Kesadaranku perlahan-lahan kembali, aku tak tahu berapa lama aku tak sadarkan diri. Bahuku yang terkena panah masih terasa sedikit sakit dan pegal. Indera penciumanku mencium bau asing, bukan bau rumah sakit seperti saat terakhir kali aku tersadar.
Walau aku tersadar hanya sebentar di tubuh asliku, mendengar ibuku yang tetap memakiku bahkan saat aku hampir mati membuatku sangat sedih. Padahal aku sudah terbiasa mendengarnya menyuruhku mati, tetapi tetap saja benar-benar sakit.
Aku bangun dari tempat tidurku yang mewah, entah di mana ini, mungkin aku berada di kamarku. Gaun tidurku yang sangat lembut menempel pas pada tubuhku. Kepalaku agak pening, dan aku lapar, aku butuh sesuatu untuk dimakan.
Kutapakkan kakiku yang sangat lemah ke lantai marmer yang dingin. Aku tak pernah merasa selemah ini seumur hidupku. Aku berjalan dengan tergopoh-gopoh, membawa tubuhku yang sangat berat.
Kubuka pintu putih besar yang ada di kamarku secara kasar.
"NONA" Teriakan itu mengagetkanku. Kupikir tidak ada orang di sini. Mereka menghampiriku dengan raut wajah yang terkejut dan juga lega.
"Nona masuk dulu, kami akan memanggil tabib" Aku dipaksa masuk kembali ke kamar. Padahal aku ingin keluar mencari makan dan melihat-lihat tempat apa yang aku tinggali ini.
Mereka memanggilku nona yang berarti, seragam tadi adalah seragam para pelayan. Tempat ini terlalu mewah dan besar untuk ditinggali keluarga Alarie, atau memang seorang Duke sekaya ini?.
Aku pernah punya rumah yang luas, membelinya dari uang hasil menjadi pembunuh bayaran. Tapi rumah yang luas itu semakin membuatku terasa kesepian.
Pintu kamarku terbuka, dan datanglah beberapa orang yang kemungkinan disebut dengan tabib dan juga wajah orang yang tidak asing. Siapa ia?, aku pernah melihatnya tapi seperti asing, kalau aku bilang tidak pernah melihatnya tetapi pria itu tampak tak asing.
Sial, kenapa terlihat tampan.
Aku merasakan cairan hangat mengalir di hidungku bersamaan dengan terdengarnya teriakan-teriakan panik dari dalam kamarku. Aku tidak mimisan hanya karena melihat pria tampan kan?.
"Al" Si pria tampan tadi segera berlari menghampiriku dan langsung membengkap hidungku dengan sapu tangannya. Ah kalau dilihat dari dekat ini, ia terlihat seperti Putra Mahkota.
Sungguh? Apakah ini sungguhan? Ini Putra Mahkota? Astaga, bagaimana bisa ia di sini?.
"Wajahmu memerah, kau masih merasakan sakit?" Perhatiannya itu malah membuatku semakin aneh dan wajahku malah semakin memanas, tubuhku rasanya seperti mau meledak.
Ada apa ini?, Ada apa ini?.
Para tabib masih memeriksaku, terutama memeriksa luka yang ada di bahu kiriku, luka yang ternyata sudah tertutup dan kering secara sempurna. Apakah pengobatan di dunia ini begitu maju?.
"Kau tiga bulan tak sadarkan diri"
Gila!. Pantas saja tubuhku terasa berat, pantas saja aku merasa kalau rambutku semakin panjang, pantas saja tanganku hanya tersisa tulang dan kulit. Jadi, saat aku tertusuk panah itu aku tak terbangun lagi?.
"Aku lapar" Ucapku yang seperti bisikan anak bayi, suaraku tak keluar sama sekali. Mulutku rasanya sangat kaku tapi anehnya ia terlihat mengerti apa yang kuinginkan.
"Minta koki istana untuk menyediakan berbagai macam makanan secepatnya" Perintahnya tegas, dan seluruh pelayan yang ada di kamarku terburu-buru keluar.
Tabib sudah selesai memeriksaku dan berkata bahwa aku baik-baik saja dan tidak ada hal yang serius. Ku melihat wajah Putra Mahkota yang lega mendengarnya. Setelah kuingat-ingat lagi sejak kapan kami akrab sampai ia memanggilku 'Al Al' begitu?.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Moon Goes Down
FantasyNamanya sendiri tak ia ingat, ia hanya tahu bahwa ia adalah seorang mantan pembunuh bayaran yang lahir dari rahim seorang mantan pelacur yang sekarang menjadi seorang penjudi dan pemabuk. Berhenti dari pekerjaannya yang menjijikkan dan hina, bermaks...