada Ayah dan dirinya yang sangat berbeda. Jisung terlihat nyaman dengan ayahnya, dan kembali canggung jika ia bergabung.

"Ah iya Ji, Papa lupa mau bilang ini sama kamu. Minggu depan, papa mau ada urusan kerjaan ke luar kota, kamu gak papa kan kalau berdua sama Mama kamu?" Tanya ayahnya.

"Gak papa kok pah."

"Temenin mama kamu, jangan ke cafe terus." Ucap Ayahnya.

Jisung hanya terkekeh mengiyakan, mereka tidak tahu jika alasannya mulai bekerja di cafe adalah karena kedatangan tante Winda. Jisung merasa canggung jika hanya berdua dengan ibu angkatnya di rumah dan memutuskan untuk bekerja.







***

"Jadi kamu mau mengajukan cuti seminggu kedepan?"

Haechan dan Renjun tengah berhadapan di ruang manajer. Renjun sudah memutuskan untuk mengambil cuti selama seminggu untuk mencari ibu kandungnya, selama ini juga ia tidak pernah bolos kerja, maka dari itu ia berniat memakainya sekarang.

"Iya Bang, saya ada urusan pribadi minggu depan." Jelas Renjun.

Sedikit banyaknya Renjun berharap agar Bosnya itu mau menyetujui permintaannya. ia memandang pria itu penuh harap hingga Haechan mengangguk pasrah.

"Ya sudah, tapi minggu ini berarti kamu harus kerja sampe cafe bener-bener tutup."

Renjun mengangguk mantap, tidak masalah baginya. Karena jadwal tutup cafe hanya selisih satu jam dari jam kerja biasanya. Setelah kepergian Renjun, Haechan merogoh ponselnya untuk menghubungi seseorang.


Satu minggu itu Renjun benar-benar merasa lelah, karena selain banyaknya tugas yang harus ia kerjakan sebagai tambahan nilai ulangan tengah semesternya yang buruk. Ia juga harus bekerja full di cafe.

Tidak jarang sakit kepalanya kambuh karena ia terlalu lelah, namun ia memantapkan hatinya Renjun tidak akan menyerah hingga ia bisa menemukan ibu dan ayahnya. Seperti sekarang, Renjun sedang mengelap meja cafe entah yang kesekian kalinya.

"Istirahat Bang." Ucap Jisung.

"Tadi udah Ji, gapapa kok. Oh iya. Awas ya! Jangan bilang yang aneh-aneh sama Nana, dia baru sembuh kemarin." Ucap Renjun.

Jisung yang sudah mengetik pesan, menipiskan bibirnya dan mulai menghapus. Kenapa Renjun tahu sekali apa yang akan ia lakukan?



tbc


Mau ngingetin, ini angst.

semoga authornya gak mabok dan tiba-tiba oleng jadi komedi.

sekian.

Luka -Renjun ft. NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang