***
17 Tahun kemudian...
Seorang siswa dengan badge osis tampak sedang menikmati waktu istirahatnya bersama dengan teman-temannya, seragam itu tampak kusut dengan dua kancing atas yang sengaja dibuka, dan dasi yang hilang entah kemana. Ia adalah Renjun, anak laki-laki yang diasuh oleh pasangan Soni dan Ratna kini sudah sebesar ini.
"Ada Pa Budi! Pa Budi! HEH CEPET BERESIN!"
"Anjing! Masukin Kartunya ke kolong meja aja CEPET!" Ucap salah satu siswa.
Saat Situasi sedang kacau karena kedatangan guru bernama Pa Budi itu, tampak seorang siswa yang terus menerus mengobrak abrik tas gendongnya mencari sesuatu dengan napas pendek, ia kesulitan bernapas.
Renjun menyadari itu dan menghampirinya, ia menarik tas milik pemuda itu dan mengeluarkan semua isinya di atas meja tanpa tersisa, hingga sebuah benda yang mereka cari jatuh tergeletak. Dengan segera Renjun mengambilnya dan meraih tangan siswa yang sedang kesulitan itu untuk membantunya.
"Tenang Na! Tarik napas, buang. Tarik, buang huuuhhh." Ujarnya sembari mempraktekkan.
"U-udah bisa Njun, hahhh hah." Pemuda yang dipanggil Na itu mengangkat jempolnya tinggi.
Renjun menghela napas lega, ia mengelus surai Nana sembari membisikkan kata-kata pujian, karena berhasil mengatasi asmanya dengan baik. Ia memeluk tubuh pemuda itu hangat. Nana adalah sepupu sekaligus sahabatnya yang paling dekat dengan dirinya.
"Njun lu dipanggil Pa Asep tuh!" Teriak seorang siswa dari balik pintu kelas.
Pemuda itu melangkahkan kakinya lesu, jika pa Asep sudah memanggilnya itu berarti ia harus segera membayar uang sppnya bulan ini. Renjun merapikan bajunya yang sedikit berantakan dan menarik sembarang dasi yang berada di meja depan kelasnya.
Tok Tok
"Permisi Pa? Bapa manggil saya?" Tanya Renjun sopan.
Pa Asep tampak memegang beberapa lembar kertas putih di genggaman tangannya, Renjun memainkan kukunya untuk mengusir rasa gugup yang mendera. Pria di hadapannya itu menghela napas sebelum meletakkan kertas itu di atas meja dan menatapnya serius.
"Nak Renjun tau, sudah dua bulan ini kamu belum melunasi spp?"
Pemuda itu menunduk, "Iya, saya tau pa. Tolong kasih saya kesempatan, saya akan lunasin semua sebelum akhir bulan ini pa."
Pria tua di hadapannya itu memijat keningnya, "Yasudah, bapa kasih waktu sampai akhir bulan ini ya. Kalau belum juga, kamu panggil orang tua kamu ke sekolah, biar bapa obrolin lagi sama mereka."
Mendengar itu Renjun mengangguk lalu beranjak keluar dari ruangan Pa Asep. Apa hidup memang sesulit ini? Karena Renjun rasa dirinya hampir saja menyerah, bahkan dengan segala pekerjaan paruh waktu yang ia ambil belum cukup untuk memenuhi semua kebutuhannya.
Jujur saja Renjun lelah dengan ini semua, tubuhnya terasa remuk karena terus menerus ia gunakan tanpa jeda, ia mengambil 2 pekerjaan paruh waktu sekaligus yang mana membuat kantung matanya tampak menghitam karena kekurangan tidur.
Apakah keluarganya tidak membiayainya? Jawabannya adalah iya, mereka memberi uang saku pada Renjun, namun tidak pernah ia sentuh barang sedikit pun, ia tidak mau menjadi beban keluarganya. Karena ia sadar bahwa ia bukan siapa-siapa.
"Apa gue harus minjem ke Bang Echan dulu ya?" batin Renjun
"Hahaha, bisanya ngerepotin mulu hidup lu njun, njun."
Sebelum dirinya tepat memasuki kelasnya, Renjun membenahkan raut wajahnya, mengangkat sedikit sudut bibirnya dan kembali mengacak seragamnya menjadi berantakan. Ia memasuki kelas sembari tersenyum melambai ke arah sepupunya juga beberapa tman-temannya.
"Apa kata pa Asep Njun?" Tanya Nana.
Renjun hanya menyengir, "Si bapa minta tolong dibeliin baso tadi."
"Hahahaha, kemarin minta es doger, sekarang baso. Kenapa guru-guru suka banget nyuruh lu sih?" Ucap salah satu temannya sembari menggeplak bahu Renjun.
"Maklum, murid kesayangan." Ucapnya sombong.
"Jiakh, murid kesayangan katanya. Kalau murid kesayangan mah gak bakal di suruh-suruh lah njir."
"Iri bilang boss."
Tak apa kan? Tak apa jika Renjun tidak mau orang-orang yang ia sayangi mengetahui yang sebenarnya. Walaupun ia tahu jika Nana memandangnya curiga saat itu, Biarlah, ia tidak mau dikasihani soal ini. Lagipula ini hanya masalah sepele kan?
***
Renjun menatap malas saat ia menemukan kakaknya sudah menyender tubuh menunggu di depan pintu kosan miliknya. Melihatnya datang, Mark menatap remeh pada Renjun ia mengeluarkan sebuah amplop coklat lumayan tebal dan melemparnya ke arah waja Renjun,
"Ambil. Dari mama." Ucapnya singkat, lalu pergi meninggalkannya tanpa menunggu jawaban.
Sialan, Renjun merasa rendah sekarang. Ia mengusap pangkal hidungnya yang terasa ngilu akibat terbentur tumpukan uang yang tidak sedikit itu. Ia hendak kembali mengejar Mark dan melemparkan uang itu kembali tepat di wajahnya, namun niat nya urung. Mark telah menghilang pergi.
Tidak ada gunanya juga bila ia mengejar sekarang, yang ada ia bisa telat datang ke cafe Bang Echan. Maka dari itu Renjun memutuskan untuk menyimpan uang itu dalam lemari pakaiannya bersamaan dengan setumpuk kartu yang diberikan mama dan papanya.
***
"Tumben telat Njun." Tanya rekan kerja renjun di cafe.
"Iya nih, tadi ada urusan dulu sebentar. oh iya kak, Bang Echan ada di ruangannya gak ya?" Tanya renjun pada wanita itu.
"Ada. Tapi tadi orang tuanya datang, bikin rusuh di sini. Jadi kayaknya mood si boss lagi gak bagus kalau ditemuin sekarang." Jelasnya.
Seharusnya Renjun menuruti perkataan wanita tadi, seharusnya ia tidak memaksa masuk saat mood Haechan sedang tidak bagus. Pemuda itu mengingat kembali kejadian beberapa menit yang lalu saat ia hendak membicarakan masalah gajinya.
Haechan habis-habisan memakinya dengan kata-kata yang menusuk hati, bahkan kini pelipisnya sudah bercucuran darah selepas bosnya itu melempar gelas kaca padanya dengan penuh emosi.
'Dasar gak tau diuntung!'
'Kerja aja yang bener, mau makan gaji buta kamu!'
'Ck. Apasih yang bisa diharepin dari anak kurang didikan kayak kamu!'
Renjun tertawa hambar, benar juga. Ia memang anak kurang didikan, yang tidak tau diri. Buktinya kata-kata itu bukan hanya terlontar sekali dua kali dari mulut bosnya. Tantenya dan sepupunya Jeno pun beranggapan sama.
Apa ia memang seburuk itu?
Saat sedang mengantar salah satu pesanan pelanggan, tiba-tiba saja kepala Renjun berdenyut nyeri membuatnya oleng dan tak sengaja menjatuhkan satu gelas berisi kopi panas, airnya menyiprat pada kaki seorang pria yang sedang duduk disana.
"Arrghh!, SIALAN! kau membuat sepatuku kotor brengsek!" Pria itu mencengkram kerah baju Renjun. Pemuda itu hanya pasrah karena sakit di kepalanya belum juga mereda.
Haechan keluar dari ruangannya mendengar adanya keributan, ia menatap renjun yang menundukkan kepalanya dengan tatapan tajam. Ia melayangkan sebuah tamparan pada pemuda itu.
"Renjun, kamu bener-bener ngga guna ya, gitu aja gak becus!" Maki Haechan.
Renjun tidak membalas perkataan haechan, ia hanya terus menunduk dan menyembunyikan tangannya yang melepuh dibalik tubuhnya. Perkataan haechan entah mengapa terasa lebih menyakitkan dibanding perih tangannya yang terkena cairan panas kopi.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka -Renjun ft. NCT DREAM
FanficKedatangannya adalah sebuah malapetaka, kehadirannya menyakiti orang sekitarnya. Lalu Renjun harus apa? Apa ia harus menghilang agar semua orang bahagia?