Bab 10: Tetangga Baru Bagian 1

18 6 0
                                    

Tidak ada yang spesial hari ini. Morka bangun seperti biasanya, bersiap, dan memulai home schooling-nya. Selesai belajar, ia bermain, makan siang, tidur siang, dan terbangun di sore hari. Kemudian, Morka kembali bermain hingga waktu menunjukkan pukul 5 sore, tiga puluh menit sebelum ayahnya pulang. Di waktu itu, Morka menyantap makan malamnya lebih dulu. Hari ini memang berlalu seperti biasanya, tetapi ada satu hal yang membuat hari ini terasa begitu spesial.

Morka bisa mengendalikan dirinya. 

Tidak ada kejadian aneh hari ini. Beberapa kali, penglihatan Morka memang terdistraksi, tetapi ia mampu membuyarkannya sebelumnya kesadarannya menghilang. Morka benar-benar merasa bahwa ia menjadi anak yang normal hari ini. Sampai-sampai, Magenta tampaknya tidak percaya. Berkali-kali, ia mengawasi putranya sambil beraktivitas, tetapi tidak ada sesuatu aneh yang terjadi. Magenta masih tidak mengerti. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa Magenta mulai merasa lega.

"Morka, apa kau masih meminum obatmu?" tanya Magenta tepat setelah Morka meneguk habis air dan meletakkan gelas di atas meja. 

Morka tidak langsung menjawab. Ia merasa sedikit takut kalau-kalau Magenta akan memarahinya. Pasalnya, Morka sudah tidak lagi mengonsumsi obat semenjak Auva mengambil dan menyembunyikannya. Kemudian, saat Auva menyerah dan mengembalikan obat itu, Morka justru membuangnya. Bocah itu berpikir keras, berusaha merangkai kebohongan yang akan ia utarakan kepada ibunya. 

"Morka?" Lagi, Magenta bertanya tatkala mendapati bahwa putranya tidak kunjung menjawab. 

"Ya, Ibu. Aku sudah tidak minum obat. Aku tidak tahu obatku ke mana, Ibu. Auva mengambilnya," jawab Morka, memutuskan untuk tidak jadi berbohong. 

Magenta terperangah dan Morka saat ini dilanda kegugupan luar biasa. 

"Auva?" tanya Magenta. Wanita itu berdeham setelahnya. Entah mengapa Magenta masih belum terbiasa mengetahui fakta bahwa Morka memiliki teman yang tidak terlihat, meski ia sudah mengetahuinya sejak lama. "Kau tidak memintanya kembali?" tanya Magenta lagi.

Morka menggeleng pelan, lalu menjawab, "Auva sudah mengembalikannya, tapi-." Morka menundukkan kepalanya. Ia memilin ujung bajunya dan terdiam sejenak, menyiapkan mental untuk menghadapi ibunya yang mungkin saja akan marah. Lantas, bocah itu melanjutkan, "Tapi aku membuangnya." 

"Jadi, kau sudah tidak meminum obatmu sejak lama?" 

Morka mengangguk pelan. 

"Sudah berapa lama?"

Morka mendongak. Di luar dugaannya, ia tidak mendapati raut marah, kecewa, atau apa pun di wajah ibunya. "Kira-kira dua hari," balas Morka. 

Lagi-lagi, Magenta terperangah. "Bagaimana bisa, Morka?" 

Morka tidak menjawab, tetapi ekspresi Magenta cukup menjadi alasan bagi Morka untuk tidak menjawab apa pun lagi. Wanita itu mengalihkan pandangan sambil tersenyum kecil, lantas ia kembali menatap Morka tidak percaya. Senyuman Magenta semakin melebar. Kemudian, ia berdiri, mengambil piring bekas makan malam Morka. Magenta berjalan menuju tempat pencucian piring sambil berkata, "Luar biasa! Akhirnya Putraku." 

Melihat hal itu, Morka ikut tersenyum. Ia turun dari meja makan dan berjalan menuju ruang tengah, menghampiri mainannya yang terserak, juga Auva yang duduk di sana. Setelahnya, Morka sibuk memainkan mainannya, sementara Auva tampaknya tidak ingin mengusik Morka. Ia sibuk menari-nari kecil sambil bernyanyi. Di sisi lain, Magenta masih berkutat di tempatnya, menghangatkan menu makan malam sambil membersihkan dapur. Detik berikutnya, suara terbukanya pintu dari arah ruang tamu mengambil alih atensi ketiga makhluk itu. 

Magenta bergegas menyambut kepulangan suaminya. Morka masih sibuk bermain, tetapi membuat pergerakannya setenang mungkin. Ia tidak ingin membuat ayahnya marah akibat suara bising yang ditimbulkan akibat permainannya. Sementara itu, Auva berhenti menyanyi. Arwah anak perempuan itu sibuk mengamati Wilis dan Magenta yang berjalan menuju dapur. Wilis duduk di meja makan, tanpa suara, tanpa melirik ke arah Morka sedikit pun, sedangkan Magenta terlihat menyajikan secangkir teh. Wilis, masih tanpa suara, mengambil cangkir teh itu dan menyesapnya pelan. Kemudian, pria itu berdiri. Ia melangkah menuju kamar mandi, mengabaikan kehadiran Morka. 

MORKA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang