Chapter 6

183 28 2
                                    

Jam setengah delapan pagi, Build bangun dan matiin alarmnya. Cowok itu nguap dan menggeliatkan badannya. Entah baru bisa tidur jam berapa, dia gak liat hp. Tangannya terulur berniat mengambil hp di meja belajar samping kasurnya. Niatnya mau ngecek chat siapa tau ada chat yang penting.

Waktu lagi scrolling whatsapp, pintu kamarnya terbuka dengan suara keras. Ada wajah masam mamanya di pintu, beliau kayak yang lagi kesal.

“Bangun tidur jangan main hp, beresin tempat tidur, keluar kamar.”

Kemudian pintu kamarnya dibiarkan terbuka lebar. Cowok itu manyun walau akhirnya duduk bersandar di headboard. Diam sebentar sambil mengumpulkan nyawa. Kemudian suara mamanya terdengar lagi dari kejauhan. Sekarang nadanya makin tinggi.

“Jangan ngelamun! Cepet beres-beres!”

“Ck!” Build berdecak kesal, masa gak boleh bengong sebentar sih? Emangnya mau kemana pagi-pagi begini? Baru juga setengah delapan. “Iya!”

Akhirnya cowok itu turun dari kasurnya, pake sandal rumah karena cuaca pagi ini sedikit mendung dan ubinnya terasa dingin. Terus cepet-cepet ngeberesin tempat tidurnya, ngerapiin seprai dan menyusun bantal guling bekas tidurnya, terus ngelipat selimut. Setelah itu dia bawa tempat minum berukuran 1 liter dan berjalan keluar kamar, menuju dapur dan ngisi botol minumnya.

Aroma masakan memenuhi rongga hidungnya, Build dengan kepo ngintip isi tudung saji, tapi gak kelihatan. Akhirnya dia ngebuka tudung saji dan liat lauk-lauk yang masih mengepulkan uap. Aromanya harum banget, matanya tertuju ke salah satu hidangan favoritnya; buncis cah bawang putih. Buncisnya harus buncis muda biar rasanya lebih manis dan mudah lumat waktu dikunyah, kalau buncis tua biasanya agak liat.

“Bagus, bangun tidur langsung makan.”

Gerakannya terhenti dan Build langsung nutup lagi tudung sajinya. Udah berhari-hari sebelumnya dia mempersiapkan diri buat gak ambil hati mendengar ucapan orang rumah, tapi tetep aja. Waktu dia denger sendiri rasanya kurang menyenangkan.

“Orang lain tuh kerja dulu, apa dulu. Ini bangun tidur makan.”

Build ngatur napasnya dan jalan ke arah dapur, ninggalin ruang makan. Matanya melihat dua ekor kucing dewasa yang tengah mencium mangkuk makan kosong, kayaknya kelaparan.

“Nemo sama Mimi mau makan? Bentar ya, aa ambilin dulu makanannya.”

Cowok itu terbiasa memanggil dirinya ‘aa’ alias kakak ketika berhadapan dengan kucing.

“Yuk, makan yuk sarapan dulu yaaa.”

Suara tempat makanan yang dibuka bikin kucing-kucingnya heboh mengeong dan mengusakkan kepalanya ke betis Build. Tau aja ni kucing siapa yang bawa makanan, ujarnya dalam hati.

“Udah dikasih makan tadi setengah tujuh.” Kata adiknya yang baru keluar dari kamar mandi.

“Ya gitu orang yang baru bangun.” Suara papanya kedengeran lagi. “Berasa bangun paling pagi, padahal orang lain bangunnya lebih pagi dari dia. Gak pernah merhatiin orang lain dan lingkungannya ya gini akibatnya.”

“Lapar lagi kali, ya?”

Build gak mengindahkan omongan adik dan papanya, cowok itu naburin satu sendok makanan kucing ke mangkuk tempat makan kucing. Nemo dan Mimi segera maju mengendus dan memakan dryfood yang Build taburkan. Habis itu Build ngisi tempat minumnya sampai penuh dan balik lagi ke kamarnya. Ngecek lagi hp, soalnya tadi belum selesai keburu disuruh keluar kamar.

Hari itu Build seharian diem di kamarnya, sesekali keluar buat ngisi tempat minum atau buang air. Kadang main-main sama kucingnya, ngasih makan kucing dan bersihin litter boxnya. Mau makan tapi males habis denger omongan papanya pagi tadi, jadi gak nafsu makan.

20 something || biblebuildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang