10. 10%

390 25 12
                                    

"Mika ...," ujar Rika halus, kedua orang tuanya ingin berbicara serius. Terlihat dari mata mereka dan cara pembawaan yang begitu halus.

"Ya?"

"Kamu punya hubungan lebih ya dengan Saka?" Sejenak pertanyaan ibunya membuat Mika bungkam, gadis cantik itu menelan ludahnya susah payah.

"Bukannya kita harus cepat-cepat ke Singapura ya?" Mika menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya, itu semua hanya upaya untuk mengalihkan topik.
Namun, tangan besar ayahnya memegang bahu Mika. Menyuruh anak itu tetap tenang, tapi justru Mika takut.

"Kami sudah menganggapmu anak kami sendiri, gimana bisa? Gimana bisa kamu berhubungan dengan adik kamu?"

Mika menundukkan pandangannya tidak berani melihat ke arah pria yang sedang berbicara serius itu.
"Saka sudah sering lupa, mari berpura-pura ini tidak pernah terjadi. Okay?" Sang ayah mengelus pundak dan bahu Mika, dibumbui satu kecupan manis di pucuk kepala. Kemudian sang anak menatap.
"Yang rusak itu otak Saka, bukan hatinya. Mika itu ada di hati Saka bukan otaknya."

"Mika! Saka itu tidak bisa memberi kamu apa-apa! Sudah tidak bisa memberi kamu kebahagiaan!" Apa ini? Ayah kandung Saka berbicara seperti itu?

"Pa?" Isterinya sendiri tidak percaya dan sakit hati.

"Melihat Saka hidup itu udah lebih dari cukup."

"Mana ada ayah yang tega melihat putrinya hidup seperti itu? Papa sayang sama Saka, cinta, Papa rela tukar semuanya demi kebahagiaan Saka. Tapi anak Papa nggak cuma Saka, kamu juga Mika. Papa ingin Saka hidup dan Papa juga ingin kamu bahagia." Pikiran realistis itu membuat Mika menangis. Ia memeluk ayahnya sekuat yang ia bisa.

________

Entah kapan Saka bangun yang jelas operasi sedang dilaksanakan. Begitu lama, operasi ini dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari kerusakan besar di otak si malang. Tidak ada kegiatan lain selain berdoa untuk apapun yang terjadi di dalam. Apapun hasilnya, mereka telah melakukan yang terbaik untuk Saka sampai akhir.

"Saka? Kamu masih punya banyak cat untuk melukis."

_____

Sepertinya reuni minum teh dan permainan kartu sebentar dengan teman lama tidak apa-apa. Lily dan Allen menjamu Saka di sebuah padang rumput yang asri, mereka duduk di atas tikar yang terdapat banyak makanan di tengahnya. Saka merasa bahagia sekali saat ini, rindunya pada Lily dan Allen terobati.

"Kenapa gak mau tinggal di sini, Saka?" tanya Lily sedih dia adalah satu-satunya perempuan di sini dan dia pula yang paling bersikeras menahan Saka untuk tidak kembali.
Permainan kartu terhenti, angin menerbangkan helai-helai rambut mereka. Sepertinya sekali lagi Lily meminta sebuah acara percakapan serius.

"Lihat dirimu, sudah sesakit ini?" Entah bagian mana yang Lily maksud, tapi Saka mengerti. Ia tidak melihat rasa sakit yang disebut tapi andil merasakannya seutuhnya.

"Aku cuma mau tahu aku bisa bertahan sampai mana."

"Atau melihat Kak Mika lebih lama?" tambah Allen.

"Dua-duanya."

Ada dua versi gambaran yang tersaji di depan Saka, pertama Mika tumbuh menjadi wanita cantik yang baru saja pulang bekerja dan menemui dua anak kembarnya yang baru saja selesai belajar.
Di dalam rumah itu Mika terlihat sangat bahagia, ada seorang laki-laki memeluk Mika dari belakang. Mungkin itu Jeremi.
"Mau pergi liburan kemana?" tanya pria itu kepada seseorang yang dipeluk.

"Di sini saja. Aku cuma mau kamu sama anak-anak aja!" Mika membalas dengan senyuman yang amat sangat manis.

Mika terlihat bahagia dengan orang yang tepat. Orang tuanya juga terlihat bahagia menikmati masa tua dengan tidak kesepian karena rumah mereka berdekatan. Kelihatan seperti kehidupan yang sempurna meski tidak ada Saka di sana.

Sementara di sisi lain. Gambaran jika Saka tetap hidup, ia mungkin tidak akan sama meski tetap hidup. Disfungsi di bagian vitalnya membuatnya terlihat seperti beban. Mika akan mengurusnya untuk waktu yang lama, karirnya pun tidak akan bagus lagi. Bangun hanya untuk Saka, lalu lupa caranya mengurus dirinya sendiri.

Ibunya akan menangisinya sepanjang hari dan ayahnya pun akan bekerja lebih keras demi Saka.
"Saka gak bisa ngelukis lagi ya? Gimana kalau buat hobi baru?" Apa artinya hidup bagi pelukis kalau dia sudah tidak bisa melukis?

Sepertinya mati adalah pilihan paling sederhana saat ini.

_____

Biasanya, hari-hari akan terasa cepat. Namun, saat ini setiap saat rasanya begitu berat. Waktu yang panjang bagi Mika untuk kembali bekerja dan harus memusatkan otaknya ke hal lain. Tidak ada Saka atau Jeremi, hidupnya sangat normal.

Minggu ini, ia memutuskan untuk menghuni kamar apartemennya saja. Kalau melamun begini semakin rindu dengan Saka.

@mikailaa

Katanya kalau lagi kangen, coba lakuin hal-hal yang dia suka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Katanya kalau lagi kangen, coba lakuin hal-hal yang dia suka. Apaan nih? Makin kangen, makin ngerasa ga guna, makin ngerasa kalau cuma Saka yang bisa ngelukis di dunia ini! 🥺

HOSPICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang