Mika tentu marah ada komentar seburuk itu tentang Saka. Adiknya itu jelas sangat sakit dan Mika ingin tidak ada yang menambahi rasa sakit itu sendiri. Memang benar Saka hampir tidak mengambil hati sama sekali tentang perkataan Jeremi, tapi rasanya rasa sakit atas ucapan itu berpindah ke hati Mika.
Saka dan Mika naik ke jalan setapak yang lebih tinggi dari vila mereka. Menenangkan Mika yang terlihat sangat kesal, pun pikirannya rancu terhadap pernyataan Saka. Berulang kali gadis itu menghela napas tanda bahwa kegusaran tengah melanda.
Saka jadi canggung, tapi dia tetap berusaha tenang. Pemuda berkulit dingin itu menggenggam tangan Mika.
"You don't need to worried. You don't need to give feedback for me." Saka tersenyum, tampan sekali. Apalagi sedang di sapa sinar jingga, raut pasi yang terbiasa Saka sandang berkurang detik ini.Mika tersenyum kaku. Rasa sayangnya tidak berkurang meskipun Saka terpergok memiliki perasaan yang membuat canggung keduanya, Mika masih sama dan Saka mulai berubah. Ia semakin berani mencintai Mika secara ugal-ugalan.
"Kalau aja, Kak. Saka punya umur yang sama panjangnya kaya Kak Mika. Saka janji akan biarin Kak Mika bahagia bersama siapapun dan Saka juga akan jatuh cinta sama cewek lain."
"Jadi? Cuma cinta monyet?" tanya Mika.
"Mungkin, di usia sekarang cuma cinta monyet, 'kan? Gak usah khawatir." Saka tersenyum, Mika jarang melihat Saka tersenyum. Yang ada hanya Saka yang marah, datar, dan meringis kesakitan.
"Sejak kapan?" tanya Mika.
Saka diam, bahkan dia tidak tahu sejak kapan. Ia merasa telah mencintai Mika hampir dari keseluruhan hidupnya. Sejak ia mulai bisa mengingat sampai sekarang, seingatnya ia selalu mencintai Mika.
"Sejak kapan, Saka?"
"Kepalaku sakit kalau harus inget sejak kapan. Yang aku tau cuma sampai kapan, sampai nanti kamu nangis karena aku mati."
"Pede banget bakal ditangisin."
"Halah pasti nangis." Mika kesal tapi tertawa karena Saka menyentuh perutnya, berusaha menggelitik kakaknya yang sedang kesal.
______
Entah kekuatan dari mana yang jelas malam ini Saka tidak bisa tidur. Biasanya anak itu akan tidur selama lima belas jam dan sisanya malas-malasan.
Ia menyalakan siaran langsung dan mulai melukis."Aku makin banyak ngelukis karena banyak banget cat dan kuas baru dari kalian. Dari dokter, dari Kak Mika, dari Kak Jeremi dan kemarin yang dateng ke Galeri Saka. Terima kasih ya? Aku cuma takut gak bisa make hadiahnya, aku sekarat nih hehehe."
Mika menonton siaran itu dari ruangan lain ia berpura-pura menjadi orang lain dan menangis mendengar Saka sudah sepercaya itu dengan vonisnya. Wanita kuat seperti Mika sering menangis karena Saka.
mikasa ackerman🌹: spill pacarnya kak
Setelah melontarkan komentar itu berulang kali agar Saka dapat melihatnya, senyum pemuda itu terbit. Tersenyum geli kalau disinggung soal pacar.
"Em, aku nggak punya pacar. Tapi, kalau kalian pengen lihat cintaku kalian perhatiin aja ya aku bakal lukis sambil ceritain dia."
Keseluruhan lukisan itu hampir jadi, Mika semakin menangis kala merasa bahwa karya Saka sangat mirip dengannya. Apalagi model rambutnya.
"Ini cewek kuat, terbiasa damai dengan keadaan dunia." Saka tersenyum memandang sejenak karyanya, ia meletakkan putih sebagai sorot cahaya di mata gadis yang sedang dia lukis.
"Beda sama aku, sampai detik ini aku gak bisa terima kalau aku hampir mati. Aku masih nolak, aku masih mau hidup sampa cat-cat dari kalian habis." Kemudian Saka menitikkan air mata. Dia tidak pernah menangis di depan siapapun, tapi akhir-akhir ini ia merasa menjadi manusia paling menyedihkan di dunia ini.
Siapa bilang Mika selalu berdamai dengan dunia. Untuk urusan nyawa Saka, gadis itu menolak telak apa yang sudah digariskan. Dia tidak mau.
________Sampai di rumah Saka lantas tertidur lelap. Liburan kemarin benar-benar tidak menyenangkan karena harus mendengar ucapan Jeremi yang melukai harga dirinya sebagai laki-laki.
"Saka ada ngeluh sesuatu nggak pas di sana? Dia rewel nggak?" Sebagai seorang Ibu pastilah Rika tidak bisa berhenti khawatir tentang sosok Saka.
"Ya sakit sih, cuma susah napas sama pusing. Gak sampai pingsan atau kejang, ah sama capek-capek terus." Mika jujur saja tentang apa yang adiknya yang sedang tertidur itu rasakan selama di vila.
Biarpun sedang marahan, Jeremi tidak tega membiarkan Mika dan adik penyakitannya pulang sendirian.
"Saka?" Sang Ayah menyadari sesuatu.
"Saka?" Mika mencoba menepuk pipi Saka yang super dingin.
"Saka nggak napas?" Rika membungkam mulutnya sendiri, air matanya leleh.
Dengan cekatan sang ayah memberikan napas buatan dan memanggil ambulans secepatnya. Iya, mereka tahu Saka akan mati tapi tidak hari ini.
"Saka, jangan sekarang Saka. Aku minta maaf ya? Kamu capek ya?" Mika menggenggam erat tangan Saka yang lunglai dan dingin.Sang ayah masih berusaha paling bertindak di sini. "Papa tahu, kamu masih di sana Saka. Jangan pergi dulu."
"Saka, nanti kita ke gunung, ke hutan, ke bar, ke manapun yang Saka suka. Tapi, napas dulu okay? Its okay to sleep, but keep breathing." Mika membisikkan kalimat itu, entahlah padahal Saka yang sadar pun terkadang tak bisa mendengar sesuatu dengan jelas.
_____
Jalannya berkabut, sepertinya Saka merasakan bahwa dirinya berada di atas gunung es. Jalannya sangat susah di lewati, tapi dia benar-benar merasa akan mati jika tidak segera pergi dari tempat ini.
Ia melihat dua lentera dari dua arah bersebrangan. Satu berasal dari sebuah rumah kayu dan atap jerami, terlihat sangat hangat karena ia bisa melihat pantulan perapian di jendela kacanya."Saka, ayo. Kami sedang punya jamuan besar untukmu." Saka mengerutkan keningnya, siapa gadis berambut panjang itu?
"Lily." Sepertinya gadis itu tahu apa yang dipikirkan Saka. Ngomong-ngomong Lily adalah teman berjuangnya waktu berada di rumah sakit. Sepanjang yang ia tahu Lily si pejuang kanker itu botak dan tidak pernah menyangka jika gadis itu punya rambut yang lebat akan secantik ini.
"Saka, ayo!" sambut anak seusianya pula sambil mengulurkan tangan.
"Saka!" Cahaya yang sempat Saka lihat dari arah bersebrangan adalah lentera yang dibawa oleh Mika. Gadis itu menggunakan pakaian biasa dan terlihat tak kuat menahan dingin.
"Saka, di rumah ini kita bahagia. Kamu akan merasa hangat dan tidak sakit lagi." Lily menggenggam tangan Saka.
"Di sini memang sakit, Saka. Pergilah jika kamu mau," ujar Mika.
Saka melepaskan genggaman Lily, memilih untuk tersenyum sambil memeluk Mika. Ia menggosok punggung Mika yang bergetar.
"Sesakit apapun, aku tetep mau sama Kak Mika."_____
Dukung cerita ini untuk update setiap hari dengan memberikan komentar dan seberapa suka kamu dengan Saka?

KAMU SEDANG MEMBACA
HOSPICE
Teen Fiction#Sickmale Mika sangat berhutang budi untuk keluarga Saka. Mereka membesarkan Mika seperti anak sendiri kemudian mengantarkannya kepada hidup yang sukses sebagai Pengacara. Mika menyayangi Saka seperti adiknya sendiri, tapi Saka sangat tidak suka den...