"Ini di mana?"
Shera mengedarkan pandangannya dengan kening yang mengerut. Saat ini kepalanya masih terasa begitu pusing. Sekilas yang tertangkap oleh pandangan matanya adalah langit-langit sebuah ruangan, papan tulisan UKS yang menempel di dekat pintu, dan....Viona?
"Ngapain lo?" tanya Shera dengan nada yang sinis. Kedua matanya menatap tidak suka ke arah sahabatnya yang duduk di sebelah brankar tempatnya berbaring.
Viona hanya diam tanpa ekspresi. Tanpa menjawab pertanyaan itu, dia segera mengambil segelas air putih di nakas lalu memberikannya pada cewek itu. Shera yang bingung dengan sikapnya itu pun tidak menerima gelas yang dia sodorkan.
"Minum," perintah Viona.
Meski terpaksa, Shera pun segera mengubah posisi tidurnya menjadi duduk dan menerima gelas berisi air putih itu. Kedua matanya sibuk memperhatikan Viona yang tengah menyiapkan obat-obatan. Matanya langsung membulat.
"Dari mana lo dapet obat itu?" tanya Shera.
"Kalea," balas Viona singkat. Setelah menyiapkan beberapa butir obat, dia pun langsung memberikannya kepada Shera. "Minum atau lo gagal dapat nilai terbaik."
Shera mengembuskan napas lelah. Tadi pagi dia memang lupa untuk meminum obatnya. Pantas saja tubuhnya terasa begitu lemas sekarang. Dengan wajah ogah-ogahan, dia pun menerima obat dari Viona.
Sambil menunggu Shera meminum obatnya, Viona hanya memperhatikan cewek itu dalam diam. Ternyata obat itu berpengaruh pada kondisi Shera. Cewek itu terlihat semakin kurus dan ringkih. Wajahnya pun terlihat tidak segar, berbeda dengan yang dulu.
"Sakit apa lo?" tanya Viona—cewek itu—langsung pada intinya.
Shera tersentak kaget dan langsung menatap cewek itu dari atas sampai bawah dengan pandangan bingung.
"Lo ngapain disini?" tanya Shera balik.
"Gue sahabat lo, Shera. Yakali gue ga nemenin sahabat gue yang lagi sakit," jawab Viona dengan nada sombongnya seperti biasa.
Shera mengangguk paham. "Gue gak sakit," balasnya.
Viona sontak tertawa. "Lo kira gue anak SD? Ckckck, pasti gara-gara lo maksain diri buat belajar. Makan tuh belajar."
"Nggak juga." Shera menyandarkan punggungnya di brankar. "Gue pusing, Na. Lo bisa anterin gue balik, nggak?"
Viona memiringkan kepalanya. Apa Shera tidak salah berbicara? Bagaimana bisa cewek itu menyuruhnya untuk mengantarkan pulang? Bahkan sekarang ini mereka masih banyak menunggak tugas sekolah?
"Nggak salah omong lo? Kalau tiba-tiba lo gak lulus gimana?" tanya Viona.
Shera yang memejamkan matanya itu pun tertawa kecil. "Gue yakin gue lulus."
Viona membuang napas kasar. Dia memutuskan untuk duduk di sebelah Shera. Dari dekat, dia bisa mendengar kalau napas cewek itu tidak beraturan. Ada sedikit rasa kasihan dalam benaknya. Sepertinya, Shera mempunyai penyakit yang lumayan berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity Lovein Of Shera [Telah Terbit]
Roman pour Adolescents"𝐎𝐛𝐚𝐭 𝐢𝐭𝐮 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮, 𝐛𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐨𝐬𝐨𝐤 𝐭𝐨𝐤𝐨𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐫𝐮." 𝓢𝓻𝓲 𝓗𝓪𝓻𝓯𝓲𝓪𝓷𝓲 - 𝓘𝓷𝓯𝓲𝓷𝓲𝓽𝔂 𝓛𝓸𝓿𝓮𝓲𝓷 𝓞𝓯 𝓢𝓱𝓮𝓻𝓪 *** "Shera, bersatu atau tidak nya kita, kamu akan tetap menjadi tokoh utama yang tidak pernah...