EL 7 - Reception

8K 291 2
                                    

Sam POV

Sudah berjam-jam aku dan Fey harus berdiri menyalami tamu-tamu yang hadir. Mulai dari sanak keluarga, kenalan orang tua kami, teman-teman sekelas kami, guru-guru SMA, kenalan di Gereja, ahh ... dan masih banyak lagi. Padahal kami sudah berpesan agar tidak usah dirayakan begitu mewah, cukup mengundang keluarga besar saja, ya tapi namanya orang tua, sudah seharusnya pula omongan mereka tidak kami bantah.

Kulihat dia sudah sangat lelah, apalagi dengan high heels yang dia gunakan itu. Aku yang memakai sepatu pantofel saja sudah merasa pegal, bagaimana dia ya?

"Capek?" tanyaku setelah kami duduk. Dia mengangguk sambil mengerucutkan bibirnya. Lucu sekali dia. Aku membawa kepalanya ke bahuku untuk bersandar, dan dia menuruti gerakan tanganku. Cukup lama kami berada dalam posisi ini, sampai tiba-tiba saja badannya mendadak menegak sempurna. Aku mengikuti arah pandangannya yang ternyata mengarah pada sosok yang sedang berjalan ke arah kami. Akupun menuntunnya berdiri. Ada yang aneh dengan dia.

"Selamat ya Sam. Ahhh ... akhirnya kau berhasil membuatku patah hati ...hehe ...." dia memelukku, dan akupun membalasnya.

"Hahaa ... bukankah kamu yang berhasil membuatku patah hati?" candaku padanya.

"Ouh ... maafkan aku ya, hehehe. Tapi sekarang kamu punya dia," dia memasang ekspresi yang benar-benar menyesal. Aku tahu itu hanya candaan kami. Ya, perempuan ini pernah mematahkan hatiku. Dia lalu menghadap ke arah Fey.

"Ni.. Nissa," ucap Fey terbata karena ... gugup? Ahh entahlah.

"Hai, Fey! Selamat ya. Semoga kalian berdua bahagia," Nissa memeluk Fey. Tapi Fey terlihat kaku dan tak merespon pelukan Nissa. Aku sedikit mendengar Nissa membisikkan sesuatu padanya, tapi aku tak bisa menebak apa itu.

"Semoga kalian bahagia ya. Aku sekalian pamit. Besok aku akan terbang ke Jerman untuk kuliah di sana. Aku pamit ya. Maaf tak bisa berlama-lama."

"Iya, Niss. Terimakasih sudah mau datang. Sukses ya di sana." Nissa akhirnya pergi. Tapi Fey masih terpaku dengan kebisuannya.

"Are you okay?" tanyaku sambil memegang pundaknya. Dia mengangguk, menatapku intens. Tatapannya ini sulit kuartikan. Seperti orang yang begitu ketakutan?

"A..a..aku ... ingin ke luar sebentar," ucapnya gugup tanpa memandangku lagi.

"Ayo!" aku mengambil tangannya. Dia hanya mengikuti dalam diam. Kami juga menyapa beberapa tamu yang kami lewati hingga kami tiba di luar. Di dalam sangat melelahkan. Sekarang kami berada di taman yang memang dimiliki oleh hotel di tempat resepsi kami diselenggarakan ini. Aku menuntunnya duduk. Kulihat raut wajahnya yang tidak tenang. Tiba-tiba dia menggenggam tanganku erat.

"Sam, sepertinya aku telah salah mengambil keputusan," ucapnya seraya menatapku.

"Keputusan apa hmm?"

"Keputusanku yang bersedia menerima perjodohan ini," kata-katanya membuatku kaget.

"Maksud kamu? Salah kenapa?"

"Aku salah. A..aku ... memisahkan kamu dengan dia. Aku menerima semua ini, padahal aku tahu, pernikahan ini tidak didasari cinta," air mata yang meluncur di pipinya membuatku kaget.

"Dia? Maksud kamu ... Nissa?" tanyaku sambil mengangkat wajahnya yang mulai menunduk. Dia mengangguk.

"Aku ...." Aku memotong ucapannya dengan meletakkan telunjukku di bibirnya.

"Sudah jangan dipikirkan. Aku dan Nissa sekarang hanyalah teman. Kami putus baik-baik. Tak ada sangkut pautnya dengan pernikahan kita. Dan soal cinta, mari kita coba mewujudkannya. Buatlah aku mencintaimu. Aku akan membuatmu mencintaiku," kata-kataku barusan seperti pesan langsung untukku sendiri. Ya, aku akan belajar mencintainya. Kukecup keningnya lembut.

Eternal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang