boneka

5 1 0
                                    

"onty beneran mau nyerahin toko kue ke orang? Tapi itu satu satunya toko kue yang bunda punya".

Suasana ruang tamu kini sangatlah canggung. Bintang sedang berhadapan dengan onty.

"Keputusan onty mau nyerahin ini udah bulat Tang. Onty mau jagain kalian disini. Kasian kalo sendirian di kota besar kayak gini" wanita berusia lima puluhan tahun itu membelai pipi remaja didepannya.

Bintang menggeleng tegas.

"Onty harus balik ke Sulawesi. Jagain toko itu sama butik disana, gimana pun. Itu satu satunya toko yang dimiliki bunda dan diwarisin ke kita. Pun Bin-"

"Onty sayang sama Bintang. Bintang udah gede, tapi di mata onty tetep Bintang yang kecil. Onty mau liat masa depan Bintang disini. Onty yakin. Kamu bisa jadi orang sukses kedepan"

Onty menyela ucapan Bintang. Tatapannya sandu. Matanya onty seperti penuh harapan.

Bintang menggusar wajahnya. Pusing dengan keadaan ini. "Onty ih serius. Bintang gak mau toko itu jadi punya orang. Usaha onty sama bunda kemarin sia-sia dong"

Onty tersenyum. "Butik sama toko kue. Bukannya onty jual. Tapi, onty serahin ke orang lain untuk ngejagain itu. Toko kue sama butik tetep jadi milik kita kok" ucap Onty, tersenyum hangat.

Bintang menghela napas. Senang mendengarnya, ia kira onty akan menjual itu ke orang.

Bintang tersenyum, "oke. Bintang bakal cari kerjaan sesuai kemampuan Bintang" ujarnya penuh keyakinan.

Onty gembira mendengarnya. Keponakannya sudah dewasa. Dia yakin, bundanya pasti bangga disana. Tumbuh dengan baik.

Bola mata onty dan Bintang serempak mengarah ke seseorang yang baru saja masuk ke rumah.

"Sean" panggil Bintang.

Sean yang tengah berjalan sambil bermain hpnya seketika berhenti. Mengerut kening "ha?".

Dirinya baru pulang kuliah. Cukup lelah, dia sangat sibuk di kampusnya. Malam ini ia harus mengerjakan tugas dari guru.

"Oh, gak" Bintang memberi Sean jalan. Sean menatap kakaknya, penuh heran.

Mulai sore juga. Bintang sangat bosan selalu berada di rumah. Sebaiknya ia keluar untuk mencari kenyamanan. Sesekali mencari objek untuk dilukis.

Bintang mengambil kameranya, kali ini ia cukup berjalan jalan menggunakan sepeda.

Titiknya kali ini berada di taman komplek. Mengambil beberapa gambar. Lanjut kembali mengayuh pedal, dahinya mengerut.

Ia tidak sengaja melintasi rumah mewah yang berdiri kokoh di pinggiran jalan kota ini. Mungkin ini rumah yang paling megah di sekitaran sini.

Ia berhenti, mengeluarkan kameranya, mengambil gambar rumah itu. Senyum, hasilnya bagus. Bisa dia lukis di canvas nantinya.

Lain kali, ia akan melintasi disini. Pemandangannya cukup bagus. Jauh dari sana katanya ada lembaga yang pernah ia kunjungi sebelumnya.

Ya, resto itu. Pertama kalinya bertemu Neta. Ia masih mengingat nya dengan baik.

Mungkin kesana lebih baik untuk mengambil beberapa foto. Ia menyukai matahari tenggelam.

Mengayuh kembali si pedal. Sambil ia mengayuh, sambil ia berpikir bagaimana caranya untuk mencari uang sekarang.

Sembari menunggu pekerjaan yang cocok, ia ingin bertanya kepada pemilik toko toko, apakah mereka butuh pegawai. Atau apa lah. Kebanyakan dari mereka menggeleng. Tidak menghiraukan Bintang.

"Huhh" helaan napas Bintang. Ia sangat lelah sekarang. Sudah beberapa foto yang ia ambil tadi. Bisa jadi contoh untuk lukisannya dirumah.

Sudah jam 5 sore. Ia masih belum kembali ke rumah. Ingin menghirup udara sore. Sangat sejuk rasanya.

Sweet Promises (Vanta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang