Bagian 7

13 1 0
                                    

Assalamualaikum!!

Teman-teman!!

Apa kabar??

—·—

Keesokkannya, Agnes bangun pagi-pagi sekali. Jam setengah 5 pagi, dia langsung mengambil wudhu untuk sholat subuh. Yah, dia selalu sholat dirumah. Sebenarnya Agnes mempunyai satu penyakit yang membuatnya tak suka keramaian. Dia mendiagnosis dirinya sendiri karena dia tahu gejalanya seperti apa. Panic attack. Pernah sewaktu Agnes masih sekolah di SMK nya, saat ada yang sedang berkelahi dan semuanya berkumpul untuk melihat. Agnes iseng juga ingin melihat siapa yang bertengkar.

Namun saat beberapa lama tiba-tiba kepalanya pusing dan dadanya sesak. Memang Agnes tak pernah punya teman kecuali Dinata yang sedari SMP selalu menemaninya hingga sekarang walaupun hanya via chatting saja. Meski begitu Agnes tetap bersyukur, dia selalu bersyukur dengan apa yang dia punya. Yang penting punya tempat tinggal, bisa makan, punya pakaian yang layak pakai.

Mungkin jika dia ada pakaian yang tak pernah dia pakai akan dia berikan kepada anak-anak jalanan yang membutuhkannya. Namun Agnes hanya bertemu dengan beberapa dari mereka saja, tidak banyak yang dia temui dari banyaknya pemulung di kota tersebut.

Masih dalam keadaan memakai mukenanya, Agnes masih berdiam diri duduk melamun memikirkan apa yang akan terjadi setelahnya. Oh iya tadi dia sempat chatting dengan ibunya pak Jayden. Sebenarnya apa yang membuatnya menghubungi Agnes pagi-pagi?

Ternyata hanya menanyakan tentang partisipasi Jayden dalam tournya ke Semarang. Nekat sekali dia ingin ikut dengan Agnes. Dasar, dikira Agnes itu anak kecil apa malah ditemenin. Tapi jangan geer dulu, mungkin pak Jayden diundang.

Oh iya dia harus pergi ke kampus jam 8 pagi, Agnes juga belum mandi dan memasak makanan untuknya lagipula kan dia juga harus minum obat pereda nyeri setelah operasi kemarin.

Yah, meskipun bahan makanannya tinggal sedikit dan cuma ada cakwe semalam dan ada 1 telur di rumah. Agnes masih bisa memakannya, caranya? Ya diolah dong sebisanya dia. Tidak tahu nama makanan itu apa, yang penting bikin saja, makan, dan minum obat lalu pergi ke kampus sebentar. Sekarang sudah mulai menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Seusai melaksanakan kegiatan tersebut di rumah, Agnes ingin bersantai sebentar sambil mengecek apakah ada tugas yang belum dia selesaikan. Ternyata tidak, pintar sekali ya mbak Agnes.

Agnes memutar otaknya ke sebelas tahun yang lalu, dimana dia masih kelas 8 SMP. Membayangkan masa-masa bersama Dinata yang menjadi sahabatnya hingga sekarang masih berkomunikasi dengannya.

"Agnes ayo pulang bareng!"

"Agnes gemoy!"

"Ayo pulang bareng lagi!"

"Ayo mabar!"

"Agnes, bikinin surat dong hehe"

Teringat saat Dinata tidak bersekolah dan ingin dia membuatkan surat ijin untuk Dinata. Setiap tugas Dinata selalu ditulis oleh Agnes. Saat semua lulus dan berpencar mencari sekolah yang lain, Agnes yang mengalami banyak cobaan seperti sibuknya mempersiapkan ujian untuk sertifikatnya dan ujian untuk ijazahnya. Semua itu tidak lancar tanpa doa dan uang orang tua.

Seusai lulus, Dinata dan Agnes sibuk mencari kerja. Lalu setelah mereka mendapat kerjaan dan menandatangani kontrak, dan Agnes yang menjalankan pekerjaannya selama setahun pun mundur dan pindah ke Surabaya untuk mencari pekerjaan yang lain. Tak lupa untuk menginap di rumah sepupunya untuk sementara waktu.

[A.1] Ineffable : Agnes's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang