Morka sontak membuka mata dan bangkit dari posisi tidurnya. Peluh sudah membanjiri nyaris seluruh tubuhnya. Morka duduk, berhadapan dengan Magenta, ibunya, yang sedari tadi memanggil-manggil namanya. Mendadak, bocah itu meraba-raba tempat tidurnya. Lalu, rabaan itu berpindah ke tubuhnya sendiri. Morka mendapati dirinya dalam bentuk yang seharusnya. Kemudian, ia menoleh ke belakang, menunduk, memastikan bahwa tidak ada seorang bayi yang sedang ia duduki.
"Morka, kau baik-baik saja?"
Atensi Morka sontak beralih pada Magenta. Melihat gerak-gerik putranya, wanita itu terlihat sedang menduga-duga. "Apa kau baru saja bermimpi buruk?" tanya Magenta lagi.
Morka tidak menjawab. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar, mendapati bahwa ruangan ini mulai menggelap tanpa adanya lampu.
"Kau tidur siang lebih lama daripada biasanya." Magenta kembali bersuara.
Morka tahu, ia terbangun di penghujung hari. Bocah laki-laki itu masih diam, menatap ibunya. Magenta kini tidak terlihat akan lanjut bicara. Ia sibuk menelusuri raut putranya. Perlahan, Magenta menyentuh wajah Morka, merasakan tekstur dingin, basah, dan lengket disaat yang bersamaan. Setelahnya, Magenta menyeka bulir-bulir keringat di wajah Morka menggunakan telapak tangannya.
"Ayah akan pulang sebentar lagi," lanjut Magenta, tidak membiarkan keheningan menguasai terlalu lama. "Sebaiknya, kau bersiap. Kau akan makan malam duluan, seperti biasanya."
Morka beringsut turun, mengikuti langkah Magenta yang sudah beranjak lebih dulu. Aroma sedap yang berasal dari dapur menguar ke udara. Magenta sudah tiba di dapur, kembali berkutat dengan masakannya. Morka berhenti, tidak berminat untuk melanjutkan langkahnya menuju dapur. Ia menguap sekali, mengucek sepasang matanya, dan berbelok menuju kamar mandi. Setibanya di sana, anak itu memanjat kursi pendek di bawah wastafel agar dirinya dapat mencapai cermin. Morka menatap bayangan dirinya di dalam cermin sejenak, sebelum akhirnya menyalakan kran, dan membasuh wajahnya.
Morka turun dari kursi setelah mencuci wajahnya. Suhu air di penghujung hari berhasil mengusir kantuknya. Wajah bantal Morka pun turut terhapus. Usai mengusap wajahnya dengan handuk, anak itu keluar dari kamar mandi. Ia membiarkan pintu kamar mandi terbuka. Pada langkah ketiga, Morka tiba-tiba berhenti berjalan sewaktu telinganya menangkap suara. Morka yakin, suara itu bukanlah derap langkah kakinya.
Melainkan, derap langkah kaki yang lain.
Bocah laki-laki itu sontak menoleh ke belakang. Entah hanya perasaannya saja atau tidak, tetapi Morka merasakan bahwa derap langkah kaki itu seolah berlari masuk menuju kamar mandi untuk bersembunyi. Tepat saat Morka sudah melihat ke belakang, pintu kamar mandi pun tertutup.
"Morka, Morka?"
Panggilan itu mengembalikan posisi kepala Morka, menghadap ke depan. Ia kembali mendengar derap langkah yang mendekatinya, derap langkah milik Magenta. Morka kembali menoleh ke belakang sesaat, sebelum Magenta datang, menggandeng tangannya, dan membawanya menjauh dari kamar mandi. Morka mendapati pintu kamar mandi itu terbuka. Posisinya bahkan tidak berubah, seolah tidak pernah ada orang yang menutup pintu itu sebelumnya.
Kini, Morka sudah duduk di atas kursi meja makan dengan kedua tangan terlipat di atas meja. Sambil mengayunkan kedua kakinya, ia mengamati Magenta yang masih berkutat dengan hidangan di dalam panci. Tiba-tiba, Magenta memasang raut cemas. Setelahnya, ia mematikan kompor dan beranjak dari dapur dengan tergesa-gesa.
"Ibu?" Morka akhirnya bersuara setelah sekian lama hanya membungkam mulut. "Ibu?" lanjutnya terus memanggil sang ibu, tetapi wanita itu tidak merespon.
Morka beranjak turun dari meja makan, berlari kecil mengikuti ibunya. Magenta terus berjalan cepat, menyusuri koridor, lalu berbelok masuk ke sebuah kamar. Morka masih mengikuti, hingga langkahnya berhenti tepat di ambang pintu. Morka mengulurkan sebelah tangannya ke samping, berpegangan pada gagang pintu, dan mulai mengamati gerak-gerik ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MORKA [Selesai]
HorrorSeorang pria berpakaian kusut, 31 tahun, sedang meratapi kehidupan sambil menikmati senja. Seorang anak perempuan yang entah sejak kapan tiba-tiba muncul, menarik perhatiannya. Anak perempuan itu berkata bahwa ia sedang menunggu sahabatnya. Pria itu...