Chapter 32. Pertemuan

260 41 4
                                    

(Warning 18+!)

Gadis kecil dengan seragam sekolah sedang berjongkok di depan bunga liar setaman. Matanya yang bulat dan berbinar itu memandang kupu-kupu yang mengelilingi bunga. Senyumnya merekah diiringi jemarinya yang berusaha menyentuh serangga cantik itu.

"Susah sekali— ah, nyebelin."

Gerutunya kemudian jatuh tersungkur karena kehilangan keseimbangan dari posisinya berjongkok. Fiony yang berada tak jauh disana terkejut lalu menghampiri gadis itu. Ia terkekeh melihatnya berusaha bangun dengan bibir cemberut.

Fiony membantunya berdiri, "Lain kali kita bawa jaring ya, Michie."

Michie hanya menghela nafas sambil mengangguk lesu.

Tak lama, mereka mendengar suara dari seseorang yang sedang berbincang-bincang mulai mendekat. Fiony mengenalinya meski jaraknya masih cukup jauh untuk melihat wajahnya. Dua perempuan sedang bergandengan tangan dan saling melempar canda mendekat ke arahnya tanpa sempat melirik Fiony dan si gadis kecil bernama Michie.

Michie memperhatikan perempuan dengan rambut dicepol yang ia kenal. Perlahan, ekspresi mukanya langsung berubah dingin. Ia berteriak memanggil orang itu dengan kencang dan melengking khas anak-anak.

"Kak Jessi!"

Jessi yang tidak menyadari keberadaan adik kecilnya itu sontak langsung berhenti berjalan dan menatap Michie yang sudah memicingkan mata dengan tajam. Spontan ia melepaskan genggaman tangannya dari Muthe dengan keadaan panik. Sedangkan, Muthe menaikkan alis kebingungan mendapati perilaku aneh dari kekasihnya tersebut.

"Michie.. sebentar ya Muthe."

Jessi menarik lengan Fiony yang tidak tahu menahu dengan apa yang terjadi sebenarnya. Mereka menjauh sedikit dari Michie dan Muthe yang saling bertatapan dengan wajah heran.

"Kenapa bawa Michie kesini deh??", ucap Jessi dengan suara berbisik namun terdengar tegas.

"Apa maksudnya? 'Kan emang Michie baru pulang sekolah. Dia nunggu kamu, katanya kamu janji mau beliin dia es krim sore ini."

Jessi menepuk jidatnya pelan. Ia melupakan janjinya sendiri. Sekarang ia bingung dan tidak berani kembali mendekat kepada Muthe bahkan Michie. Ia melihat ke arah dua orang tersebut masih saling menatap bingung dan penuh kecurigaan satu sama lain.

"Ada apa? Waktunya gak tepat ya?."

Jessi membisu dengan gerak gerik badannya yang tak bisa diam.

Fiony menjadi khawatir hingga menggoyang-goyangkan pundak Jessi, "Jes. Jelasin."

"Gak bisa. Muthe gak boleh tau!"

Jessi menggigit ujung jemarinya karena merasa cemas. Ia masih bersembunya di balik badan Fiony dengan pikiran yang terus bekerja dan mencoba mencari alasan yang tepat untuk menjelaskan kepada adik serta pacarnya tersebut.

"Jessi. Kemari."

Suara Muthe terdengar menggelegar dan padat. Fiony serta Jessi langsung menoleh memperhatikannya. Muthe menarik nafas panjang dengan kilatan mata yang berubah menjadi berapi-api.

Sontak Jessi panik dan buru-buru menghampiri Muthe. Belum sempat ia mengucapkan sepatah kalimat, Muthe sudah mendorong tubuh Jessi dengan tatapan penuh amarah. Jessi mundur beberapa kali karena hampir jatuh saat Muthe terus-terusan maju dan mendorongnya. Ia melihat bola mata Muthe yang mulai terdapat bayangan wajahnya semakin intens. Muthe berkaca-kaca.

"Jangan dorong kakakku!"

Seru Michie yang berniat membalas perlakuan Muthe, tetapi untungnya Fiony cukup gesit menahan gadis kecil itu untuk menemui Jessi dan Muthe.

FREYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang