Kepindahan

160 20 9
                                    



Mata yang biasanya memancarkan binar kini meredup dengan kekosongan, jemarinya memegang erat dua kain lusuh yang sering dikenakan kedua peri rumahnya. mengenang kembali kenangan yang telah ia lewati bersama Dumbi dan River yang kini meninggalkannya seorang diri.

Kedua peri rumah yang menatap dirinya dengan penuh harap agar dapat memperlakukan mereka dengan lembut, kedua peri yang selalu membuatnya merasa ingin pulang sejauh apapun dia dari rumah.

mereka yang selalu ia temukan tiap kali dirinya membutuhkan sesuatu kini hanya akan menjadi kenangan semata.

sebab kedua makhluk itu sudah pergi jauh, mati dibunuh oleh orang yang paling mereka cintai.

Imperius.

Natasya teramat benci dengan mantra itu. mantra yang telah membuatnya membunuh kedua peri rumahnya dengan tangannya sendiri, menyaksikan bagaimana badan kecil mereka mengeluarkan banyak darah sementara matanya meminta pengampunan pada sang majikan.

Natasya merasa tak berguna.

menjijikan karena ia masih hidup setelah apa yang dilakukannya.

"Makanlah, ini sudah lewat seminggu Natasya"

Natasya hanya menatap nampan yang diletakan di samping tempat tidurnya, tak mengindahkan perkataan Evan yang membuat pria itu kembali menghembuskan napas kasar, pening dengan Natasya yang meratapi kematian kedua peri rumah yang menurutnya bukanlah hal penting.

"Kita bisa mencari peri yang lain Nat, bahkan kalau kau mau aku bisa memberikan kau salah satu peri milikku" rayu Evan agar sepupunya itu dapat mengisi tubuhnya yang selama seminggu ini tidak terpenuhi kebutuhan nutrisinya.

Natasya menggeleng, menatap Evan yang berusaha sabar merawatnya "Tidak semudah itu untuk melupakan sesuatu yang selalu ada di kehidupan mu Evan" Natasya mengelus jemari pemuda Rosier itu, tak mau terlalu merepotkan sang sepupu yang sudah cukup kewalahan dengan organisasi gelapnya.

ia sedikitnya mengerti dengan pemikiran Evan yang menganggap bahwa peri rumah bukanlah sesuatu yang perlu dihargai dan bahkan sampai ditangisi.

Evan akhirnya memilih duduk di samping sang gadis, mengajaknya berbicara sekaligus menunggu seseorang yang selama seminggu ini menghilang dan memintanya untuk menjaga Natasya karna ada beberapa hal yang katanya mau dia urus.

"aku tak mengerti Natasya, sulit untuk mengerti seorang Slytherin berhati lembut sepertimu, seharusnya kau masuk Hufflepuff saja" sungut Evan menggigit apel yang dicurinya dari kebun sang gadis.

Natasya tertawa kecil, mengacak rambut Evan dengan gemas hingga membuat pria itu mengelak menghindarinya "Jadi kau meragukan kehebatan topi seleksi, huh?" tuduhnya dengan nada bercanda.

Evan mengangguk cepat "Ia bahkan memasukan Dora ke Slytherin yang sebenarnya gadis itu lebih cocok ke St.Mungos bukankah ia cukup gila dalam kriteria aneh untuk bersekolah?"

Natasya reflek menoyor kepala Evan, membuat pria itu terjatuh dari sisi ranjang yang didudukinya hingga menghasilkan bunyi 'gedubrak' yang sangat besar.

salah siapa berbicara buruk tentang Pandora.

gadis itukan tidak aneh, Dora hanya lebih spesial dari kebanyakan anak yang lain menurutnya.

"Kau mau aku adukan pada Rabastan? lihat apa yang dilakukan pria itu kalau tau kau menghina saudarinya" ancam Natasya menunjuk Evan.

"Adukan saja. yang aku katakan benar adanya" kekeh Evan. mengelus pantatnya yang teramat nyeri, seandainya saja Natasya bukan sepupunya ia mungkin akan mengutuk gadis itu sekarang juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Stories of Natasya RomanoffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang