Bagian 2: Karena kehadiran Nero.

3.9K 322 10
                                    

"Heh! Lo pikir lo siapa berani nonjok gue?!" Yujin murka dengan kedatangan Habib yang tiba-tiba di kelasnya.

Habib terkekeh remeh melihat Yujin menyeka sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. Tak bisa dipungkiri, Habib sedikit merasa puas dengan reaksi Yujin pagi ini.

"Gimana rasanya ditonjok? Sakit nggak?"

"Sialan lo! Salah gue sama lo apaan hah?!"

"Lo yang sialan! Manusia biadab kayak lo nggak pantas nanyain hal kayak gitu! Lo baru ditonjok sekali udah begini, gimana dengan Nero yang lo bikin sampai masuk rumah sakit, hah?"

Jangan mengira Habib tidak tahu apa yang dialami Nero selama seminggu ini. Habib melihat luka dan lebam di sekujur tubuh Nero pada saat mereka di ruang kesehatan sekolah kemarin. Nero yang terdesak dengan aura mengintimidasi dari Habib pun terpaksa mengakui apa yang ia alami.

Nero tak mengaku pun sebenarnya Habib sudah tahu apa yang terjadi, hanya saja rungu pemuda tersebut ingin mendengarnya secara langsung dari yang bersangkutan. Habib geram bukan main. Jika saja Habib tidak mengingat bahwa orang yang akalnya tak sehat seperti Yujin masih manusia, sudah dipastikan Habib akan menggorok lehernya sampai putus.

"Bukan gue kok yang bikin dia masuk rumah sakit. Kenapa nyalahin gue? Dianya aja yang lemah."

Melihat bagaimana tawa remeh Yujin mengalun setelah kalimat itu, Habib kembali melayangkan bogeman mentah. Mengundang teriakan dari para siswi yang ada di kelas tersebut. "Ayo, kita bandingin siapa yang lebih lemah antara lo dan Nero."

"Sialan! Emang bukan gue!" teriak Yujin saat Habib akan kembali melayangkan kepalan tangannya. "Gue cuma ngasih peringatan sama dia sekali! Setelah itu gue nggak tau apa-apa!"

Habib memejam berusaha menekan emosinya. Mendengar kabar bahwa Nero dilarikan ke rumah sakit tadi malam bukan hal yang baik untuknya. Habib seperti akan meledak saat itu juga.

"Cukup. Udahin sampai di sini aja. Kalau ini berlanjut kalian bisa dibawa ke BK. Berhenti, ya?" salah satu siswi di tengah mereka menginterupsi perkelahian tersebut. "Yang lain, tolong jangan ada yang cepu ke Guru."

Habib menarik napas dalam dan mengeluarkannya dengan sekali hempasan seolah emosinya ikut keluar bersama hembusan napas tersebut. Ia mengangguk setuju. Ia memang tak seharusnya membuat kegaduhan. Tapi karena sudah terlanjur emosi, Habib lepas kendali.

"Tolong jangan lagi gangguin Nero. Gue minta tolong," ucap Habib sebelum meninggalkan kelas tersebut. Nada suaranya sudah jauh lebih tenang dibanding sebelumnya.

Ricuh suara para anggota kelas yang berkomentar tentang kejadian barusan kembali memenuhi ruangan. Yujin kesal bukan main. Yujin hanya suka menjadi topik pembicaraan ketika hal tersebut tentang keelokannya, dan tidak berlaku sebaliknya. Yujin membenci orang-orang yang berani mengolok nama baik yang ia punya.

Brak!

"Berisik! Bisa diem nggak lo pada?!" teriaknya. Urat-urat lehernya menyembul. Emosinya sudah bukan kepalang. Menghindari kemungkinan terburuk, Yujin pun beranjak dari tempatnya menuju ke toilet.

Yujin membasuh wajahnya kasar. Cermin di hadapannya menampakkan refleksi wajahnya yang terlihat kacau. Sorot matanya berubah sendu. Tanpa ia sadari netranya berembun. Sesalah itukah dirinya? Yujin tak berniat membuat Nero sampai seperti itu. Yujin hanya menghajar Nero sekali untuk memberinya peringatan. Yang lain mengikutinya setelah itu. Apakah itu termasuk salah Yujin?

Yujin segera menghapus bendungan air di pelupuk matanya sebelum berjatuhan. Yujin tak boleh menangis. Di sini tidak ada Mama. Yujin hanya boleh menangis di depan Mama. Setelah merasa cukup membaik, Yujin kembali ke kelasnya untuk tidur sampai jam pulang sekolah.

Rumah untuk NeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang