Bab 1: Morado Kananta

118 9 2
                                    

"Kalau kau hebat, maka temukan aku!"

Fokus anak itu buyar. Ia berbalik, menyaksikan seorang anak perempuan sebayanya tampak setengah berlari, lalu tubuhnya menghilang di ambang pintu. Kini, tinggal anak laki-laki itu sendiri, duduk di dalam kamarnya. Ia memandang kosong ke arah gedung-gedung tinggi yang dikelilingi oleh mobil-mobil. Anak laki-laki itu berdiri, menjadikan gedung-gedung tinggi itu hanya setinggi lututnya. Ia memutar tubuhnya, menghadap pintu yang terbuka. Ia terlihat tidak tertarik untuk mencari keberadaan temannya. Anak laki-laki itu kembali duduk menghadap hiruk-pikuk kota mainan yang dengan susah-payah telah dibuatnya.

Anak itu memegang sebuah mobil mainan merah, salah satu mobil favoritnya dari sekian banyak mobil mainan yang ia punya. Lantas, ia mulai memainkan mobil mainan itu. Awalnya, ia menjalankan benda itu sesuai dengan rute yang telah dibuat. Namun, anak itu kian memainkan mobilnya secara brutal. Ia mulai menabrakkan mobilnya tak tentu arah. Mobil-mobil lain terpental ke sembarang arah, disusul oleh sebuah gedung yang tumbang ke tengah jalan.

Anak itu tersentak, bukan karena rubuhnya gedung, melainkan karena kegaduhan yang terdengar dari luar kamarnya. Ia mendengar suara tinggi seorang pria, disusul oleh suara wanita yang tidak kalah tingginya.

"Kau ini memang pada dasarnya suka sekali menghamburkan uang!"

"Aku hanya membelikan mainan untuk anak kita, apa salahnya?"

Anak itu berdiri seraya menunduk, memindai tekstur karpet yang diinjaknya. Ia menggosok hidung saat butiran debu tipis terhirup olehnya. Anak itu memutar tubuhnya ke kiri, lalu ia berjalan pelan mendekati lemari kayu. Ia berhenti tepat di depan cermin besar yang melekat di lemari itu. Bocah itu pun mematung, menatap pantulan bayangan dirinya di cermin.

"Anak itu akan melunjak kalau kau terus memanjakannya!"

"Hanya dengan membelikan anak kita mainan, bukan berarti kita memanjakannya! Kau lihat, bagaimana putramu itu selalu termenung, melihat teman-temannya mempunyai mainan sedangkan dia tidak?"

Bocah laki-laki itu masih terus memindai cermin sambil mendengar alunan keributan di luar sana. "Hai, apa karena dirimu, kedua orang dewasa itu bertengkar?" tanyanya bermonolog.

Beberapa detik berikutnya, anak laki-laki itu terhenyak. Keributan itu masih terdengar, tetapi kini disusul oleh suara pecahan barang. Anak itu sontak bergegas, hendak keluar dari kamar. Namun, ia tiba-tiba meringis saat sebelah telapak kakinya secara tidak sengaja menginjak satu bongkah balok. Anak itu merasa tubuhnya seperti tersengat listrik. Sensasi itu menjalar dari telapak kaki ke seluruh tubuhnya. Tubuh anak itu linglung, seolah rasa sakit itu telah menarik jiwanya. Perlahan, ia mulai menyadari perubahan suasana di sekitarnya. Tidak ada suara perdebatan maupun pecahan barang. Ia tidak dalam posisi berdiri di depan cermin, tetapi ia justru mendapati dirinya sedang duduk menghadap kota mainan yang amat kacau. Bocah laki-laki itu mengernyit. Kejadian itu terasa begitu kentara baginya, seakan baru saja terjadi.

Anak laki-laki itu hendak memperbaiki kota mainan yang ia porak-porandakan sendiri, tetapi suara benturan barang dari tempat lain menarik minatnya. Ia sontak berdiri dan berjalan pelan meninggalkan kamar. Bocah itu menelusuri lorong hingga ke ujung, lalu ia berhenti di depan pintu yang berada di sisi kiri lorong. Ia meraih knop pintu, berusaha membukanya, tetapi sulit. Pintu itu terkunci.

Kalau kau hebat, maka temukan aku!

Suara itu kembali terngiang, membuat si bocah menguatkan tekad untuk menemukan temannya itu. Ia menggerakkan knop pintu ke atas dan ke bawah dengan cepat. Emosi mulai membakar jiwanya sebab pintu tak kunjung terbuka. Pikirannya kalut. Nafsunya untuk segera memburu mangsa mendominasi akalnya, sehingga ia tidak mampu melihat celah untuk memecahkan masalah. Wajahnya memerah, rahangnya mengeras, dan giginya bergemelatuk. Anak itu nyaris berteriak guna meluapkan emosi, tetapi sentuhan lembut di bahunya berhasil menyurutkan gejolak amarahnya.

MORKA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang