Chapter 15. Mutualistic Symbiosis

341 27 1
                                    

Katsuki, sejujurnya, ingin tertawa menyaksikan Todoroki yang mondar-mandir memasukkan boneka-boneka kucing ke dalam kantung besar.

"Oi, halfie, berhenti memasukkan bonekamu--"

"Semua ini milik Fuyu-nee." Koreksi Shouto, berbohong. Hanya demi harga dirinya di depan Katsuki, dia rela menghilangkan seluruh barang berharga dan menjadikan Fuyumi, satu-satunya anak perempuan Todoroki sebagai tumbal.

"Oh," Katsuki dibiarkan duduk di depan meja memegang cangkir berisi teh dan cemilan di atas meja menemaninya.

Kemudian, setelah Shouto selesai dengan segala aktivitas menghilangkan hal-hal menggemaskan di kamarnya, termasuk mengunci rapat pintu lemari geser, situasi menjadi canggung dan hening. Kecuali karena eongan Soba yang datang dan meringkuk manja di pangkuan Shouto.

"Jadi, silahkan, sensei," Shouto mencoba sesopan mungkin membungkuk di depan gurunya.

Katsuki menggeram, "Persetan denganmu, kenapa aku harus berada dalam situasi merepotkan ini, ya? Harusnya kau menjelaskan lebih awal supaya aku memiliki kesempatan untuk menolak! Sial-fuck!"

Santai, Shouto menggaruk leher Soba. "Ayah memang mengatakan akan mendatangkan seorang guru les, aku tidak tahu kalau itu kamu. Si tua itu baru mengatakannya dua jam yang lalu, itu pun melalui telepon."

"Ini tidak semudah yang kau bayangkan. Pertama-tama, aku membencimu. Kedua, kita tidak akur. Ketiga, kau adalah jenius idiot sehingga tidak memerlukan guru les sialan!!"

Shoto melengkungkan bibir sedikit ke atas. "Terima kasih telah memujiku jenius."

"Cih. Walau kau jenius tapi kau tetap tolol dan idiot dari sisi yang lain!" Bakugou menggonggong sebagaimana biasanya. Hanya saja, ada sedikit gurat aneh pada wajah cemberut. Shouto menyimpulkan seperti tengah menahan sesuatu yang sangat menyakitkan.

"Kau ingin buang air?"

"Ap-" Katsuki hendak protes namun dia menyerah. Shouto bisa melihat tangan kanan Katsuki tersembunyi di balik meja. Wajahnya memerah menahan malu. Mata merah menatap ke arah mana pun selain Shouto.

Dia benar-benar ingin buang air.

Shouto bersumpah bahwa dia seratus persen benar karena lima detik kemudian Katsuki menghela napas panjang dan dengan terpaksa meminjam kamar mandi Shouto.

Aku benar.

Shouto bersorak dalam hati. Tatapannya mengikuti gerakan Katsuki berjalan tegang ke kamar mandi. Begitu pintu tertutup, erangan frustasi menggema di kamar mandinya. Shouto tidak repot-repot menyelidiki, karena jika itu Katsuki, maka sedikit berteriak di sembarang tempat adalah hal wajar.

Di dalam kamar mandi pribadi Shouto, pemuda pirang segera menarik retsleting celana, mengeluarkan kekerasannya melalui boxer hitam. Matanya terpejam hanya untuk mendapati gambar Shouto telanjang dan membayangkan wajah putih yang kacau, hancur di bawah sentuhannya.

"Sial. Ini harus segera diselesaikan." Gumamnya pada diri sendiri. Tangan kapalan sibuk menenangkan perpanjangan yang meronta-ronta minta dibelai.

Oke, Katsuki tahu dia gila. Mengocok di kamar mandi teman sekelasmu sedangkan pemilik kamar mandi tengah merapikan meja untuk sesi belajar. Sungguh tidak senonoh!

"Sial." Desis Katsuki. "Jika mak lampir tahu aku mengocok untuk laki-laki dia pasti akan mengeluarkannya dari kartu keluarga."

Bakugou Mitsuki, ibu Katsuki tahu Katsuki brengsek dan wanita itu hanya menendangnya dari kediaman utama untuk tinggal di apartemen. Sendirian. Sebagai hukuman agar Katsuki bisa merenung dan bertaubat. Dengan adanya Deku dan Inko sebagai tetangga, Mitsuki berharap kemurnian dan kesucian ibu-anak berambut hijau itu bisa menular pada Katsuki.

Tapi, jika Katsuki berulah lagi dengan berita bahwa dia biseksual, pemuda pirang tidak tahu orang tuanya akan selamat dari penyakit jantung atau tidak.

Shouto duduk manis di atas bantal duduk, menunggu Katsuki keluar dari kamar mandi. Setelah sekian menit menunggu, Katsuki akhirnya keluar dan tanpa basa basi menjatuhkan pantat di seberang meja.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Shouto. Tangannya bebas di atas meja. Bola bulu berwarna putih telah menghilang dari pangkuannya.

"Bukan urusanmu." Jawab Katsuki acuh tak acuh.

"Kau terlihat lelah."

"Hanya sedikit berolahraga."

"Kami punya ruang gym yang cukup luas. Kau bisa ke sana kalau mau."

Tenggorokan Katsuki terasa kering. Menelan air liur yang menggenang di mulut, Katsuki mencoba mengalihkan pembicaraan. "Sampai mana kita?"

Dihadiahi air muka penuh tanda tanya dari Shouto, Katsuki mendengkus, "Sebelum aku ke kamar mandi."

"Oh, tentang kau yang menjadi guru lesku."

"Begini saja, aku akan mengajarkan bagian kekuaranmu, sebaliknya kau akan mengajarkan bagian kekuaranganku. Setuju?"

Mata heterokromatik tiba-tiba berbinar senang. "Kesepakatan baru? Tentu saja aku mau. Oh, aku lupa kalungk--"

"Lupakan kalung bodoh itu!" Katsuki mencengkeram pergelangan tangan Shouto sebelum dia sempat berdiri menjangkau apapun yang ada di nakas. "Tidak ada kalung ketika di rumahmu atau keluargamu akan mengira aku melakukan yang tidak-tidak, tolol!"

Mata Shouto berkedip lambat diikuti anggukan singkat.

Dengan begitu, hubungan simbiosis mutualisme mereka dimulai. Katsuki tahu ini aneh. Dia bisa saja keluar dari rumah ini, meminta agar Nezf mengganti hukumannya. Tapi, siapa Katsuki yang bisa menolak berdekatan dengan pemandangan indah bernama Shouto Todoroki?

-TBC-

¯\_(ツ)_/

Black ScreenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang