Chapter 14

147 19 0
                                    

TW! Suicidal ideation


Setelah mengikuti beberapa sesi konseling sama psikolog, Build gak merasakan banyak perubahan yang berarti dalam dirinya.

Sure, dia bisa ngobrol dengan puas tentang perasaannya selama ini ke psikolog. Semua perlakuan keluarganya, bisikan-bisikan di kepalanya, perasaan rendah diri, worthless, dan citra tubuh yang negative, hal itu masih dengan bebas berseliweran dalam kepalanya.

Di beberapa pertemuan dia disuruh buat gambar di sebuah kertas, diberi kata-kata penenang semacam 'memang susah punya orangtua bukan tipe pendengar', 'coba lebih banyak berdoa atau meditasi', 'olahraga yang rutin atau yoga biar emosinya tersalurkan'. Semua itu gak lantas bikin keadaannya membaik.

Pola tidurnya belum balik lagi seperti awal. Dia masih kesulitan buat tidur di malam hari karena merasa restless. Akhir-akhir ini dia merasa jadi lebih malas dan gak punya motivasi apapun, di kelas pun sering ketiduran. Sempet ditegur sama dosen, dan setelah itu dia jadi merasa pengen nangis. Jadi setelah kelas selesai dia pergi ke kamar mandi dan nangis sendiri di kubikel, walau setelah itu temen-temennya ngasih pelukan dan kata-kata penenang buat dia.

Build mikir, temen-temennya pasti bosen banget ngadepin emosinya yang suka naik turun gak karuan. Paling sering tiba-tiba diem, gloomy, mau nangis. Mereka pasti bingung gimana caranya ngadepin dia yang kayak gini. Mereka masih mahasiswa, bukan guru BK atau konselor professional, ada kalanya mereka pasti jenuh sama tingkah lakunya.

Hari ini untuk pertama kalinya, omnya ikut ke kampus dan ketemu sama psikolognya. Setelah selesai sesi konseling, omnya dipanggil untuk ngobrol sama psikolognya. Gak tau mereka ngomongin apa. Setelah beberapa menit ngobrol berdua, omnya keluar dengan senyum menenangkan. Mereka duduk di area selasar yang cukup sepi karena kemungkinan mahasiswa lagi pada kuliah.

"Biu, nanti kamu beres kuliah pulangnya ke rumah om ya? Kita harus ngobrol tentang ini."

"Aku lagi banyak tugas, om. Boleh ngobrol sekarang aja gak?"

Om Build ngecek jam tangannya, masih ada waktu sih sebelum beliau balik ke hotel tempat kerjanya. Beliau kerja sebagai pastry chef di hotel terkenal daerah Asia Africa. Dan karena kedekatan mereka ini juga Build sempet mau mengejar karir sebagai pastry chef. Cuma karena keinginan mamanya akhirnya dia nyasar ke jurusan BK.

"Tapi setelah ini kita tetap harus ngobrol ya? Akhir minggu deh, om tunggu kamu di rumah."

"Iya om, nanti weekend aku kesana. Boleh tolong bicara dulu tadi ngobrolin apa sama psikolognya?"

Omnya keliatan agak kagok mau ngobrol sama Build. Tapi cepat atau lambat Build sendiri harus tau kan apa yang beliau obrolin sama psikolog tadi?

"Psikolognya menyarankan kamu untuk ke psikiater, karena dia rasa kasus kamu ini butuh bantuan psikiater. Psikolog gak bisa ngasih pengobatan, cuma konsultasi aja. Sedangkan dengan psikiater, kamu juga bisa dapat pengobatan sesuai dengan apa yang kamu butuhkan."

"Oh... Oke.."

"Jangan takut ya, gapapa. Om bakal mendampingi kamu."

"Enggak kok om, biasa aja."

Setelah ngobrol sedikit, akhirnya mereka berpisah karena omnya Build harus balik ke tempat kerjanya. Build sendiri punya kelas konsentrasi setelah ini. Dia berjalan gontai ke depan lift dan mulai berpikir banyak hal setelah denger perkataan omnya. Butuh bantuan psikiater, separah apa kondisinya sampe psikolog nyerah?

Lift yang ditumpanginya ternyata gak langsung turun, tapi naik ke lantai 9 dulu. Pintu lift kebuka dan langkah kaki Build ngebawa cowok itu keluar dari lift dan mulai naik tangga ke arah rooftop. Setelah balas chat di grup badut ancol, cowok itu matiin hpnya.

20 something || biblebuildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang