13.

308 19 0
                                    

‘Jika kamu menyukai seseorang, mintalah Tuhan untuk memberikannya kepadamu.
Dan jika kamu masih belum mendapatkannya, ketahuilah, bahwa orang lain juga memintamu kepada Tuhan.’

~Sayyidina 'Ali bin Abi thalib~

Suara gemuruh hujan terdengar dengan beradu kilat malam ini. Syafa yang tengah menunggu kepulangan Zay melirik jam di dinding yang kini menunjukan pukul 22:00.

Huft. 

Syafa menghembuskan nafasnya kasar. Sudah malam seperti ini Zay belum juga pulang? Kemana sebetulnya Zay dan Abah Zayyid pergi? Kenapa sampai malam seperti ini mereka belum pulang?

“Pake mobil nggak ya perginya?” gumamnya. 

Entah kenapa, rasa khawatir Syafa kian timbul saat Zay tak kunjung pulang. Bagaimanapun, Zay itu Suaminya. Jadi, wajar bukan jika Syafa mengkhawatirkan Zay? 

Syafa menggigit bibir bawahnya. Bayangannya seketika kembali saat dimana Zay pamit karena menemani Abah Zayyid pengajian.  Dalam seminggu ini, memang sudah terhitung tiga kali Zay mengantar Abah Zayyid ke pengajian. Tapi, tidak pernah pulang se malam, ini. 

Tidur, ya? Jangan nungguin 'Aa pulang. Takutnya malam banget pulangnya.’

Pesan Zay tadi sebelum berangkat terus mengiyang dikepala Syafa. Sebetulnya, Syafa sudah tidur, tadi. Tapi, dirinya kebangun saat ingin membuang air kecil. Dan ternyata, jam sudah menunjukan pukul 21:00. Syafa sedikit terkejut kala tidak mendapati Suaminya.

Jadi, sudah terhitung satu jam Syafa menunggu Zay pulang. Lagi pun, Syafa heran, bukankah tadi sore cuaca sangat cerah? Lantas kenapa malam ini hujan? 

“Assalamualaikum,”

“Wa'alaikum salam,” jawab Syafa berdiri dan berjalan ke arah pintu yang sengaja tidak dikunci. Ya jaga-jaga biar nanti kalau Zay pulang dan dirinya ketiduran Zay bisa langsung masuk, kan? 

“Yaa Allah, ‘A!” seru Syafa kaget melihat penampilan Zay kini. 

Bagaimana tidak? Zay dengan pakaian basah kuyup tengah berdiri didepan pintu.  Iya, semua pakaiannya basah tak terkecuali. 

“Masuk,” ucap Syafa yang diangguki oleh Zay. 

“Aku buatin air panas dulu, ya?” tawar Syafa. 

Zay menggeleng. “Gak usah. 'Aa mau langsung mandi aja. Kelamaan nanti. 'Aa gak kuat, dingin,” tolak Zay halus. 

Syafa mengangguk.  Membiarkan Zay pergi ke kamar mandi setelah memberikannya handuk. 

Sementara dirinya pergi kedapur guna menghangatkan masakan yang tadi dirinya bikin. Iya, kemajuan memang, kini Syafa sudah bisa memasak sayur meski tidak banyak dan kadang masih sedikit keasinan atau kurang garam. Ya biarkan saja, namanya juga belajar, kan? 

Lima belas menit sudah Syafa menunggu Zay mandi, entah kenapa lama sekali. Tidak seperti biasanya. 

Kini, terlihat Zay membuka pintu kamar mandi itu pelan. Syafa menghampiri Zay yang kini berpegangan pada dinding. Sepertinya laki-laki itu pusing. 

Setulus Cinta Ustadz ZaydanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang