kalung B

6 3 1
                                    

"huuhh" badan Neta kelelahan. Akhirnya ia sampai kerumah. Walaupun sudah jam setengah sebelas. Ia menunggu hujan reda bukan karena takut kehujanan, dia kan pakai mobil. Neta menunggu reda karena ia takut mendengar suara petir.

Mamah ayah sudah tidur. Bang Regan dengan Lubna pun sudah tidur. Rumah mereka kini sepi.

Neta merasa bosan sekarang. Pikirannya mengingat kembali waktu ia berada dirumah Bintang. Ia memilih keluar kamar. Berjalan ke lantai atas lagi, ia berangin di rooftop

Agak basah keramik rooftop, mungkin tempias air hujan tadi. Neta menatap bulan yang remang remang, tidak ada bintang, hambar langit itu.

Sejenak, ia tersenyum. Ish, malah kepikiran.
Neta menunduk. Memainkan jari jari kakinya. Entah lah apa itu, yang pasti Neta menyukainya.
___________________________________________

Hari berlalu....
Neta meraba raba meja sebelah untuk mengambil handphonenya. Ada yang menelpon pagi pagi? Ya walaupun matahari sudah agak tinggi.

Mata Neta terlalu gabur untuk melihat nama panggilan itu. Ia langsung mengangkatnya.

"Selamat pagi tuan putri", Neta langsung bisa menebak suara itu. Matanya menjadi melebar.

"Lan? Sepagi ini lo nelpon gue?" Neta terheran heran. Ia duduk, rambutnya berantakan. Matanya masih merem melek.

"Anggep aja ini morning call dari gue" ujar Aland dari sebrang. Neta terkekeh, ada ada saja. Padahal setiap hari jika mau bertemu kan bisa.

"Gue baru bangun. Semalem gue tidur jam satuan" Neta menguap.

"Emang dari mana aja sampe larut gitu"

"Gue sih pulang nya jam sebelasan, trus begadang aja, hobi gitu"

Dari sebrang sana, Aland tengah bersantai di taman rumah. Ia senam ringan di taman, tidak ada kerjaan, ia memutuskan menelpon Neta. Siapa tau gadis itu sudah bangun. Tapi nyatanya, ia membangunkan gadis itu dari tidurnya.

"Jangan keseringan gadang. Gak baik Net" tutur lembut dari Aland. Neta mendehem saja.

Lenggang sebentar, "oh iya, kalo bisa. Siang ini gue mau ngajakin luch bersama, boleh" Aland bertanya

"Bolehh. Telpon lagi nanti ya, byee" Neta menutup langsung panggilan itu. Ia tersenyum. Not bad, pun Neta tidak ada kerjaan siang ini.

Aland menyadari bahwa Neta telah menutup telepon mereka. Aland mengulum senyum. Mengepalkan tangan berkata yes.

Dari ambang pintu, papa Aland berdiri, memperhatikan anaknya yang tengah kegirangan.

"Nelpon siapa sih, sampe kayak gitu" papa nya bertanya. Berjalan pelan pelan mendekati Aland.

Aland menggaruk belakang leher. "Neta pa" jawabnya sambil menyengir.

Papa diam, menarik napas
"Masih kamu kejer?"

Aland mengangguk. "Kan udah Aland bilangin kalo Aland gak mau sama Moana. Papa sama mama sih tukangnya" Aland nyeloteh, menyalahkan papa sama mamanya untuk menjodohkan mereka berdua.

"Sama sekali gak ada rasa sama Moana?. Lan, Moana itu rajin, baik, penyayang, perhatian sama kamu. Dia orangnya terpercaya, sedikit aja. Buka hati untuk Moana. Balas perjuangannya Lan". Minta papanya. Berharap agar anaknya mendengarkan ucapannya tadi.

Aland mendengus. Ia menggeleng, "pa. Kalo Aland maunya Neta, ya Neta. Aland gak mau kasih hati ke orang lain" Aland bersih keras memberi paham papa.

"Lan..." Belum selesai papa nya bicara, Aland menerobos masuk melewati papa. Papa terkejut, menatap punggung Aland hingga menghilang. Menghembus napas panjang. Lelah dengan tingkah anaknya.
___________________________________________

Sweet Promises (Vanta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang