08. Malam Pertama.

315 13 1
                                    

~ قد يمحو الله من حياتك بعض الناس رحمة بك، فلاتبحث عنهم ابداً.

Allah telah menghapus seseorang dari hidupmu, karena ia sayang padamu, maka jangan pernah kau cari lagi mereka. ~

=

=

=

Waktu sudah berlalu, padatnya hari ini membuat semua keluarga besar Zay maupun Syafa kelelahan. Bagaimana tidak? Tamu terus berdatangan, hingga menjelang maghrib pun masih banyak tamu yang datang. 

Kini, jam menunjukan pukul 19:47 wib, semuanya sudah selesai. Akad, resepsi, sudah usai. Saat ini, Zay dan Syafa tengah berada di satu ruangan yang sama. Iya, kamar Syafa.

Zay lelaki normal, sama halnya dengan remaja se usianya, Zay pun sering bermain ponsel. Pernah Zay menonton vidio yang lewat di beranda, didalam vidio itu, satu pasangan pengantin yang tengah malu-malu untuk bersalaman. Aishh, romantisnya, bukan? Dan ya, Zay tidak munafik, Zay pernah membayangkan jika suatu saat pernikahannya akan sama persis seperti, itu. Dimana pengantin wanita akan malu-malu menyalami tangan Zay.

Tapi apa? Kenyataan tidak sesuai ekspetasi. Lihatlah bagaimana Syafa saat ini. Syafa tengah tertidur pulas diatas kasur miliknya. Tidak asa kata malu untuk gadis itu.

Bahkan jika Zay melihat penampilan Syafa, kini, sepertinya Syafa tidak takut sama sekali jika malam ini dia akan Zay makan. Tapi tidak, Zay bukanlah laki-laki seperti, itu. Zay akan mengambil hanya kalau Syafa yang memberikan itu semua. Sebelum Syafa memberikannya, maka akan Zay pastikan, kesucian yang selama ini Syafa jaga akan aman meski hidup berdua bersama Zay. 

“Aku gak nyesel nikah sama kamu, kamu itu cantik. In syaa Allah, aku akan berusaha supaya kamu bisa nerima aku, zaujatii,” lirih Zay mengusap pelan rambut Syafa.

Syafa menggeliat pelan saat merasakan tidurnya tak nyaman. Usapan lembut di rambutnya malah membuatnya geli. Perlahan namun pasti, mata Syafa terbuka. Dan betapa kagetnya Syafa saat melihat siapa yang kini berada dihadapannya. 

“Aaaa... Mamah ada yang mau merkaos aku!” teriak Syafa berlari ke arah pintu. 

Bahkan Syafa tidak menyadari ucapannya salah, harusnya kan merkosa, ya? Ah entahlah!

Dengan cepat Zay mengunci pergerakan Syafa disudut pintu, menatap lekat mata Indah milik Istrinya, itu. Perlahan bibir Zay mengukir senyum Indah, ternyata Syafa semakin cantik kalau dilihat jarak dekat macam ini, fikirnya.

“Ngapain lu dikamar gue, huh?” bentak Syafa mendorong kencang bahu Zay. 

Namun nihil, nyatanya, tenaga Syafa tidak ada apa-apa nya untuk Zay. Lihat saja, bahkan Zay sedikitpun tidak bergeser karena dorongan Syafa.  Kuat juga, ya? 

Zay dengan jail mendekatkan wajahnya kedepan wajah Syafa, entah mendapatkan keberanian dari mana Zay saat ini, seperti sudah terlatih meski baru pertama kali.  Syafa memejamkan matanya kala wajah mereka sudah hampir menempel, dag dig dug pula rasanya jantung Syafa saat ini. 

“Jangan teriak begitu, malu sama Mamah Papah, dikira saya lagi unboxing kamu, lagi,” bisik Zay tepat disisi telinga Syafa. 

Setelahnya, Zay berjalan ke arah kasur Syafa, meninggalkan anak orang yang kini tengah linglung akibat perkataannya.

Syafa masih diam ditempatnya, mencoba mencerna ucapan demi ucapan Zay barusan padanya. Sial! Syafa lupa kalau dirinya sudah tidak lagi lajang, statusnya sudah berubah saat ini.

Syafa menyumpah serapah sosok laki-laki yang kini bergelar Suami untuknya, itu. Untung saja Syafa tidak mempunyai riwayat sakit jantung, kalau seandainya Syafa mempunyai riwayat sakit itu, maka sudah Syafa pastikan kini dirinya akan masuk rumah sakit akibat ulah Suami kampret nya itu.

“Masih mau diam disana? Nggak mau kesini? Atau masih mau ke bawah?” tanya Zay menatap sedikit datar ke arah Syafa.

“Ngapain lu dikamar gue, Om tua?” tanya Syafa melangkahkan kakinya ke dekat Zay.

Zay mengernyit, siapa yang Syafa maksud Om tua? Dirinya, kah?

“Om tua?” beo Zay.

Syafa mengangguk mantap. “Iya, Om tua. Lu kan udah tua. Kita itu beda enem taun kalau lu lupa, Om! Lu kok bisa beruntung gitu sih nikah sama gue? Lu pake pelet apa, huh?” tanya Syafa beruntun.

Zay menggelengkan kepalanya pelan. Ada-ada saja Istrinya, ini. Masa iya wajah tampan Zay disebut Om tua, sih! Zay ingin marah, tapi juga Zay merasa lucu. 

“Kamu nggak salah manggil saya Om tua?” tanya Zay yang mendapakan gelengan kepala dari Syafa. Zay tersenyum lalu mengangguk-anggukkan kepalanya. “Berarti kamu Tante, tua!” lanjutnya tersenyum smrik. 

Syafa yang hendak merebahkan dirinya pun kini terperanjat kembali mendengar ucapan Zay barusan. Lemes sekali lisan Zay ini, fikirnya tanpa sadar diri.

Syafa menggeram kesal menatap Zay penuh amarah. Bisa-bisanya cewek se cantik dan se anggun Syafa disebut Tante tua!

“Heh komodo, lu kok tua-tua ngeselin, sih? Bukannya bersyukur lu dapet Istri mudah kayak gue, malah lu ledek gue tua! Gak ngotak emang!” ucap Syafa sedikit membentak. 

Zay sedikit mematung mendengar ucapan Syafa. Se bar-bar inikah Istrinya? Sepertinya, mulai saat ini Zay harus lebih melatih dirinya agar selalu sabar menghadapi sikap dan sifat Sang Istri. 

“Sekali lagi kamu ngomong gitu, saya unboxing kamu!” ucap Zay datar. 

“Enak aja tu cangkem! Lu gak ada hak atur-atur hidup gue! Gue emang gini, sikap gue, sifat gue emang gini. Jadi, kalau lu gak terima, gue nerima kok kalau lu mau gugat gue! Mumpung masih perawan nih gue!” ucap Syafa enteng. 

Zay menghirup nafas dalam. Sepertinya tidak akan ada habisnya kalau malam ini dia habiskan untuk berdebat dengan Syafa. Lebih baik dirinya tidur saja. 

Zay merebahkan dirinya dikasur milik Syafa sedikit was-was, takut kalau seandainya Syafa akan mengadakan drama. Iya, drama dimana Zay diusir dan disuruh tidur di sofa. Tapi sepertinya Zay baru menyadari sesuatu, dikamar milik Syafa hanya ada sofa kecil saja, dan Zay yakin kalau Syafa tidak mungkin tega membiarkan dirinya tidur disofa kecil itu.

“Awas lu ngapa-ngapain gue, gue tampol pala lu!” ancam Syafa pada Zay yang kini sudah siap terlelap. 

Zay tak menjawab, diam dan memilih menutup matanya. Enggan meladeni lagi Istri kecilnya, itu. Biarlah, hari ini cukup lelah dan tidak ada tenaga untuk ribut dengan Syafa. 

“Lu denger gue gak sih? Nih guling jadi pembatas, kalau sampai lu ngelewatin batasan lu bakal tau akibatnya—”

“Tidur! Udah malem! Udah sholat juga, kan?” potong Zay cepat.

Syafa mengerucutkan bibirnya. Kesal omongan yang Syafa lantunkan kan belu selesai, kenapa Zay se enak jidatnya saja memotong ucapan Zay? Menyebalkan! 

Ah iya, Syafa memang nakal, bandel, dan ya, kalian tau sendiri bahasa Syafa bagaimana, sangat minim akan akhlak. Tapi, meskipun begitu, Syafa tidak pernah lupa akan kewajibannya sebagai seorang muslimah, terkecuali waktu shubuh, soalnya, Syafa sering kali mengkodho sholatnya kalau shubuh. Ya kan yang penting sholat, to?

Jadi, biarkan saja Syafa seperti itu!

=

=

=

Wah, Author ni ngaret bener ya? Udah berapa abad kagak up? Maaf ya!!! 








Setulus Cinta Ustadz ZaydanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang