Sore itu Farah pergi terburu-buru dari rumahnya.
Tujuannya satu ; ke taman kota. Di dalam angkot, ia terus saja melihat layar handphonenya.
Ia tidak peduli dengan kondisi angkot yg penuh sesak, bau amis ikan, ibu-ibu yang bergosip, bahkan anak kecil yang mulai menangis.
Sepertinya, Informasi yang ada di handphonenya lebih penting daripada itu semua.
"Bang, stop!"
Angkot pun berhenti. Farah turun tepat di seberang taman kota.
Setelah membayar, ia langsung berlari menyeberang.
" TIIIIN!!"
"HOY! KALO NYEBRANG HATI HATI!!"
"TIIIN... TIIIIIN!!!"
"HEY, SIALAN!"
Beberapa pemotor memaki Farah.
Membuatnya tersadar kalau ia sedang berada di tengah jalan dalam situasi padat.
"Maaf pak, maaf"
Hanya itu saja yang bisa ia ucapkan sambil terus berlari.
Terserah dengan makian mereka, Farah lebih mengutamakan kepentingannya sediri.
Sampai di taman, ia segera duduk di bangku kosong.
Dengan cepat ia membuka tas dan memeriksa isinya.
"Alhamdulillah, gak ada yang tertinggal"
Sepertinya semua persiapannya sudah lengkap.
Sekarang, setelah menghela napas beberapa kali, ia mengambil handphonnya, Lalu menelepon seseorang.
"Halo. Udah di taman. Bangku kuning."
Cukup sepatah kalimat saja dan langsung di tutup. Lalu kembali berdiam diri.
Setelah menunggu beberapa saat, sebuah mobil sedan hitam datang dari arah kiri sambil melaju pelan dan berhenti tepat di seberang taman kota.
Kaca mobil perlahan-lahan terbuka.
Ikhman tidak perlu repot-repot mencari Farah disebelah mana.
Ia dengan santainya hanya melambaikan tangan, isyarat bahwa Farahlah yang harus datang kepadanya.
Farah mengerti. Ia segera bangun dan menuju ke mobil Ikhman.
Tidak seperti di awal, kali ini Farah menyeberang dengan hati-hati.
Ya, dengan hati-hati. Karena selagi berjalan, ia berusaha mengingat semua skenario yang ada di kepalanya.
"dah lama?" Sapa Ikhman tersenyum.
Farah hanya diam.
"masuk" ajak Ikhman kemudian.
Farah membuka pintu mobil dengan sangat hati-hati.
Lalu masuk. Segera ia dekap tasnya erat-erat. Pertanda ia dalam keadaan takut.
"Sante aja" ucap Ikhman cuek.
Segera mereka pergi dari situ.
Selama perjalanan, keduanya diselimuti rasa hening.
Ikhman yang mulai bosan lalu memutar lagu kesukaannya.
"Welcome to the jungle, we've got fun and games
We got everything you want honey, we know the names
We are the people that can find whatever you may need
If you got the money, honey, we got your disease
In the jungle, welcome to the jungle
Watch it bring you to your
sha-n-n-n-n-n-n-n-n knees, knees
Mwah, I, I wanna watch you bleed"
Terlihat kepala Ikhman mengangguk-angguk mengikuti irama musik sambil sesekali ia melantunkan liriknya.
Sedangkan Farah merasa jijik, karena ia tau, arti liriknya ini tidaklah pantas untuk di dengarkan.
Ia merasa tertekan dengan kelakuan Ikhman.
Ikhman terlihat santai hanya fokus mengemudi dan Farah yang cemas hanya fokus melihat kebawah sambil terus menyusun rencana di dalam pikirannya.
Saat itulah ia melihat ada beberapa helai rambut panjang dan halus, seperti rambut anak kecil dan wanita dewasa.
Dengan cepat ia ambil semuanya saat Ikhman sedang asyik bernyanyi.
Deg deg deg.
Jantungnya berdebar keras. Ia berharap Ikhman tidak sadar dengan aksinya.
Alhamdulillah, entah bagaimana, rencana pertama berhasil dengan mudah.
"Kenapa tiba-tiba kamu ingin bertemu saya? "Ikhman memulai pembicaraan.
Deg!
Jantung Farah hampir copot.
Pertanyaan Ikhman yang tiba-tiba benar-benar mengagetkan Farah.Ia berfikir kalau aksinya tadi ketahuan.
Syukurlah, otaknya tidak ikut kaget juga dan mencerna kalimat itu dengan baik sehingga ia mampu menjawabnya dengan cepat.
"Gak kenapa-kenapa" sambung Farah cuek.
"Apa kejadian tadi siang mengingatkanmu dengan ucapanku kemarin?" tanya Ikhman penasaran.
"Ngga. aku ngga apa-apa. aku bahkan gak pernah ingat satu kata pun" sahut Farah dengan tatapan kosong.
"Ya baguslah kalo begitu. Ternyata kamu masih sama seperti gadis lugu yang saya kenal 5 tahun lalu" balas Ikhman.
Farah hanya duduk terdiam.
Ia arahkan pandangannya keluar melihat kendaraan yang berlalu lalang.
Sementara Ikhman terus saja bernyanyi utk mengusir kesunyian di antara mereka.
Akhirnya sampailah mereka di sebuah villa.
Pilar-pilar besar berwarna putih gading serta pintu-pintu berwarna emas menambah kesan bahwa hanya orang-orang dengan izin khisus yang boleh singgah disitu.
Farah kembali terkejut. Wajahnya kembali panik. Lamunannya selama perjalananan membuatnya lengah.
Yang tadinya di tuju adalah hotel, kini berubah rute menuju ke villa. Ini tidak sesuai dengan yang dia rencanakan.
"Yuk, masuk" ajak Ikhman sambil membuka pintu mobilnya.
Sudah kepalang tanggung pikirmya.
Kalau dia menolak, maka Ikhman akan curiga. Kalau di iyakan, maka rencana yang ia susun jadi rusak.
Dalam keadaan bingung, ia mengambil keputusan berat. Ya sudahlah.
Sekali lagi, hari ini ia memberanikan diri mengayunkan kaki kecilnya keluar dari mobil, melewati pintu villa dan lalu menuju ke kamar.
"Tuhan, bantulah aku" Farah berdo'a dalam hati.
Ikhman tersenyum. Ia melihat Farah yang dengan lihai melepas pakaiannya.
"haha.. dah gak sabaran ya? hahaha" suara tawa Ikhman terdengar di telinga Farah.
Farah yang kini sudah berbaring di tempat tidur hanya tersenyum sambil memainkan rambutnya.
"Wah nantang ya, hehe" ujar Ikhman sambil mendekati Farah.
Setelah adegan itu selesai mereka pun tertidur hanya ditutupi oleh selimut.
Farah yang sedari tadi masih terjaga, dengan sangat hati-hati tangannya bergerak dan mencabuti beberapa helai rambut Ikhman yang sedang tertidur.
"Jangan sampe bangun! kalo bangun abis lo Farr" hati Farah berbisik mengingatkan dirinya sendiri.
Beberapa helai rambut sudah ia dapatkan dalam genggamannya. Menjijikan memang.
Tapi ini adalah salah satu cara yang aman untuk menemukan kebenaran di balik semua sandiwara yang di buat Ikhman.
"Kali ini, kamu yang akan binasa" kutuk Farah dalam hati.
.
.
.
.
.makasih>~<
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar keadilan
RomanceKeadilan. Sebuah kalimat sederhana yang arti dan penerapannya tidak sesuai ada pun orang orang mengabaikannya. Sebagian lainnya hanya mampu memahaminya. Dan hanya sedikit orang yg benar-benar berjuang mengharapkan kehadirannya. Dan dunia? Keindahan...