3. Saka's Galery

327 28 14
                                        

"Saka, kamu harus mandi. Kamu gak mandi berapa hari coba?" Mika menyibak tirai kamar Saka, adiknya itu sudah tidur semenjak kemarin pagi dan hanya bangun untuk buang air kecil. Sayangnya Saka tak kunjung berhenti mengantuk, tapi jujur hanya tidur membuat badan Saka sakit.

Pemuda dengan kulit pucat itu membuka matanya sayu, melihat Mika yang sangat cantik dengan rambut pendeknya. Sayangnya, dia menggunakan cincin dari orang lain. Dari Jeremy, ia tahu karena Mika mengunggahnya di akun Mika. Pandangan Saka hanya fokus pada Mika yang merapikan beberapa hal di kamar Saka, kesannya terlihat kosong. Padahal Saka sedang berhalusinasi bahwa Mika itu miliknya.

"Saka?" Mika terlanjur panik, kata Ibunya Saka akan sering kebingungan, kehilangan kesadaran, dan memiliki delusi. Mika menepuk pipi Saka, kulitnya terasa dingin. Gadis itu merasa semakin sedih, ternyata benar bahwa Saka sekarat. Kenyataan yang tidak bisa Mika terima sampai saat ini.

"Ya?" Tangan kurus itu menahan tangan Mika untuk tetap berada di pipinya.

"Saka, mandi."

"Mandiin," ujar Saka dengan entengnya. Mika berdehem sejenak, mengusir pikiran bahwa Saka akan melakukan hal tidak senonoh. Pertama Saka itu masih kecil, kedua Saka itu adiknya, dan ketiga Saka itu sangat sakit.

Mika menggeleng keras, dia tidak berhak untuk memikirkan hal sejauh itu tentang Saka. Dia harus masuk ke doktrin keluarga bahwa mereka saudara kandung, tidak ada bedanya.

"Okay! Memang niatnya begitu." Mika memunggungi Saka, menawarkan gendongan untuk adik kecilnya. Bagi Mika, cowok itu tetap anak kecil.

Saka tidak suka digendong, baik itu dengan ayahnya sendiri atau dengan orang lain. Apalagi dengan Mika? Seorang wanita? Tapi kalau digendong artinya bisa memeluk Mika dari belakang, 'kan?

"Kuat?" tanya Saka.

"Kamu gak pernah makan gitu, kurus kering kerontang!"

"Kok aku di body shamming, sih? Jahat, gak mau ah."

"Biar kurus, kan tetep ganteng. Ayo buruan keburu dingin airnya!" Mika mengkokohkan posisinya.
Saka tersenyum miring lalu bangkit, mengalungkan tangannya ke leher sang kakak dari belakang. Aroma Mika itu sangat sedap, sialan Saka tiba-tiba jatuh cinta berkali-kali lipat.

"Aku jalan sendiri, Kak." Saka melepaskan Mika, takut hilang akal.
Dia turun dari ranjang, pandangannya berputar kencang. Sehingga ia hampir terjatuh untung saja  Mika adalah perempuan sigap dan cekatan. Dipeluklah tubuh Saka.

"Pelan-pelan, okay?"

___

GALERI SAKA

Dibuka 3 hari setelah perencanaan.
Bangunan yang dulunya adalah toko kue milik ibunya kini disulap sebagai desain galeri. Tidak ada perkakas lain yang menghalangi jalan pengunjung. Ruangan yang memang panjang dan cukup luas ini bisa menampung puluhan orang sekali kunjungan.

"Terus Saka di mana?" tanya seorang pengikut Saka. Kebanyakan di antara mereka adalah para gadis muda. Mereka membawa kanvas mereka masing-masing, sudah tidak kosong dan berisi beberapa warna.

"Saka ada, dia tidak bisa datang tepat waktu dan kita juga tidak bisa memaksanya datang." Mika menjelaskan.

"Bukannya Saka seharusnya sudah sembuh? Saka bilang begitu!" timpal yang lainnya.

"Terima kasih sudah mendukung Saka, semoga Saka benar-benar sembuh." Sepertinya pengunjung ini mengerti apa yang dimaksud Mika.

____

Di rumah Saka, ia sedang kuwalahan menahan rasa sakit yang berada di kepalanya. Rika sudah berulang kali menenangkan Saka, tapi hasilnya sama. Ia tetap mencengkram kepalanya sambil meringkuk dan kelabakan di atas ranjang.

"Saka? Sesakit itu?" Apa yang harus dilakukan? Obat penghilang rasa sakit itu belum juga bekerja. 

"Maaaaa, arghhhh!!" Saka bangkit hanya untuk membenturkan kepalanya ke dinding, Rika memeluk erat tubuh anaknya agar tak melakukan hal segila ini.

Napas Saka memburu, tubuhnya melemas setelah rasa peningnya menurun.
Rika mengangkat panggilan video yang sedari tadi sedikit mengganggu mereka, dari Mika.

"SAKAAAA WE LOVE YOU!!" suara itu serentak diucapkan oleh orang-orang di tempat dengan dekorasi lukisan yang ia kenal. Galeri Saka benar-benar sudah buka.

"Saka, lihat di sini banyak banget followers kamu, Dek. Kamu harus semangat sesemangat itu. Lihat ini." Mika membalik kamera depan menjadi kamera belakang. Menyorot kanvas dengan banyak tulisan spidol tentang doa untuk Saka.

Saka membacanya lamat.

'Saka, kamu pasti bisa hidup lebih lama seperti keluargaku yang hospice. Masih ada harapan' tulisan itu ditanda tangani dan diberi cap jempol cat warna merah muda. Begitu pun doa lainnya, punya pola serupa.

Saka menitikkan air matanya, menyembunyikan wajah di dada ibunya.

"Banyak yang sayang Saka." Mika menimpal.

"Ma, kenapa? Kenapa kalian nunjukin hal-hal indah? Aku jadi gak rela mati!" protes Saka.

"Enggak, Saka gak mungkin mati. Mama juga gak akan biarin Saka mati, putra tercinta Mama akan tetap di rumah ini dan terus melukis sampai nanti. Waktu yang sangat lama, tidak sekarang atau lusa." Rika merapikan rambut Saka yang basah dan melekat pada keningnya.

"Saka nggak mau mati."

"Saka belum mau mati."

HOSPICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang