9. 90% Risk

445 24 4
                                    

Saat membuka mata, Saka bingung dia berada di mana. Ia mengerjap lalu tidur lagi, kepalanya sakit. Anak itu harus kembali membuka matanya kala sebuah tangan besar mecengkram rahangnya, mengharuskan Saka bertanya-tanya siapa dia. Rupanya Jeremi membawanya ke tempat tidak di kenal.

"Aaakkhh." Hanya itu yang bisa Jeremi dengar.

"Katanya mau mati, kapan?" Jeremi gila. Niat hatinya ingin membunuh Saka dan membuangnya ke laut agar tak terdeteksi, mereka sedang berada di dekat laut. Dengan uang dan kuasa Jeremi tak takut dengan hukum.

Jeremi memukul pipi Saka, karena hantaman itu kepala Saka menjadi ikut sakit, matanya berkunang-kunang serta telinganya berdengung. Tubuhnya yang sudah rusak itu semakin dirusak oleh calon kakak iparnya.

"Laki-laki gak gitu, Saka."

Dada Saka membusung karena kesulitan untuk bernapas. Matanya pun terbelalak ke atas dengan tangan yang mengepal keras, seharusnya dia sudah mengkonsumsi obat penghilang rasa sakitnya tapi tidak karena dia sedang berada di antah berantah.

"Mau dibantu menyelesaikan semua?" tanya Jeremi menarik kerah Saka.
Melihat keadaan Saka yang separah ini Jeremi iba, tanpa disakiti pun Saka juga sudah terlalu sakit. Suara napas Saka begitu sakit, Jeremi meletakkan kembali tubuh Saka.

"Kayaknya kamu udah mau mati sendiri."

Jeremi lalu teringat bagaimana sedihnya Mika jika itu terjadi, bagaimana jika Mika menyusul Saka? Jeremi mengacak rambutnya lalu membuat Saka duduk dalam rangkulannya agar Saka lebih enak bernapas.

"Maaf." Setelah mendengar napas Saka yang kacau tiba-tiba saja raga yang sedang dirangkul itu  lemas dan senyap.

____

"Bilang sama gue kenapa Saka bisa sama lo?" Mika berapi-api dan mendorong tubuh yang lebih besar.

Jeremi tidak punya sedikit pun kalimat yang dapat membelanya, ia sedang dihakimi oleh keluarga Saka. Rika mencoba menenangkan Mika dan meminta Jeremi untuk bercerita, sayangnya Jeremi hampir tidak bisa berucap.

___

Jeremi tetap bungkam sampai sore ini Saka berhasil bangun dengan kondisi yang begitu menyedihkan. Pandangannya kosong dan kacaunya Saka tidak mengenali siapa pun.

Mungkin itu bukan karena pukulan yang dilakukan Jeremi, itu karena sel kankernya yang begitu cepat tumbuh di dalam kepala.

"Sakaa ...," panggil Rika halus.

Saka meracau tidak karuan, kalut dengan dunia barunya sendiri. Setelah memanggil Lily dan Allen, Rika menjerit karena takut. Ia mengenali teman anaknya yang telah pergi itu, yang paling tahu rasa sakitnya Saka.

"Saka!!! Bangun!!! Jangan main sama Lily dan Allen!! Jangan!" Rika mendekap tubuh anaknya itu takut.

"Kenapa pipi Saka biru?" tanya Mika, menatap tajam Jeremi.

"Sorry, Mik. Ini salah aku." Jeremi setelah mengaku langsung dihadiahi sebuah bogem oleh Fahri.

"Kenapa kamu melakukan hal seperti itu?" Lagi-lagi Jeremi di kemudian hari.

Jeremi berlutut di depan Fahri, ia benar-benar menyesal.
"Tolong biarkan saya menebus kesalahan saya dengan membawa Saka berobat ke luar negeri."

Apa bisa? Apa benar ada harapan di luar Indonesia?
"Operasi di batang otak itu ada, tapi tidak banyak dokter yang berani melakukannya."

____

Sudah tengah malam, Mika melipat tangannya saat bosan menunggu seseorang keluar dari seseorang yang telah mulai bekerja lagi. Satu bulan cutinya Jeremi tidak berbuah apa-apa, jadi pria itu mulai bekerja.
Jeremi yang tampak lelah terhenyak ketika mendapati gadis cantik tengah menunggu di ruang tunggu tak jauh dari ruangannya.

"Mika?" Gadis yang dimaksud berdiri dan menghadap Jeremi segera.

"Jer, ada syarat soal operasi Saka?" Jeremi tersenyum mendengar pertanyaan ini.

"Enggak, cukup doa aja, sih. Soalnya tadi kita udah bicarakan ini baik-baik. Operasi batang otak itu sembilan puluh persennya resiko. Dan keluarga kamu bilang mau ngambil sepuluh persen sisanya sebagai harapan."

"Intinya, aku gak mau kalau gue harus berhutang budi cinta sama kamu." Mika dipeluk oleh Jeremi.

"Apa itu hutang untuk cinta?" Cinta Jeremi tetap kokoh meski Mika goyah. Entah memang Mika cinta Saka atau hanya tidak ingin menyia-nyiakan cinta terakhir Saka. Itu masih menjadi perdebatan besar di kepala Saka.

_____

Sebuah tulisan jelek yang tidak simetris mencuri perhatian Mika saat anak gadis itu dengan lancang memasuki kamar Saka. Niatnya, mencari sisa lukisan untuk dipeluk. Karya Saka banyak yang dijual untuk membelikannya barang.

Rasanya susah sekali ya untuk tetap hidup atau sekalian mati?
Sekarang ini, aku sedang berada di titik jenuh atas apa yang aku rasakan.

Aku melihat keluarga Lily, mereka sangat berduka bahkan hampir gila saat Lily pergi. Sebulan setelahnya, Ibunya pergi ke Paris dan membeli barang-barang mewah. Ayahnya juga, pergi memancing dengan teman-temannya. Bulan berikutnya, mereka mengadopsi anak dan bahagia sampai saat ini.

Aku melihat keluarga Allen, kakaknya bahkan mencoba bunuh diri di saat kabar Allen berhenti bernapas. Sekarang, kakaknya setiap hari ke cafe dan tempat-tempat bagus. Alih-alih harus menjaga adiknya di rumah sakit, Kak Keyla terlihat jauh lebih bebas saat Allen mati.

Mama setiap hari menangis dan meminta maaf karena tidak bisa menemukan obat untukku. Papa tidak meluangkan waktunya untuk dirinya sendiri setelah bekerja, padahal moto hidupnya adalah 'di mana lagi aku menemukan kebahagiaan kalau tidak mhytical glory?'. Kak Mika cintaku, cantikku, sayangku, manisku, juga jarang mengambil pekerjaannya sebagai Pengacara karena ingin berada di sisiku yang sekarat. Padahal itu pekerjaan yang sangat ingin dia lakukan dari dulu.

Mereka terlalu susah padahal aku masih hidup, nanti kalau aku mati. Aku harap mereka bertemu dengan keluarga Lily dan Allen, menanyakan bagaimana caranya melanjutkan hidup tanpa si bungsu. Semuanya pasti baik-baik saja dan mereka akan sama-sama bahagianya.

Tidak ada hari esok yang bisa aku pikirkan selain, mati, dimakamkan, dan kehilangan.
Aku menghambat banyak hal. Aku benci aku.

Saka Dewangga, 29 Juni 2023.

______

Maaf guys lama, kemarin sibuuuuuk

HOSPICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang