Bagian 17: Nero, Mas Yujin, dan Semburat Jingga.

3K 269 50
                                    

"Kuat, nggak? Kalau belum kuat, mending istirahat aja dulu. Nanti pingsan lagi di sekolah kalau dipaksa."

Yujin meringis kecil karena melihat Nero berkali-kali terhuyung karena kehilangan keseimbangan. Mereka sedang berada di kamar saat ini. Bersiap untuk berangkat sekolah.

Sesuai kesepakatan Danuarja dan dokter kala itu, Nero harus bedrest beberapa hari jika mau rawat jalan. Untungnya, pria bebal itu tidak ingkar janji. Akhirnya pada hari ini, Nero memutuskan untuk mulai kembali bersekolah.

"Kuat ...."

Tawa kecil tidak dapat Yujin tahan. Ia merespon ucapan Nero, "Lo jawab 'kuat'-nya aja lemes begitu."

Nero pun bingung sebenarnya, kenapa tubuhnya lemas sekali dan rasanya seperti sedikit melayang ketika berdiri? Bukankah seharusnya sudah cukup Nero berdiam di kasur selama seminggu?

"Ya, emang kuat kalau buat ke sekolah doang," jawab Nero dibumbui rasa kesal. Tubuhnya belum benar-benar pulih, pun dengan perasaannya yang masih sensitif pasca sakit selama seminggu ini.

"Yi, iming kiit kilii biit ki sikilih diing," cibir yang lebih tua.

Ekspresi kesal terpampang jelas di wajah pucat Nero. Mata sayunya bahkan sedikit melebar. Apa-apaan maksudnya itu tadi?

"Mas, kamu meriang, ya, kalau nggak gangguin adeknya sehari aja?"

Atensi keduanya pun tertuju pada Titania yang memasuki kamar mereka. Wanita itu menarik lengan Nero untuk diajak duduk ke kasur.

"Astaga ... keringatan begini, Nak." Jemarinya menyeka keringat dingin di pelipis sang anak. "Nero ada yang sakit?"

"Mual, Ma ...."

"Emang, ya, Mas kamu tuh nggak peka. Masa nggak tau adeknya mual. Minta jajan aja bisanya," gurau Titania.

"Oh, jelas kalau itu, Ma. Juara satu minta jajan," bangga Yujin.

"Hilih. Ambilin minyak angin buat Nero di bawah sana!"

"Mager, ah! Naik-turun tangga pagi-pagi gini bikin keringetan tau."

"Ya, udah. Nggak ada jajan buat seminggu."

"KOK GITU SIH?!"

"All is you choose."

"Kalau nggak bisa Bahasa Inggris, ada baiknya cukup berbahasa Indonesia yang baik dan benar," cibir Yujin sambil melangkah ke luar untuk mengambil minyak angin yang Titania minta.

"Durhaka banget anak itu, semoga jadi Programmer, ya, nak," dumel ibu 2 anak tersebut.

Ya, benar. Menjadi Programmer adalah cita-cita Yujin sejak di bangku SMP. Setiap Yujin berbuat sesuatu yang memancing emosinya, Titania selalu memanjatkan doa untuk kebaikan sang anak. Karena Titania percaya, doa seorang ibu akan selalu sampai pada Yang Maha Kuasa dengan lebih cepat.

Kini Titania berusaha merapikan dasi yang Nero pakai. Setelahnya, wanita itu mengikuti arah pandang Nero yang sejak dibawa duduk tidak berpindah.

Titania tertegun.

Di sana, pada bingkai foto yang Yujin pajang di atas meja, ada dirinya, Yujin, dan Nero kecil di sana.

"Nero ... liatin apa, Nak?"

"Ma, adeknya Mas Yujin meninggal karena apa?" Bukannya jawaban, justru tanya itulah yang Titania dapat. Nero ingin tahu, kebohongan seperti apa yang akan ibunya tersebut lontarkan.

Hening membentang cukup panjang. Nero sengaja membiarkan ruangan tersebut hanya diisi oleh desing dari air conditioner selama menunggu Titania menjawab. Dan diamnya Titania membuat Nero menggigit bibir bagian dalamnya.

Rumah untuk NeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang