Mimpi yang indah. Shouto berlari bergandengan tangan bersama Katsuki di antara pohon permen kapas. Tiba-tiba, salah satu pohon tumbang, bola kapas raksasa menggelinding ke arah dua pemuda 17 tahun. Tergesa, keduanya berlari menghindari ancaman yang bisa saja membahayakan keselamatan.
"Bakugou!" Katsuki menoleh begitu hawa keberadaan Shouto menghilang. Pemuda pirang berteriak menyaksikan Shouto tak bisa bergerak. "Todoroki, awas!"
Bola kapas raksasa menggelinding semakin dekat, berakhir menabrak Shouto dan ...
"Ugh," Shouto mengerang kecil. Dengkuran halus menggelitik indera pendengar. Manik dua warna mengerjap pelan, sebelum terbuka untuk menatap sayu Soba yang tertidur di atas wajah Shouto. Menggeliat, Shouto mengangkat Soba dan meletakkannya di sampingnya.
"Soba, kau mengacaukan mimpiku." Shouto mendongak menatap jam dinding. Pukul 08.00. Matanya seketika membola. Jantung memompa cepat. Kaki jenjang reflek berlari keluar kamar.
"Kenapa tidak ada yang menangunkanku?!"
Tiga pasang mata yang ada di ruang santai menoleh. Natsuo tengah duduk menyandar ke sofa, menggulir layar ponsel melihat komentar dan pujian atas konser pagi dini hari. Fuyumi duduk di atas karpet beludru memangku Tama, kucing abu-abu mengeong begitu mendengar teriakan Shouto. Rei sedang memegang remot bersiap mengganti saluran. Istri Enji itu duduk anggun di samping putra ketiganya.
Sejenak hening kecuali bunyi iklan di televisi yang mengisi ruang.
"Natsu-nii?" Mata Shouto mengunci bola abu-abu Natsuo, menuntut pertanggung jawaban. Matanya berkaca-kaca ingin menangis. Ada amarah menyelimuti wajah cemberut.
"Aku baru saja pulang tadi subuh. Tanyakan pada Fuyu-nee." Sahutnya malas.
Mata Shouto cepat mengunci bola abu-abu saudari perempuan. Yang dilirik cengengesan. "Etto ... Shou, kamu tidur sangat damai, aku tidak tega membangunkan. Maaf."
Beralih ke ibunda tercinta. Rei mengangkat bahu. "Alasan ibu sama seperti Fuyumi."
Souto mengerang. "Harusnya kalian membangunkan aku! Band Bakugou tampil jam satu. Tidak sulit kan, membangunkan aku?!-"
PLETAK!
Tangan besar Touya menjitak bagian belakang kepala Shouto. "Touya-nii!"
"Sudah kubangunkan. Kau malah menggeliat dan bergumam, 'lima menit lagi. Aku ngantuk~" Touya mencicitkan suara menirukan Shouto tadi pagi dan dihadiahi injakan kaki yang menyentuh ibu jari. "Ouch, Shou, kau kejam! Sshh."
Tak peduli, Shouto berjalan mengentak mendekati sofa. Duduk di samping Rei dan menjatuhkan kepala ke atas paha sang ibu. Kaki menendang Natsuo memintanya pergi.
"Woi, kakimu!" Protes Natsuo kesal. Meski begitu tetap mengangkat kaki Shouto dan memangkunya.
Touya berjalan pincang sok dramatis, duduk di sofa single. Secangkir teh ia letakkan hati-hati di atas meja. "Minggu pagi bukannya dapat kecupan di pipi malah dapat injakan monster!"
Shouto menjulurkan lidah untuk mengejek. "Itu harusnya jadi konser perdana yang aku tonton secara langsung." Rengek Shouto, menggosok-gosokkan pipi ke paha ibunya.
"Shouto, kamu baru saja chek up, lihat, tanganmu bahkan belum sembuh." Rei mengusap punggung tangan Shouto. Kasa dan plester menutup luka bekas jarum suntik.
"Itu cuma bekas suntik. Gara-gara permen sialan aku jadi mengantuk."
Kata permen telah Rei doktrin untuk mengganti kata obat. Agar Shouto tidak terbebani ketika mengonsumsinya seakan hendak mengonsumsumsi permen yang membuat bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Screen
FanfictionKatsuki Bakugou tak pernah menyangka bahwa orang yang paling ia benci menjelma menjadi orang yang paling ia sayangi. Perjuangannya menyatakan cinta terhenti karena rasa gengsi setinggi gunung dan tidak pekanya objek yang ia cintai. akankah Katsuki b...