11.

232 15 5
                                    

~Jangan melibatkan hatimu dalam kesedihan atas masa lalu, atau kamu tidak akan siap untuk apa yang akan datang~

~Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib~

=

=

=

“Om, bangun. Itu bajunya udah gue masukin semuanya,” ucap Syafa menggoyangkan lengan Zay pelan. 

Entah kerasukan setan apa Syafa ini, tadi, tiba-tiba saja Syafa merasa kasihan saat melihat raut wajah Zay yang terlihat lemas bak tak bertenaga. Jadilah Syafa menggantikan apa yang sedang Zay kerjakan, tadi. Iya, Syafa melipat pakaian miliknya dan Zay guna dimasukan ke dalam almari. 

Zay melenguh pelan, tersadar kini dirinya tengah tertidur dilantai dengan menggunakan alas karpet, saja. Zay bangun dan duduk. Senyumnya terukir saat kembali mengingat Syafa beberapa waktu lalu. Ah iya, satu kebaikan Syafa telah muncul untuknya.

“Ye malah senyum-senyum sendiri. Cepet bangun. Mandi dulu, gue udah mandi,” titah Syafa memberikan handuk milik Zay. 

Dirumah ini, hanya ada dua kamar dengan kamar mandi terpisah. Kamar mandi dirumah yang kini Syafa tempati hanya ada satu, tepatnya disebelah dapur. Ya maklumi saja, rumah dikampung memang rata-rata seperti, itu.

Untung saja Syafa bisa menerima keadaan rumah, itu. Kalau tidak, maka Zay pastikan kalau dirinya akan kembali pulang ke kota dan membuat Syafa nyaman tinggal bersamanya. Dan ya, terpaksa harus musyawarah kembali bersama Abah Zayyid. Dan untungnya, Istri kecilnya itu menerima saja.  Syukurlah!

“Boleh saya minta sesuatu sama kamu, Syaf?” tanya Zay menatap serius manik Syafa.

Syafa berdehem kecil menjawab pertanyaan Zay. Terlalu malas untuk sekedar membalas lewat uraian kata kepada Zay. Hatinya masih sedikit gondok mengingat bahwa Zay sudah egois membawanya ke tempat ini tanpa persetujuan dirinya terlebih dahulu.

Zay tersenyum. Tak apa jika sikap Syafa masih seperti ini padanya, karena lambat laun, Zay yakin Syafa akan berubah.

“Saya minta, kamu jangan panggil saya dengan sebutan Om. Umur saya belum se tua itu untuk menjadi Om kamu, lagi pun, rasanya kurang pantas jika kamu memanggil Suami kamu ini dengan sebutan, Om. Kamu bisa panggil saya dengan sebutan lain?” tanya Zay menatap tepat manik Syafa. 

“Ck, ribet banget sih! Lu kan emang udah tua! Lagian sopan sopan aja, kok. Yang penting gue gak manggil lu nama, kan?” jawab Syafa memutar bola matanya malas. 

“Iya saya tau, tapi akan lebih baik kalau kamu manggil saya dengan sebutan selain Om, bisa, kan?” tanya Zay, lagi. 

Syafa menghembuskan nafasnya berat, sebelum akhirnya mengucapkan kalimat yang sama sekali tidak Zay duga sebelumnya akan keluar semudah itu dari mulut Syafa.

“Lu mau gue panggil apa? Cepet ngomong!” ketus Syafa. 

Mendengar itu, Zay tersenyum untuk ke sekian kalinya. Akhirnya, fikirnya. “Aa, gimana?” tanya Zay penuh harap. 

Lagi, tanpa diduga Syafa menganggukan kepalanya. Apakah artinya setuju? Jika iya, maka Zay berhasil untuk kesekian kalinya.

“Kamu setuju?” tanya Zay hati-hati.

Setulus Cinta Ustadz ZaydanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang