🦑 09 🐟

14.6K 1.6K 68
                                    

Raisa berkali-kali berdecak sebal saat Pak Rengga mengatakan bahwa pertengkaran kali ini memang salah Reksa dan Noval, sedang Drian adalah korban. Tak hanya itu Arion juga memaksa Drian mengatakan semua kelakuan Reksa dan Noval.

Yang bisa dijawab oleh Drian pun hanya kejadian tadi pagi. Levan tidak memberikan ingatannya pada Drian, maka dari itu Drian tidak bisa menjawab banyak.

Tak berakhir di situ, Arion meninju Raka karena pria itu hampir menampar Drian. Bahkan Raisa hampir terkena tamparan Arion jika Drian tak menghentikan sahabatnya itu.

Sahabat atau ayah?

"Putra bungsu Zavier Gerald Dafael tidak sebaik rumornya," celetuk Steven setelah Drian berhasil menghentikan tamparan Arion.

Arion mengabaikannya, ia duduk di sebelah Drian dengan tangan kanan digenggam erat oleh remaja itu.

Eh remaja kah?

"Atau jangan-jangan karena kematian Adrian? Ah, bukankah Anda penyebab kematian Adrian, dosen di universitas Dafael, Tuan Arion?" tanya Steven dengan tatapan merendahkan.

Arion terdiam, bahkan memalingkan mukanya, tak mau menghadap sang lawan bicara. Tatapannya menyendu, netranya berkilat hendak menangis.

"SIAL! BERANINYA LU NGOMONG GITU!!"

Bukan, bukan Arion yang berteriak. Drian yang reflek menyahuti perkataan Steven.

Sungguh, ia tak pernah berpikir bahwa Arion yang menyebabkan dirinya jatuh dari gedung perusahaan waktu itu. Kenyataannya Drian yang salah karena reflek menolong Rose yang tololnya minta ampun.

"Beraninya lu nuduh sembarangan sedangkan mata lu gak lihat kejadian aslinya!" seru Drian emosi. Arion mencekal tangan Drian yang hendak menghampiri Steven.

"Sudah, biarkan anjing itu menggonggong sepuasnya," ujar Arion sembari tersenyum paksa.  Walaupun hati moengilnya tersentil ucapan Steven tapi melihat Drian membelanya saja sudah membuatnya lebih baik.

Oh, jangan ditanya bagaimana bisa Arion berucap seperti itu. Ya diajarin Drian lah.

"Kau benar-benar kurang ajar pada yang lebih tua, Arion!" geram Steven, mengabaikan embel-embel kesopanan yang harusnya ia imbuhkan di nama Arion.

"Hm. Kau benar Kakek tua, aku memang tidak sebaik rumornya," balas Arion sembari tersenyum miring.

"Pak Rengga, berikan skorsing pada mereka, termasuk putraku!" perintah Arion pada Pak Rengga. Arion menggendong Drian keluar dari ruang BK meskipun Drian me-reog brutal.

"AWAS AJA LU, NOVAL, REKSA!!"

Noval meringis mendengar teriakan membahana Drian, sedang Reksa menatap lekat pada pintu yang sudah dilalui Arion dan Drian.

Entah kenapa perubahan Adrian membuat Reksa merasakan kekosongan.

🦑🦑🦑

Arion menghentikan langkahnya ketika melihat Athan berdiri di depan ruang BK. Drian turun dari gendongan Arion setelah berhasil memaksa pria itu.

Athan menghampiri mereka dengan raut cemas.

"Drian gak apa-apa 'kan?" tanya Athan khawatir. Pemuda itu memutar-mutar tubuh Drian, memastikan bahwa Drian tak terluka selain di wajahnya.

"Tenang, santai. Cuma lebam ini doang kok!" ujar Drian sembari menunjuk wajahnya.

"Gak usah khawatir." Gemas akan ekspresi Athan yang nampak lucu di matanya, Drian refleks mengacak rambut Athan.

"Huh?"

My Best Friend is My DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang