13. Ibu (Part 2)

1.5K 137 8
                                    


***

Tanpa Renjun sadari, dirinya sudah menghabiskan sisa waktu cutinya dengan terbaring tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit, melupakan semua perkataan menyakitkan yang ibu kandungnya ucapkan. Apa ia harus terus berusaha terhadap ibunya? Atau biarkan saja wanita itu menjadi orang asing yang berjasa bagi Renjun.

Dirinya tidak diinginkan, bahkan oleh ibunya sendiri. Lalu apa alasan ibu mempertahankannya tujuh belas tahun yang lalu jika saja ia tidak mau Renjun hadir di setiap hari-hariya?

"Bang, Renjun pengen banget ketemu sama ibu, tapi kayaknya ibu gak mau." Renjun yang sedang disuapi oleh Mark menghentikan kunyahannya.

Mark meletakkan piring berisi bubur di tangannya, ia memandang Renjun tidak tega. Pasalnya, Kini ia tidak lagi melihat binar di mata sang adik kala mengatakan sesuatu tentang ibu kandungnya.

"Njun, Manusia itu rumit. Mungkin ibu kamu lantang nolak kehadiran kamu, tapi pasti ada setitik rindu yang beliau tujukan buat kamu. Abang gak mau kamu putus harapan soal beliau, juga gak mau kamu terlalu berharap nantinya. Kalau lagi-lagi dia ngecewain kamu, tolong jangan ragu buat datang ke pelukan abang, abang selalu siap jadi tempat pulangnya kamu." Mark mengelus lembut surai Renjun, ia tulus mengatakan itu.

"Bang, Injun udah gak tau lagi gimana cara berterima kasih ke abang. Selama ini Injun terlalu buta sama kasih sayang abang yang sebesar ini. Injun janji bakal selalu jadiin abang sebagai orang pertama disaat Injun ngerasa senang juga sedih."

Jarak kakak beradik itu kian menipis, tidak ada lagi kata gengsi untuk menunjukkan perhatian satu sama lain. Sisi Mark yang lain, yang bahkan hingga kini masih Renjun tidak percayai adala-

"Njun..., udah abang bilang. Kalau makan itu di abisin, ini tiga suap aja ngga ada kayanya. Kamu mau sehat ga sebenernya?!" Omel Mark.

Ya, Mark adalah orang yang sangat bawel, selalu saja mengomentari hal-hal kecil.

Renjun bersyukur sekali memiliki Mark di sisinya, setidaknya dengan itu ia bisa sedikit melupakan kesedihannya tentang sang ibu.

***

Sore itu, Renjun pergi mendatangi alamat ibu yang ia dapatkan. Sebuah desa di pinggiran kota dengan lingkungan yang masih asri, ia tentu tidak lagi berusaha sendirian. Di hadapannya, ada Mark yang tengah asik menyeruput kopi hitamnya.

Mereka depan salah satu minimarket dalam perjalanan, alasannya? Tentu saja karena Mark mengantuk, perjalan dari kota menuju kemari menghabiskan waktu berjam-jam, dan Renjun tidak bisa menyetir.

"Enak ga Bang kopinya?" Tanya Renjun memecah hening.

Mark menyodorkan gelasnya," Nih, cobain."

Tanpa pikir panjang, Renjun menyingkirkan segelas susu coklat panas yang sedang dinikmatinya. Ia penasaran dengan rasa minuman milik Mark.

Sluurpp...

"..."

"HOEKK UHUK-UHUK!" Sungguh reaksi yang amat terlambat.

Ternyata rasanya lebih buruk daripada meminum obat-obatan. Pahitnya menggigit lidah, dan ampas yang ikut tertelan membuat Renjun tersedak.

Mark melihat itu mengambil alih kembali kopinya, ia juga menggeser segelas susu yang Renjun singkirkan kembali ke tempat semula. Dirinya pikir, Renjun memang sedang masa pertumbuhan sehingga lebih baik minum susu.

"Abisin, terus kita jalan lagi." Perintah Mark.

Beberapa menit setelahnya mereka sudah beranjak untuk pergi, namun Renjun kehilangan keseimbangannya hingga hampir terjatuh jika saja Mark tidak menahan lengannya.

"Kamu gapapa Njun? Pusing?" Mark menuntun Renjun duduk di kursinya semula, ia berjongkok menghadap Renjun sembari menyodorkan kayu putih yang selalu ia bawa.

"'Gapapa Bang, kaget aja tadi mau nginjek ranjau, tapi gajadi." elak Renjun.

"Hahaha, bisa aja kamu. Yaudah, kita jalan lagi ya." Mark menuntun renjun pergi ke tempat mereka memarkirkan kendaraan beroda empatnya.

Sejujurnya, Penglihatan Renjun kian memburuk. Ini adalah kesekian kalinya ia terjatuh tidak melihat adanya batu di depannya sehingga tersandung. Belum lagi tubuhnya terasa sulit dikendalikan.

Mungkin tubuhnya belum sepenuhnya pulih dari benturan kemarin. Pikir Renjun.

Ceklek.

Mark membuka pintu mobilnya, menatap sekeliling rumah lalu pada secarik kertas yang berada di genggamannya bergantian.

"H-42... H-43." Ucapnya mendikte setiap nomor rumah yang berada disana. HIngga matanya sampai pada sebuah rumah sederhana dengan nomor H-44 tampak berbeda dari yang lainnya.

Tanaman rambat sudah hampir memenuhi seperempat bagian depan rumah, jendela kaca depan pecah dan pintu yang hampir copot dari engselnya. Dari penampilan saja Renjun sudah tidak berharap banyak, sepertinya rumah itu sudah lama tidak diurus. 

"Bang..."

"Gapapa-gapapa, abang bakal nyari tau ke warga sekitar. Kamu diem aja di mobil ya, panasnya lumayan soalnya." Ujar Mark .

Renjun tidak banyak protes, setelah mencari tempat teduh untuk parkir, Mark keluar dengan Mobil dibiarkan menyala, berpesan agar adiknya itu beristirahat. Ia berjalan kesana kemari mengetuk pintu rumah yang ada di sekitar sana untuk bertanya.

Dilihat dari sudut pandang Renjun, Mark terlihat sangat bekerja keras. Pemuda itu menyeka setetes air mata yang jatuh dari sudut matanya, baru kali ini ia mendapat perhatian seperti ini, dan Hatinya menghangat karenanya.

Ia menyalakan radio untuk menghilangkan rasa suntuknya menunggu.

I close my eyes
Only for a moment and the moment's gone

All my dreams
Pass before my eyes, a curiosity

Dust in the wind
All they are is dust in the wind

Renjun menyandarkan tubuhnya ke kursi matanya terpejam, tangannya ia bawa untuk mengelus surainya sendiri. Mengatakan banyak kata menenangkan seperti, semua akan baik-baik saja, tidak apa-apa, jangan menyerah.

Hingga sebuah tangan ikut bergabung, sontak saja Renjun menoleh. Mendapati Mark yang entah sejak kapan sudah ada di sebelahnya.

"Kenapa berhenti?" Tanya Mark.

"Renjun anak baik, adik yang paling abang sayang. Makasih hadir di dunia ini, jangan sedih lagi, abang bakal selalu ada di samping kamu sampai kapan pun. Jangan nyerah ya? Kita cari kebahagiaan sama-sama."


20 Agustus 2023

16:00 Sore

Saat ini, ditemani dengan musik dari radio yang mengalun. Pertama kalinya aku merasa menjadi manusia yang amat berharga. Akan aku umumkan pada dunia bahwa aku tidak lagi takut, kini aku punya Bang Mark di sisiku.

Ah, satu lagi hal lagi yang perlu aku tulis disini. Sesuatu mengenai ibu, ternyata ibu mengganti namanya menjadi Winda. Setidaknya ada sedikit kesempatan untuk bertemu dengannya lagi.


-Renjun



tbc


Kritik dan saran

Terima kasih yang sudah menyempatkan membaca ❤️

Sekian.

Luka -Renjun ft. NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang