Bagian 15: Jangan, Ayah. Sakit!

3.2K 279 76
                                    

Warning: alur maju-mundur, so be careful!

----

Malam yang gelap tak membuat seorang wanita berhenti memasukkan pakaian dan barang-barang miliknya ke dalam koper berwarna coklat tersebut. Lelehan air matanya terus meluruh seiring sakit hati yang semakin kuat ia rasakan. Gemuruh hujan di luar sana pun menambah kacau atmosfer rumah mereka yang memang selalu diselimuti kedinginan itu.

"Ibu ... Ibu mau pergi ke mana?"

Seorang anak yang baru saja menginjak usia 12 tahun seminggu yang lalu tersebut berusaha menghentikan pergerakannya dengan sebuah pelukan. Dapat ia rasakan punggungnya menjadi basah akibat tangisan anak tersebut.

"Lepas!" Anak tersebut ia dorong tanpa perasaan hingga menabrak meja yang ada di sisinya.

"I-ibu ... kenapa mau pergi? Jangan tinggalin Nero, Ibu ...."

"Kenapa kamu tanya? Ini semua karena kamu, Nero! Karena kehadiran kamu! Kenapa kamu harus terlahir dan menghancurkan rumah tangga saya?!"

Ia menarik koper tersebut bahkan saat belum tertutup sepenuhnya. Bersama balita di dalam gendongannya, ia melangkah dengan tergesa menuju ke luar rumah besar tersebut. Meninggalkan Nero yang masih terdiam di posisi yang sama lantaran gelap memenuhi pandangannya karena kepala bagian belakang anak tersebut terbentur beberapa saat yang lalu.

"Nirvana!" bentak seorang pria.

"Apa lagi, Danuarja?! Belum cukup kamu menjatuhkan harga diri saya?! Belum puas kamu melukai saya?!"

Plak!

Wajah Nirvana tertoleh ke kanan. Tawa sumbang menggema setelahnya. Bercampur tangis tanpa isakan tersebut, ia memertawakan dunianya yang benar-benar hancur hari ini. Mimpinya untuk membangun rumah yang penuh canda tawa ternyata benar-benar hanya sebuah mimpi. Tampaknya kebahagiaan tersebut bagaikan angan yang tidak akan pernah ditakdirkan untuk menjadi milik Nirvana.

"Sudah saya bilang jangan pernah melawan suamimu, Pelacur! Mulai saat ini, kamu saya talak tiga! Kamu ingin pergi, 'kan? Pergi kamu sekarang dari rumah ini! Buktikan bahwa kamu dan anak pungut kebanggaanmu itu bisa hidup dengan layak tanpa saya! Dasar wanita mandul!"

"Saya akan hidup lebih baik tanpa kehadiran kamu dan anak harammu itu di dunia saya! Yang akan menderita itu justru kamu sendiri, Danuarja! Yakin kamu bisa membesarkan anak itu dengan baik tanpa bantuan saya?!"

"Diam! Saya tidak butuh campur tanganmu yang kotor itu! Saya bisa mendidik anak saya lebih baik dari yang kamu lakukan!"

"Buktikan! Buktikan bahwa kamu memang benar-benar mampu merawat anak itu! Jika sampai kamu gagal, saya akan benar-benar siap untuk menertawakan kegagalanmu itu!"

Setelah merampungkan kalimatnya, Nirvana berjalan keluar dengan tergesa bersama Ainun kecil yang terlelap di dalam gendongannya.

Danuarja mengerang frustasi. Segera pria itu kembali ke dalam kamarnya dan menyeret Nero dengan kasar menuju pintu belakang. Ketika melewati ruang laundry, tak lupa ia menjangkau tali nilon yang ada di sana.

"A-ayah? Ayah ... m-mau apa?"

Nero yang pandangannya perlahan kembali jelas itu gemetar ketakutan. Melihat bagaimana Danuarja bak kesetanan membuka gulungan tali nilon itu, Nero berusaha untuk melarikan diri. Namun sayang beribu sayang, Danuarja sudah mengunci pintu masuk menuju dapur, dan pria itu berdiri tepat di pintu keluar menuju halaman belakang sehingga Nero tak bisa bergerak ke mana pun.

Rumah untuk NeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang