16.

3.3K 701 69
                                    






Liam pulang dengan keadaan lesu. Di sekolahan tadi, dirinya di monopoli oleh Teo yang tak kehabisan energi. Liam tak habis pikir, dari mana energi itu di dapat.

Anak itu melangkahkan kakinya kedalam. Liam penasaran, mobil siapa yang terpatri di depan. Apakah punya keluarga ini ataukah orang lain. Mobil itu terlihat asing.

"Mama seperti ini karena papamu Eljiah!"  Teriakan menggelegar terdengar dari dalam.

Liam menghela nafas. Sedikit banyaknya, Dirinya tau tentang apa yang terjadi di dalam. Dirinya tambah lesu. Ia memasuki Mansion dengan langkah lunglai.

Dirinya terus melangkah dan ingin mengabaikan apa yang telah terjadi. Namun,

Plak!

Tanpa di duga, ketika dia berjalan di dekat keributan yang terjadi. Pipinya malah di tampar  kencang hingga kelapanya tertoleh. Liam berdesis pelan, harus berapa lama lagi dia bersabar?

"Kau kan! Kau kan anak haram itu!" tunjuk Isabella. Mama dari ketiga kakak tirinya dan mantan istri Noah.

"Gara-Gara kau rumah tangga kami hancur!" Isabella mencekik Liam. Liam yang memang lesu pun tubuhnya meluruh dan terjatuh.

"Dasar anak pelacur!" seakan gelap mata, Isabella mencekik dan menduduki tubuh Liam.

Oliver dan Eljiah hanya diam. Mereka tak berniat menjauhkan Isabella dari Adik tiri mereka. Sedangkan disisi James, pemuda itu berada di atas menenangkan ayahnya yang shock akan penuturan Isabella.

Wanita itu datang dengan surat cerai dan sebuah undangan. Bahkan wanita tersebut memberitahu mereka jika Isabella tengah mengandung.

"Jika saja ibumu tak pernah hadir di kehidupan kami, kami akan bahagia!" berang Isabella. Dirinya menatap nanar Liam.

Liam melirik ke arah Oliver dan Eljiah yang memalingkan muka. Ia terkekeh miris mengetahui betapa tak pedulinya mereka pada William. Kesadaran akan terenggut, dia tak bisa bernafas. Wanita di atasnya ini berniat membunuhnya.

Apakah dia akan mati lagi?

Dugh!

Di ambang kesadarannya, Liam melihat seseorang datang dan menendang keras Isabella. Entah siapapun itu, dia tak akan berterimakasih.

"Mama!" teriak Eljiah dan Oliver bersamaan. Mereka menolong sang mama  yang tersungkur memegangi perutnya.

"Apa yang Paman lakukan. Mama sedang mengandung!" hardik Oliver. Dia memandang pamannya tajam.

"Kenapa paman tega melakukan itu pada mama!"lanjutnya dan menangis. Dia tak tega melihat sang ibu yang  meringis kesakitan.

Sret

"Oma yang menyuruh paman kalian." Charlotte mengibaskan kipas miliknya. Menutup mulut menggunakan kipas itu dan memandang rendah Isabella.

"Untuk apa wanita itu kemari?" tanyanya tak suka. Sementara dirinya mengkode Lucas untuk membawa Liam ke atas.

Dia melirik ke atas meja dimana ada surat cerai dan sebuah data tentang kehamilan Isabella. Charlotte meremat pelan kipas yang ia pegang. Tiba-tiba, amarahnya memuncak.

"Pengawal!"

Beberapa pengawal datang memenuhi panggilan atasan mereka. "Seret wanita itu keluar!" suruhnya dan menunjuk Isabella yang masih memegangi perutnya.

"Apa maksud oma!" seru Eljiah tak terima. Mengapa mamanya di perlakukan seperti ini.

Pengawal pun membawa Isabella keluar. Eljiah maupun Oliver menghalangi. Tetapi keduanya di cegah oleh pengawal lainnnya. Mulut mereka tak henti mengatakan kenapa mamanya di perlakukan seperti itu.

"Ikuti mama kalian. Dan bersiaplah menjadi gelandangan!" ancam Charlotte yang sudah jengah. Wanita tua itu berjalan ke atas meninggalkan kedua cucunya yang terdiam membisu.

Dia tak suka pada Isabella. Wanita ular yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Wanita yang berlagak baik, berselingkuh di belakang putranya dan seolah tak melakukan apa-apa.

Mengambil kesempatan saat putranya membawa anak haramnya dan menjadikan kesempatan itu untuk lari bersama selingkuhan. Charlotte tau, sebelum kejadian ini. Isabella tengah mengandung. Itulah mengapa, sebagai ibu.. Dia tak terima putranya di permainkan.

Seakan Isabella wanita suci dan melimpahkan segala kesalahan pada William Caleb. Kembuat kedua cucunya membenci Liam. Inilah sebab mengapa Charlotte menerima Liam tanpa beban.

Dia ingin mengetahui rencana busuk mantan menantunya.

Padahal, Isabella pun tau. Jika putra sulungnya tengah di jebak. Dasarnya Isabella yang tak tau di untung.

Sementara di sisi Oliver dan Eljiah, keduanya diam. Mereka menumpu tangannya dengan wajah memikirkan ancaman omanya. Mereka tau, ancaman itu tak main-main. Omanya akan melakukan apapun yang membuat mereka menjadi gelandangan jika memilih mengejar mamanya.

"Ingin mendengar cerita?" celetuk Benjamin tiba-tiba. Keduanya mendongak menatap opanya.

"Cerita apa?"




*

Liam mengerjapkan mata perlahan. Dia menghalau sinar lampu dengan tangannya. Kemudian menoleh kesamping dimana Lucas tersenyum padanya.

"Saya ingin membunuh seseorang," ujar Liam tiba-tiba. Dia menatap lamat Lucas. Diraba lehernya yang terasa nyeri. Dirinya pingsan karena tercekik. Lucu sekali pikirnya. Dia kalah dengan seorang wanita. Tubuhnya benar benar tak bisa di ajak kerja sama. Tubuh yang di tempatinya ini begitu lemah.

Lucas tersenyum simpul, dia mengelus rambut tebal Liam dengan lembut, "Wanita yang mencekikmu?"  Liam tak menjawab, dia hanya memalingkan muka.

"Mungkin dia akan mati, sebentar lagi." Lucas tersenyum pongah. Liam menoleh kembali ke arah Lucas. Dia tak mengerti ucapan pria di depannya ibu.

Liam ingat senyum itu, senyuman khas Jonquil ketika ingin membunuh seseorang. "Mobilnya sudah di sabotase. Mungkin dia sekarang kecelakaan dan masuk kejurang?" ujar Lucas mengangkat bahu. Seolah dia baru saja melakukan hal yang biasa di lakukan manusia normal.

Lucas menatap wajah Liam. Dia mengelus pipi berisi itu. "Panggil aku papa, maka ku turuti segala yang kamu minta."

Liam merasa tertarik, "Membunuh keturunan Christopher?" ia memegang tangan Lucas. Tangannya terasa kecil ketika dirinya memegang tangan besar Lucas.

Lucas terdiam sejenak dan berpikir, "Ya, mungkin."

"Tapi kamu harus tinggal di kediamanku."

**

"Bagaimana ini kak?" tanya Oliver pada Eljiah. Setelah mendengar penjelasan tentang perilaku mamanya. Keduanya tak bisa berkata apa-apa.

Eljiah menghela nafas, "Entahlah, mau bagaimana pun. Liam tetap salah. Aku tak akan meminta maaf." El memegang lehernya. Tiba-tiba ia menutup matanya membayangkan tangan Liam yang mencekik lehernya.

"Kita bahkan hanya diam saat dia di cekik dan hampir mati!" seru Oliver frustasi.

Eljiah mendengus, "Biarkan saja. Biar dia tau, bagaimana perasaanku dulu."

"Tapi kak-"

Eljiah berdiri, "Liam tetap salah. Meskipun mama salah, tetapi kehadiran Liam tetap aib bagi kita. Anak haram seperti nya memang pantas di perlakukan seperti itu." kemudian El pergi.

Oliver menghela nafas lelah, "Ya tuhan." terkadang Oliver tak mengerti jalan pikiran saudara-saudaranya.



















Senang?






















Tbc.

About Azure. [ Pindah ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang