selamat membaca.
___
"Hanna," sahut Ameerta. Hanna yang sedang melamun di kelas pun menengok kearah Ameerta.
"Eh? Kenapa?," jawabnya dan kembali membaca buku pelajaran, mencoba sibuk sendiri.
"Lo kenapa?," tanya Ameerta, dan Hanna tak menjawab. Ia pura-pura fokus membaca buku biologi.
Dengan kesal Ameerta mengambil buku pelajaran itu dan menutupnya. Meletakannya di bawah loker meja milik Hanna.
"Kenapa, Han?" tanya Ameerta. Lagi.
Hanna menghela nafasnya. Ia membuang arah pandangnya ke arah jendela kelas yang memperlihatkan lapangan sekolah yang diisi oleh siswa yang bermain basket.
"Tadi gue ijin ke toilet pas pelajaran bu Asri. Gue lupa kalau belum iket tali sepatu, jadi gue keinjek tali sepatu sendiri dan ga sengaja tabrakan sama kakak kelas."
"Lo inget, Kakak kelas yang sinis banget pas kita masih mpls? Nah gue ga sengaja nabrak dia. Gue minta maaf terus lanjut jalan ketoilet."
"Ternyata tujuan mereka juga ke toilet, dan pas gue selesai buang air, gue keluar gue berhadapan sama mereka."
Hanna diam. Dia tidak melanjutkan ceritanya. "Cerita, Han. Gue ada disini buat jadi pendengar lo. Gapapa, ga usah malu, cerita aja."
Dan detik itu juga, tangis Hanna pecah. Ia memeluk Ameerta dengan erat. Ameerta pun menenangkan Hanna dan membiarkan Hanna menangis. Ameerta heran, seberapa kramat ucapan kakak kelasnya ini? Hingga menyakiti hati sahabatnya.
"M-merek-ka bil-bilang k-k-kalau"
"Hanna, hey. Calm down. Inhale Exhale. Ayo tarik napas dulu baru cerita lagi." Perintah Ameerta.
Sambil sesegukan Hanna mengikuti perkataan Ameerta, ia menarik napasnya dalam-dalam dan membuangnya. Saat dirasa sudah tenang ia kembali bercerita sambil menggenggam tangan Ameerta.
"Me-mereka bilang kalau anak kotor kayak gue ga seharusnya sekolah disini. Anak pelacur dan kotor kayak gue, yang punya sakit mental ga seharusnya dapet beasiswa disini. Mereka bilang, gue ga seharusnya sahabatan s-sama lo. Lo cantik, baik,pinter, ga kotor kayak gue."
"Mereka bilang kesalahan gue fatal banget, kesalahan kenapa gue lahir di dunia ini. Mereka bilang kalau gue pantesnya hidup di kolong jembatan, gue ngemis-ngemis, mereka bilang muka gue terlalu biasa aja untuk ada diantara lo sama Abel. Gue sakit hati, mer. Sakit hati gue."
"Perkataan mereka ja-jahat banget, h-hiks. Gue tau gue kotor, gue tau gue ga pantes hidup. G-gue-"
Ameerta memeluk Hanna erat, sangat erat. "Gue gamau lo kayak gini. Gue mau lo yang ceria, yang ga peduliin omongan orang. Hanna, jangan kayak gini," ucap Ameerta sendu.
"Ameer.. gue juga ga mau disentuh sama mereka, gue juga ga mau terlahir sebagai anak dari perempuan malam. Ga mau, gue ga mau. Bukan mau gue.." air mata terus berlomba-lomba keluar dari bola mata cantik milik Hanna.
"Hanna stop. Denger gue." Ameerta melepas pelukannya dan menangkup wajah Hanna.
"Semua. Semua yang mereka omongin itu ga bener, oke? Iya lo terlahir dari perempuan malam, tapi emang salah? Ga ada bayi yang salah di dunia ini. Mereka ga seharusnya salahin lo karena lahir dari perempuan ga bener. Mereka harusnya bangga. Karena orang yang mereka sebut perempuan malam masih mau membesarkan lo sampai sekarang."
"Hanna, lo harus tau, banyak orang di dunia yang mempunyai pekerjaan yang sama kayak mama lo, tapi kebanyakan dari mereka memutuskan untuk menggugurkan kandungan mereka ketika mereka tau mereka hamil. Tapi mama lo engga, mama lo keren. Mama lo mau mempertahankan lo, meskipun dia sendiri kesusahan. Lo harus bangga bisa terlahir dari ibu seperti itu. Masa lalu mama lo emang suram, mungkin dia gagal menjadi perempuan baik-baik. Tapi dia ga gagal kan, untuk didik lo?"
![](https://img.wattpad.com/cover/333071861-288-k173134.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran?
Mystery / ThrillerSuatu hari kejadian aneh menimpanya, saat ia terbangun ia mendapati dirinya berada di kamar asing. Belum lagi orang-orang memanggilnya dengan nama Ameerta. Iya itu namanya, tapi orang-orang itu memanggil Ameerta Bridgeka. Bukan Ameerta Zulvanca. Buk...