2. When Yihua meets Ryuha

355 51 5
                                    

Ini bahkan masih terlalu awal bagi Ryuha untuk menghela nafas. Kedai ayam milikya bahkan belum buka karena gadis itu masih mempersiapkan segala hal yang ada di dalamnya.

Sebuah lembaran di atas mejanya menjadi sebab dari kemurungannya hari ini. Sederetan angka yang berjejer rapi itu benar-benar membuatnya pusing.

Tidak pernah ada hari yang mudah selepas perceraiannya 6 tahun lalu. Semuanya Ryuha lalui hanya berdua saja dengan Yiyun. Tanpa orang tua dan kerabat, Ryuha harus membesarkan Yiyun seorang diri sebagai orang tua tunggal.

Dan Sebagai seorang ibu Ryuha harus memikul tugas ganda untuk membesarkan seorang anak sekaligus mencari nafkah. Kesulitan itu tak membuat Ryuha berhenti memberikan yang terbaik untuk Yiyun. Wanita itu  bahkan memilih untuk menyekolahkan putranya di tempat yang bagus meskipun dia harus  bekerja 24 jam di kedai ayam miliknya.

Wanita itu menghela nafas sekali lagi menatap tagihan sekolah Yiyun. Kedai ayamnya ini tak cukup menjanjikan bahkan dalam satu Minggu pelanggannya bisa dihitung dengan jari.

Ryuha duduk di belakang meja kasir. Meratapi hidupnya sendiri lalu menghapus dengan kasar air matanya. Teringat kembali akan kehidupan mewah yang sempat dia sandang ketika dia masih berstatus sebagai istri orang.

Dia kemudian menggeleng, tidak ingin larut dalam kesedihan, apalagi penyesalan. Semua milik nya sudah pergi, dan Ryuha tidak boleh mengharapkannya untuk kembali.

Gadis itu akhirnya bangkit, merapikan segala hal yang perlu dirapikan.

"Berhenti bersedih Shin Ryuha, ini sudah waktunya menjemput Yiyun." Katanya pada diri sendiri.

Wanita itu berjalan keluar kedai dan menutup rapat pintunya. Dia kembali menghela nafas lalu mengusap kepalanya sendiri sekedar untuk mengapresiasi ketegarannya.

"Aku adalah ibu yang hebat." Katanya dalam nada gumaman.

Ryuha kemudian tersenyum, menyembunyikan segala kesedihannya dalam satu garis lengkung di bibirnya karena Yiyun tidak boleh melihatnya menangis.

Sekolah Yiyun tidak terlalu jauh, jaraknya hanya 3 blok dari kedai ayam Ryuha. Wanita itu sedikit terlambat saat sampai disana terlihat dari betapa sepinya gerbang sekolah saat ini.

"Yiyun.."

Bocah laki-laki yang duduk di kursi tunggu itu menoleh, dia tersenyum begitu melihat ibunya berdiri di depan gerbang.

Yiyun tampaknya tidak menunggu seorang diri, ada seorang gadis kecil yang duduk di sampingnya dan gadis kecil itu langsung cemberut begitu Yiyun menghampiri Ryuha.

"Kenapa mama lama sekali."

"Maaf." Ryuha tersenyum, satu tangannya terulur untuk mengusap kepala Yiyun.

"Ayo pulang." Kata Ryuha.

Yiyun terlihat ragu, bocah kecil itu menoleh ke belakang ke arah gadis kecil yang tadi duduk bersamanya. Wajahnya tergambar iba dengan pancaran mata yang mirip sekali dengan milik Ryuha.

"Temanku belum di jemput. " Kata Yiyun.

Ryuha menatap gadis kecil itu, kaki kecilnya perlahan berjalan mendekati Ryuha dengan sepasang mata sedih yang dihiasi air mata.

"Tolong jangan pergi, aku sendirian." Katanya.

"Apa kamu hafal nomor mamamu? Bibi bisa bantu meneleponnya." Tawar Ryuha namun gadis kecil itu menggeleng.

"Aku ga punya mama."

Ryuha langsung menatapnya, hatinya langsung mencelos mendengar penuturan gadis itu.

"Papa bilang mau jemput tapi sampai sekarang dia belum datang." Katanya lagi.

"Kamu hafal nomor ponsel papamu?"

Gadis itu mengangguk.

"Mau ikut ke rumah bibi? Nanti bibi bantu hubungi papamu biar dia jemput di rumah. "

Seberkas senyum cerah langsung terbit di wajah manisnya. Gadis itu mengangguk berulang kali dengan semangat. Ryuha jadi ikut tersenyum melihat wajah menggemaskan itu.

"Ayo naik." Kata Ryuha.

"Yihua kamu naik duluan." Yiyun menimpali.

Gerakan tangan Ryuha sempat terhenti. Gadis itu kembali menoleh menatap gadis kecil di sampingnya ketika nama itu disebut.

"Yihua ??"

"Iya namanya Yihua." Jawab Yiyun.

'Ke-kenapa namanya mirip seperti....' Ryuha langsung menggeleng. Mencoba menepis dugaannya. Dia beralibi bahwa mungkin ada jutaan orang yang memiliki nama yang sama di dunia ini.

Wanita itu akhirnya meninggalkan sekolah dengan membonceng 2 orang anak dengan sepeda bututnya.

"Sejauh ini sudah ada sekitar 112 trainee yang masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sejauh ini sudah ada sekitar 112 trainee yang masuk. Ini sesuatu yang bagus untuk sebuah awalan." Karina - sekertaris Chenle memberikan lelaki itu data-data yang baru dia cetak.

Gadis itu berdiri di sisi meja Chenle dengan tatapan serius.

"34 di antaranya adalah orang China, yang 10 orang jepang sementara sisanya orang Korea. Usia mereka berkisar antara 10-12 tahun."

Chenle mengangguk-angguk. Dia membolak balikan lembaran di tangannya dan menatap setiap foto yang tertempel disana. Sama seperti yang di China, perusahaan baru Chenle di Korea juga bergerak di bidang entertainment.

"Apa Yihua sudah di jemput? "

"Ahh.. iya, seorang perempuan baru saja menelepon, dia bilang Yihua ada bersamanya."

Alis Chenle saling bertaut, lelaki itu akhirnya mengalihkan pandangannya dari lembaran-lembaran di atas meja.

"Seorang perempuan?"

"Iya, Lee Jeno terlambat menjemputnya jadi nona muda ikut ke rumah temannya."

Chenle berkedip lambat selama beberapa saat kemudian mengulas senyuman tipis. Lega rasanya mengetahui fakta jika putrinya sudah memiliki teman di hari pertama sekolah. Ini artinya Chenle tidak perlu mencari referensi sekolah lain jika saja Yihua tidak betah.

"Bilang pada Jeno biar aku saja yang jemput. "

 "

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
STAND BY ME  | ZHONG CHENLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang