EL 12 - Visite

6.9K 251 2
                                    

Fey POV

Aku sedang memasak soup ayam untuk suami tercinta. Ahh ya ampun bahkan pipiku menghangat mengingat apa yang terjadi semalam.

Aku juga sudah memasak nasi. Kenapa tidak bubur? Jawabannya, karena Sam tidak suka bubur.

"Kok kamu tahu aku nggak suka bubur?"

Begitu yang dia bilang saat aku menyuapinya semalam. Padahal aku juga baru tahu. Kebetulan yang tepat sekali 'kan?

Tanganku masih mengaduk soup di dalam panci stainless saat tiba-tiba ada tangan yang melingkar di pinggangku. Siapa lagi kalau bukan suamiku.

"Pagi." Dia mencium pipi kananku, membuat aku sedikit meringis. Ternyata masih terasa sakit.

"Pasti masih sakit," ucapnya cemas sambil membalikkan badanku menghadapnya.

"Pagi juga. Nggak begitu sakit kok. Tadi sudah kukompres sebelum mandi," aku tersenyum padanya. Dia masih saja menatapku cemas.

"Maafin aku."

"Sudah berapa kali kamu minta maaf Sam?" aku mencubit hidungnya gemes. "I'm fine. Udah ada obatnya."

"Kamu ada salepnya?"

"Nggak ada kok."

"Jadi, diobatin pakai apa? Dikompres doang?"

"Kan tadi kamu cium pipi aku. Itu obatnya," aku tersenyum malu-malu. Pipiku pasti merah nih.

"Oh ... itu obatnya. Kalau gitu aku bakal sering cium kamu nih biar pipinya nggak sakit lagi," dia menciumku lagi. Dia melakukannya dengan sangat lembut. Mungkin takut aku meringis lagi.

"Udah ahh, Sam. Ini mah modusnya kamu. Aku lagi masak ini. Kamu mandi gih! Itu tadi Mama Indah nelfon suruh ke rumah. Kata Mama ada yang mau diomongin." Aku kembali mengaduk soup dan akhirnya mematikan kompor.

Oh ya, sekedar info, semenjak kepergian Oma Lena, keluarga kami memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Karena banyak alasan sih, terlebih agar kami tidak kejauhan untuk mengunjungi makam Oma Lena. Lagian universitas yang menjadi tempat kuliahku nanti letaknya di Jakarta.

"Bentar lagi. Masih nyaman," ucap Sam sambil memeluk pinggangku dan menyandarkan dagunya dibahuku.

"Mandi gih! Bau tuh!"

"Bau-bau gini, kamu mau juga."

"Ihh Samm ... Demen banget godain aku."

"Loh? Ya nggak apa dong. 'Kan istri aku."

"Udah sana mandi! Habis itu kita makan. Kamu harus minum obat. Masih demam nih." Aku meraba keningnya lalu mendorong badannya keluar dapur. Dia malah mencium pipi kiriku dan ngeloyor ke lantai atas. Memang ya! Tapi aku senang loh ...hehe ....

***

"Mba Fey! Gina kangen." Gina memelukku saat aku dan Sam baru tiba di rumah Mama dan Papa Darma.

"Mas nggak dikangenin nih?" tanya Sam pada adik satu-satunya itu.

"Ngapain ngangenin Mas Nathan. Bosen adanya ngeliat Mas," ucap Gina sambil memeluk Sam.

"Nggak kangen tapi meluk-meluk."

"Ya nggak apa dong. Yok Mba, samperin Mama. Kami lagi buat bolu." Gina menarik tanganku ke dapur. Sam mengikuti dari belakang. Saat sampai di dapur kami langsung menyalami dan memeluk Mama.

"Papa udah pergi kerja, Ma?" tanya Sam sambil mencomot bolu yang sudah di hidangkan di piring.

"Udah. Papa berangkat pagi-pagi sekali tadi. Kalian sudah makan?"

"Udah, Ma," jawabku.

"Udah dong, Ma. 'Kan udah ada istri yang masakin," jawab Sam sambil memeluk pinggangku dari samping. Aku hanya tersenyum malu-malu.

"Ciee ... yang makin romantis. Tapi masih kalah romantis sama aku," ucap Gina.

"Kamu romantisan sama siapa? Emang punya pacar?"

"Yee ... jangan salah, Mas. Udah jadian nih."

"Oh ya? Sama yang itu ya? Siapa namanya? Mba lupa."

"Rey, Mba," pipinya merona saat menjawabnya. Aku jadi membayangkan seperti itu pipiku saat merona.

"Jiahh ... adek Mas udah besar rupanya," ledek Sam.

"Tapi jangan lupa sama sekolahmu loh, Gin."

"Dengerin pesan Mba-mu itu sayang," sambung Mama Indah.

"Iya, Ma. Iya, Mba. Gina makin semangat kok sekolahnya. Hehe ...."

"Oh ya, Mba. Itu kenapa pipi kanannya kok agak bengkak gitu ya?" pertanyaan Gina membuat aku dan Sam saling pandang.

"Hayoo ... Mas nampar Mba Fey, ya?"

"Benar begitu, Sam?" tanya Mama marah.

"Sam nggak se ...."

"Sam nggak nampar Fey, Ma. Ini kemaren aku narik barang nggak hati-hati, jadinya jatuh kena pipiku," ucapku memotong suara Sam. Dia langsung menatapku ingin protes. Tapi aku menggenggam tangannya dan menatapnya seakan berkata 'Udah jangan dibahas'.

"Hati-hati dong, sayang. Udah di kompres?" tanya Mama sambil menyentuh pipi kananku lalu menatap Samudra.

"Udah kok, Ma. Nanti juga hilang bengkaknya."

"Syukur deh kalau begitu," Mama tersenyum. Senyum yang manis seperti Mamaku. Mama Indah memang cantik, tak salah kalau Sam begitu tampan.

"O ya, maksud Mama meminta kalian kesini, mau memberi tahu, lusa kita pergi ke Solo, ke tempat keluarga besar Papa dan Mama. Sekalian ngenalin Fey ke keluarga yang nggak sempat hadir di pernikahan kalian."

"Berapa lama, Ma?" tanya Sam.

"Mungkin seminggu. Besok kalian nginap di sini saja, biar lusa langsung berangkat bareng. Dian sama Harlan juga menginap di sini besok," jelas Mama.

"Iya, Ma," jawabku dan Sam berbarengan. Setelahnya Gina mengajakku ke kamarnya. Sementara Sam masih ngobrol dengan Mama.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Guys, maaf loh pendek, hehe ....
Sebenarnya masih lanjut, tapi nanti malah kepanjangan, jadi aku bagi aja dehh :)

Hope you enjoy it all :)
Thanks :)

~Valentin Vaval

Eternal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang