💐06 Robert and Shara Died

63 4 0
                                    

Happy Reading 🌹🌹

"Apa Papa akan baik-baik saja, Kak?" Rebecca bertanya dengan suara tersendat-sendat.

Ketika mendengar suara mesin EKG berbunyi nyaring gadis itu langsung menjerit histeris sembari mengguncang tubuh Exel tanpa menghiraukan keadaan disekitarnya. Bagi Rebecca, Exel adalah dunianya. Exel merupakan pria pertama dan masih menjadi satu-satunya yang memberinya segenap cinta dan kasih sayang tanpa rekayasa.

Belinda cepat-cepat menggelengkan kepalanya. "Tidak, Papa tidak mungkin meninggalkan aku. Tidak boleh." Gumamnya putus asa.

Belinda menangis sambil menutup wajahnya. Perasaan takut dan gelisah masih menguasai dirinya sampai-sampai sekujur tubuhnya gemetar dan lemas. Suara lengkingan mesin EKG bagaikan dentingan lonceng kematian yang seolah-olah memberinya peringatan. Belinda tidak akan sanggup dan tidak akan pernah siap jika cinta pertamanya pergi meninggalkannya selama-lamanya.

Melihat Belinda terlihat lebih hancur, Rebecca sontak memeluknya. Ada rasa iba dan sakit yang menyayat hati lantaran harus menyaksikan pernikahan Belinda diselimuti oleh duka.

Bukan hanya mereka saja yang menghadapi situasi ini. Karena setelah diminta keluar oleh tim dokter, keluarga besar Alexander pun bergegas berbondong-bondong menuju ruang operasi sebab operasi Shara dan Robert dinyatakan gagal yang seketika membuat situasi semakin kacau balau.

Duka yang mereka lalui seolah membungkus rapat pernikahan yang baru saja dilangsungkan. Kepergian Shara dan Robert menjadi awal kepedihan dimana hari pernikahan yang seharusnya dihiasi air mata bahagia berganti menjadi air mata duka. Entah apa maksud Tuhan memberikan cobaan sedahsyat ini pada Belinda dan Thomas. Tidak ada ciuman setelah pernikahan. Bahkan, Senyum dan riuhnya suara tepuk tangan pun seketika berganti jeritan histeris yang saling bersahutan.

Belinda menyeka air matanya. Susah payah ia mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri meski kenyataannya sangat sulit. Menyadari Sandra yang hanya diam dengan tatapan kosong membuatnya sadar bahwa ada jiwa lain yang merasakan sakit jauh dibandingkan dengan dirinya.
Dengan tubuh gemetar ia berdiri kemudian menghampiri Sandra yang duduk diam di atas kursi roda. Kepedihannya tergambar jelas di kedua bola matanya kala menatap wajah Sandra.

"Mah.."

Panggilan lirih itu tidak membuat Sandra memberikan respon berarti. Sebagian jiwanya seakan melayang pergi dan raganya pun lemah seakan tak memiliki daya lagi. Ia hanya mampu menatap kosong pintu ruangan yang tertutup rapat. Sandra merasa seperti baru saja dihadapkan dengan lembah kematian dimana ia menemukan Exel berdiri di dalamnya sambil menggaungkan kata selamat tinggal. Dan di lembah kematian itu ia seolah tengah menantikan ketukan palu hakim untuk menjatuhkan putusan besar yang menentukan hidup dan matinya.

Tidak mendapatkan respon apapun dari Sandra membuat Belinda menangis pilu. "Mah, Papa pasti akan baik-baik saja."

Ucapan Belinda sukses menarik perhatiannya. Sandra menoleh seraya mengangguk cepat-cepat, berharap yang diucapkan Belinda adalah kebenaran. "Kau benar, Papa pasti akan baik-baik saja." Tangan Sandra gemetar sewaktu menangkup pipi Belinda. "Jangan menangis, Sayang. Papa tidak mungkin pergi meninggalkan kita, hmm..."

Kepala Belinda jatuh di pangkuan Sandra guna menumpahkan seluruh tangisannya disana. Sementara, Rebecca ikut berdiri dan memeluk Sandra dari belakang.

Sandra menangkup pipi Belinda kemudian meneliti wajah serta penampilannya. "Sebaiknya kau mengganti pakaianmu." Ucapnya seraya tersenyum pedih.

Belinda ikut meneliti penampilannya sendiri. Gaun putih panjang yang membungkus tubuhnya serta veil yang menjuntai hingga ke lantai memang membuatnya kesulitan bergerak. Ditambah lagi makeup nya yang mungkin saat ini sudah tak berbentuk.

Please Don't Go (Sequel Paid Brides)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang