Malam semakin larut, para pelayat yang datang mulai menyusut. Edward dan Charlie baru saja tiba saat jam makan malam. Kedua pria itu sebelumnya memutuskan pulang sebentar untuk mengistirahatkan tubuh mereka, Dan Thomas pun tidak keberatan dengan hal itu. Para maid dan bodyguard masih terlihat berlalu lalang diantara kerumunan pelayat yang masih setia berada di kediaman megah tersebut. Wajah sendu dan genangan air mata menjadi bukti bahwa seluruh pelayat yang hadir dan juga penghuni mansion merasakan duka yang sama.
Peti mati Shara dan Robert diletakkan bersisian. Kedua peti mati mereka nampak sangat mewah karena dibuat dengan bahan berkualitas tinggi. Peti mati tersebut terbuat dari kayu mahoni berkualitas terbaik dan dilapisi dengan emas dua puluh empat karat. Interior dalamnya pun sangat memukau karena dilapisi beludru yang sangat lembut, berwarna biru untuk Robert dan merah marun untuk Shara. Tidak hanya sampai disitu saja, bagian dalamnya pun dilengkapi dengan bantal kepala.
Tak tanggung-tanggung, Devan memesan peti mati tersebut langsung dari pengrajin khusus dengan harga fantastis. Itu semua ia lakukan demi memberikan penghormatan terakhir untuk kedua orangtuanya. Bagi Devan harga bukanlah masalah. Apa yang telah Shara dan Robert berikan kepadanya selama ini tidaklah sebanding dengan nominal yang ia keluarkan. Cinta, kasih sayang serta perhatian kedua orangtuanya tidak akan pernah bisa ditukar dengan gepokan uang. Shara dan Robert mengasihinya tanpa mengenal waktu, mencintainya tanpa syarat. Dan perhatian yang mereka limpahkan kepadanya akan menjadi kenangan terindah sepanjang hidupnya.
Shara dan Robert akan dimakamkan di pemakaman Woodlawn, Bronx dengan Biaya satu koma lima Juta USD. Pemakaman Woodlawn, Bronx, New York didirikan pada tahun 1863 dan dihiasi dengan berbagai patung dari perunggu, baja, serta batu pada gerbang dan pekarangan. Woodlawn juga menjadi situs memorial tragedi Titanic yang mengenang 192 penumpang yang meninggal dalam tragedi tersebut.
Rencananya, pemakaman Shara dan Robert akan dilangsungkan besok sore. Semua persiapan telah dipastikan selesai. Pengacara keluarga pun akan hadir untuk mengikuti prosesi pemakaman dan setelahnya akan membacakan warta waris pada pihak keluarga.
"Apa kau sudah mendapat kabar dari Becca?" Bisik Gabrielle.
Pertanyaan itu berhasil menyedot perhatian Belinda. Benar, ia belum mendapatkan kabar apapun dari adiknya. Sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri, Belinda sampai melupakan hal penting itu. "Aku belum mendapatkan kabar apapun." Beritahunya seraya menggeleng pelan.
Gabrielle menghela nafas. Sejak tadi Belinda sama sekali tidak mengalihkan tatapannya dari Selena yang tak kunjung berhenti mencari perhatian Thomas. Ia pun sebetulnya dibuat gerah dengan tingkah tidak tau malu wanita itu. Ingin sekali Gabrielle melabraknya, sayangnya ini bukan waktu yang pas untuk melakukannya.
"Sebaiknya kau hubungi Becca sekarang."
Belinda mengangguk sembari merogoh saku dress kemudian mengambil ponselnya. Jemarinya bergerak lincah mencari kontak Rebecca, setelah menemukannya Belinda pun langsung menekan tombol hijau. Selang beberapa saat menunggu, telepon tersambung. Belinda segera melipir mencari tempat cukup sepi agar lebih nyaman berbicara dengan Rebecca.
"Ada apa, Kak?"
Belinda menatap sekitarnya sejenak. Sewaktu hendak pergi, ia sempat mendapati Thomas sedang mengawasi kepergiannya.
"Bagaimana kabar Papa? Apa sudah ada perkembangan? Lalu, bagaimana dengan Mama?"
"Belum ada perkembangan apapun, Kak. Saat aku pergi, Mama sedang tidur. Dan aku juga sudah menitipkan mereka pada perawat yang berjaga."
"Memangnya kau ingin pergi kemana? Kenapa kau meninggalkan mereka begitu saja?"
Kening Belinda berkerut heran, suaranya pun terdengar cemas. Bisa-bisanya Rebecca meninggalkan Exel dan Sandra dalam kondisi seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Don't Go (Sequel Paid Brides)
Romance21++ Harap bijak mencari bacaan. Belinda Horison harus berjuang, membuktikan dirinya tidak terlibat dalam kecelakaan tragis yang menyebabkan Shara dan Robet meregang nyawa. Tudingan yang Thomas Alexander lemparkan, bagaikan bara api yang membakar...