Dalam diam Thomas menatap sendu wajah Shara dan Robert yang terlihat damai dalam tidur panjang mereka. Thomas sangat yakin kalau dirinya pasti akan sangat merindukan setiap momen yang pernah mereka ciptakan bersama.
Melihat Shara dan Robert yang hanya diam menutup mata saja membuatnya tersiksa, mulut Thomas rasanya gatal sekali ingin mengajak mereka berbincang. Rasanya akan terasa sangat aneh jikalau dirinya harus membiasakan diri menjalani hari-harinya tanpa kehadiran mereka. Thomas sulit menerimanya lantaran keadaaan ini terlalu asing untuknya. Keheningan ini terlalu menyiksa batinnya membuatnya sulit menerima kenyataan yang sesungguhnya.
Banyak momen yang telah mereka ciptakan bersama. Mansion besar ini adalah salah satu saksi bisu bagaimana Shara dan Robert menyalurkan kasih sayang kepadanya dan juga Gabrielle. Shara dan Robert adalah sosok yang selalu menuruti apapun yang ia dan Gabrielle inginkan, tepatnya hal yang dilarang oleh Devan dan Cecilia.
Thomas pasti akan sangat merindukan canda tawa yang kini harus terhenti karena takdir tak lagi berkehendak. Ia juga pasti akan sangat merindukan cheese cake buatan Shara, bukan bermaksud membandingkannya dengan buatan Cecilia, hanya saja buatan Shara terasa lebih cocok di lidahnya. Ia pun pasti akan sangat merindukan momen saat-saat dimana ia menemani Robert bermain golf. Dan Robert adalah orang pertama yang mengajarinya memegang stik golf.
"Kau pasti sangat kehilangan mereka." Selena tersenyum sembari mengusap punggung tegap Thomas yang terlihat lesu hari ini.
"Kau benar, aku pasti akan sangat merindukan mereka." Thomas menggeser sedikit tubuhnya menjauh dari jangkauan tangan Selena. Setelahnya, Thomas menarik pinggul Belinda kemudian mendekapnya membuat wanitanya menoleh bingung.
Reaksi tubuh Thomas membuat Selena cukup terkejut. Sebenarnya, ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada pria itu, tapi Selena sadar kalau sekarang bukanlah waktu yang tepat. Satu hal yang Selena sadari, Thomas terlihat sengaja menghindarinya lebih tepatnya menjaga jarak darinya. Entah apa penyebabnya pun, Selena belum mengetahuinya.
Seperti tadi, sewaktu ia baru saja tiba dan memeluk pria itu. Thomas sama sekali tidak membalas pelukannya seperti biasanya, pria itu justru menghampiri wanita yang ia ketahui bernama Belinda kemudian duduk anteng disampingnya. Dan, sewaktu ia sedang mengambilkan pria itu makanan, Thomas pun lebih memilih meninggalkannya dan kembali menghampiri Belinda. Dan yang membuatnya bertambah kesal Thomas justru meminta Belinda mengambilkan makanan untuknya padahal ia sudah lebih dulu menyiapkannya.
Selena tau kalau Thomas menganggap Belinda seperti adiknya sendiri, tapi apakah pria itu harus bersikap berlebihan seperti ini. Mungkin setelah acara pemakaman usai ia akan meminta waktu pada Thomas untuk berbicara secara pribadi dengannya. Selena harus mencari tau penyebab pria itu menghindarinya.
"Jika kau ingin mendekati Thomas, sebaiknya kau urungkan niatmu." Celetuk Charlie yang sejak tadi diam-diam memantau gerak-gerik Selena.
Selena mendelik. "Aku tidak butuh persetujuan siapapun untuk mendekati Thomas, termasuk kau." Ketusnya.
Charlie terkekeh, "Sebaiknya kau mundur jika tidak ingin berakhir terluka."
Selena tersenyum remeh seraya menatap Charlie dengan raut tidak senang. "Kau tidak berhak melarang 'ku mendekati pria manapun, termasuk Thomas. Dan lagi, Thomas tampaknya senang dan sama sekali tidak keberatan aku dekati."
Apa Selena terlalu percaya diri kalau berpikir Charlie menyukainya? Oke, ia akui jika dirinya sangat cantik dan memesona. Tapi, bukankah Charlie terlalu lancang menyukainya sementara pria itu tau kalau saat ini ia sedang dekat dengan Thomas.
Charlie geleng-geleng kepala. Entah dari mana Thomas mengenal wanita ini. Menurutnya, Selena terlalu percaya diri. "Sebaiknya kau pulang sekarang, malam sudah semakin larut dan tidak baik untuk wanita sepertimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Don't Go (Sequel Paid Brides)
Romance21++ Harap bijak mencari bacaan. Belinda Horison harus berjuang, membuktikan dirinya tidak terlibat dalam kecelakaan tragis yang menyebabkan Shara dan Robet meregang nyawa. Tudingan yang Thomas Alexander lemparkan, bagaikan bara api yang membakar...